Kamu memeluk mazhab suporter yang mana?
Suporter bola jadi instrumen penting dalam dunia sepakbola modern. Keberadaan mereka, tak hanya mampu memicu gerak perputaran uang melalui penjualan merchandise dan bermacam komoditas sepakbola lainnya. Tapi, juga memengaruhi kondisi psikologis para pemain yang sedang bertanding di lapangan.
Dalam The Sun and Shadow, esais gaek Uruguay, Eduardo Galeano, menganggap suporter sebagai sosok di luar lapangan yang mampu mengubah arah bola. Menurut Galeano, pemain ke-12 itu mampu memaksa angin mengubah arah bola untuk keuntungan timnya. Begitupun pemain. Para pemain menyadari, bertanding tanpa dukungan supporter sama saja berdansa tanpa iringan musik.
Suporter, diakui atau tidak, membawa peran tersendiri di dunia sepakbola. Keberadaan supporter menunjukan betapa sepakbola sesungguhnya tak hanya berdampak pada urusan bisnis semata. Tapi juga kultur, ideologi, hingga kepentingan politik sebuah negara. Berikut ini 5 mazhab suporter ideologis yang mengubah warna sepakbola di dunia.
Ultras
Ultras muncul pada akhir 1960-an. Kala itu, pendukung dari klub-klub Italia membentuk semacam geng yang menempati tribun dan berdiri di belakang gawang dengan nama "Brigade", atau "Commando". Kelompok Ultras identik dengan gaya penampilan serba hitam, menggunakan scarf dan jaket hoodie. Mereka menonton pertandingan sambil berdiri dan terus bernyanyi sambil mengibarkan bendera atau membakar petasan.
Ultras cenderung memiliki sikap politik. Seringkali menulis aspirasi di spanduk-spanduk yang terpasang di stadion saat tim sedang bermain. Ultras merupakan kelompok suporter yang terorganisir dengan baik. Walau, kerap bersifat anonim. Ultras kelompok yang kritis terhadap manajemen klub. Tak jarang, mereka memprotes pihak klub jika kebijakan klub dirasa kurang menguntungkan.
Hooligan
Hooligan merupakan fans sepakbola yang muncul pertama di Inggris pada dekade 1960-an. Dilansir dari thefirms.co.uk, istilah Hooligan merujuk pada sekelompok pendukung klub sepak bola Inggris yang gemar melakukan tur “away” untuk mengikuti dan mengawal tim pujaan di luar kota. Para Hooligan identik dengan suporter penempuh perjalanan.
Bagi sebagian orang, perilaku Hooligan terkesan urakan. Tak jarang, aksi fanatisme mereka kemudian memakan korban. Beberapakali insiden penusukan antar kelompok Hooligan mewarnai sepakbola Inggris. Termasuk di antaranya tragedi Heysel dan Hillsborough.
Tifosi
Tifosi merupakan istilah Italia yang berarti penggemar atau fans. Di Italia, sepak bola telah jadi bagian dalam budaya masyarakatnya. Mereka sangat terikat dengan stereotipe kedaerahan dan sikap politik. Supporter yang awalnya bertujuan mendukung tim kesayangan, kadang terjebak pada saling ejek kota asal dan pilihan politik.
Walaupun demikian, mereka bukanlah golongan supporter yang gemar bikin onar. Mereka khusus datang ke stadion untuk menonton bola dan bersenang-senang. Kelompok tifosi adalah kelompok yang didominasi keluarga kecil bersama anak mereka atau kadang juga sekelompok wanita. Mereka datang ke stadion dengan segala pernak-pernik klub. Termasuk jersey, syal, dan topi.
Casuals
Pada 1985-1990, pemerintah Inggris secara resmi melarang kegiatan Hooliganisme dalam bentuk apapun. Kebijakan ini dikeluarkan sebagai respon atas tragedi Hillsborough yang menewaskan 96 orang pada tahun 1985. Untuk menyiasati peraturan itu, Hooligan memilih tetap datang ke stadion dengan mengenakan pakaian kasual yang kemudian melahirkan kelompok pendukung Casuals.
Casuals merujuk pada kelompok supporter yang datang ke stadion dengan mengenakan pakaian kasual, alih-alih kostum dan identitas klub. Mereka lebih suka mengenakan jeans, kaos, jaket parka, dan sepatu sneakers, khas budaya populer di masa itu. Dalam perkembangannya, kelompok Casuals juga memiliki kedekatan dengan subkultur lain seperti musik rock n roll.
Mania
Mania identik para suporter di Indonesia. Misalnya: Jakmania, Bonekmania, atau Aremania. Menurut KBBI, kata "mania" adalah gangguan jiwa dengan ciri gejala kemarahan, kegelisahan, kekalutan, atau kebingungan berlebihan. Namun, secara terminologi bahasa, mania dapat diartikan sebagai kegembiraan atau antusiasme yang berlebihan.
Para Mania rela mengumpulkan uang bersama untuk dapat menyewa bus atau kereta ketika timnya bertanding di luar kota. Bahkan, Mania akan melakukan banyak hal, termasuk membuat bisnis merchandise untuk dijual ke sesama supporter demi bisa mengawal tim favorit berlaga.
Dalam The Sun and Shadow, esais gaek Uruguay, Eduardo Galeano, menganggap suporter sebagai sosok di luar lapangan yang mampu mengubah arah bola. Menurut Galeano, pemain ke-12 itu mampu memaksa angin mengubah arah bola untuk keuntungan timnya. Begitupun pemain. Para pemain menyadari, bertanding tanpa dukungan supporter sama saja berdansa tanpa iringan musik.
Ultras
Ultras muncul pada akhir 1960-an. Kala itu, pendukung dari klub-klub Italia membentuk semacam geng yang menempati tribun dan berdiri di belakang gawang dengan nama "Brigade", atau "Commando". Kelompok Ultras identik dengan gaya penampilan serba hitam, menggunakan scarf dan jaket hoodie. Mereka menonton pertandingan sambil berdiri dan terus bernyanyi sambil mengibarkan bendera atau membakar petasan.
BACA BIOGRAFI LAINNYA
Intip Jet Pribadi Mewah Sewaan Man United, Kapal Pesiar Terbang
Intip Jet Pribadi Mewah Sewaan Man United, Kapal Pesiar Terbang
Hooligan merupakan fans sepakbola yang muncul pertama di Inggris pada dekade 1960-an. Dilansir dari thefirms.co.uk, istilah Hooligan merujuk pada sekelompok pendukung klub sepak bola Inggris yang gemar melakukan tur “away” untuk mengikuti dan mengawal tim pujaan di luar kota. Para Hooligan identik dengan suporter penempuh perjalanan.
Tifosi
Tifosi merupakan istilah Italia yang berarti penggemar atau fans. Di Italia, sepak bola telah jadi bagian dalam budaya masyarakatnya. Mereka sangat terikat dengan stereotipe kedaerahan dan sikap politik. Supporter yang awalnya bertujuan mendukung tim kesayangan, kadang terjebak pada saling ejek kota asal dan pilihan politik.
BACA BERITA LAINNYA
Lewandowski Layak Raih Ballon D'Or 2021
Lewandowski Layak Raih Ballon D'Or 2021
Casuals
Pada 1985-1990, pemerintah Inggris secara resmi melarang kegiatan Hooliganisme dalam bentuk apapun. Kebijakan ini dikeluarkan sebagai respon atas tragedi Hillsborough yang menewaskan 96 orang pada tahun 1985. Untuk menyiasati peraturan itu, Hooligan memilih tetap datang ke stadion dengan mengenakan pakaian kasual yang kemudian melahirkan kelompok pendukung Casuals.
Mania
Mania identik para suporter di Indonesia. Misalnya: Jakmania, Bonekmania, atau Aremania. Menurut KBBI, kata "mania" adalah gangguan jiwa dengan ciri gejala kemarahan, kegelisahan, kekalutan, atau kebingungan berlebihan. Namun, secara terminologi bahasa, mania dapat diartikan sebagai kegembiraan atau antusiasme yang berlebihan.