Kombinasi wasit yang ragu, pemain egois, fans yang penuh curiga, dan tentu saja PSSI yang kurang dipercaya.
Memasuki jeda internasional, BRI Liga 1 juga ikut libur. Selain tim nasional Indonesia akan beruji coba, kompetisi juga baru saja menyelesaikan Serie 3. Pada laga yang digelar di Jawa Tengah dan Yogyakarta itu, ada sejumlah kejadian aneh. Yang paling kontroversial saat Persija Jakarta melawan Barito Putera.
Petandingan itu digelar di Stadion Moch Soebroto, Magelang, Jumat (5/11/2021) malam. Skornya imbang 1-1. Yang menjadi tanda tanya hingga berhasi-hari adalah penalti di menit terakhir.
Ketika duel memasuki menit 90+3, Riko Simanjuntak melakukan menuver di kontak penalti Laskar Antasari. Kemudian, Aditya Harlan, yang menjaga area terlarang menjatuhkan Riko. Wasit berlisensi FIFA, Dwi Purba Adi Wicaksana, langsung meniupkan peluit tanda pelanggaran dan memberikan penalti kepada Persija.
Tidak ada VAR yang digunakan. Tapi, berdasarkan rekaman ulang di televisi, tangan Aditya memang mengenai kaki Riko sehingga wajar jika sang pengadil lapangan meniup peluit penalti.
Namun, keputusan tersebut diprotes keras oleh pemain-pemain Barito Putera. Bukan hanya kapten tim, Bayu Pradana, hampir semua pemain Laskar Antasari mengepung wasit. Kata-kata kasar, provokasi, dan gerakan-gerakan kurang pantas. Bahkan, Beni Oktovianto tertangkap kamera menjadi yang paling agresif.
Jika wasitnya Pierluigi Collina, sudah pasti lebih dari satu kartu merah akan keluar. Tapi, Dwi memang bukan Collina. Meski menyandang badge FIFA, dia terlihat "ketakutan" ketika dikepung pemain-pemain Barito.
Dwi terlalu lama melayani protes para pemain Barito. Protes itu justru membuat dirinya bimbang. Kemudian, dia menghampiri asisten wasit untuk berkonsultasi. Lagi-lagi pemain Barito yang "ingin menangnya sendiri" dengan mengerubuti wasit dan asistennya, melakukan provokasi, protes dengan tidak wajar, dan melakukan gerakan-gerakan ofensif.
Anehnya, tidak ada satu pun kartu yang diberikan wasit kepada Beni, Bayu, Aditya, atau pemain Barito lainnya. Meski penalti tetap diberikan, tindakan pemain Barito sebenarnya layak diganjar kartu kuning. Bahkan, kartu merah.
Gagal penalti atau sengaja gagal?
Setelah waktu melebar menjadi menit ke-100 dari seharusnya menit ke-93, pertandingan berlanjut dengan Marco Motta maju sebagai eksekutor yang berpotensi mengubah skor menjadi 2-1 untuk Macan Kemayoran.
Ternyata, drama belum berakhir. Motta dengan percaya diri melangkah. Wajahnya terlihat tegang karena hasil akhir Persija ada di kakinya. Mantan pemain Juventus itu lalu mengambil ancang-ancang dan menendang bola melambung tinggi di atas mistar gawang Barito.
Setelah kegagalan itu, Aditya menghampiri Motta. Getur tubuh, wajah, dan bahasa yang keluar dari mulut Aditya mengundang tanya tanya besar dari para penggemar sepakbola Indonesia. Apa yang sebenarnya terjadi?
Banyak spekulasi yang berkembang di media sosial. Banyak yang menganggapnya aneh. Ada yang berasumsi Motta sengaja tak memasukkan bola sebagai bentuk protes kepada wasit mengambil keputusan terlalu lama dan bimbang. Ada juga yang mencurigai praktik pengaturan skor karena kasus tersebut.
Ada juga suporter yang menilai Motta memang sengaja memilih tidak memasukkan bola sebagai tanda fair play dan bentuk simpati kepada Barito yang "dirugikan" keputusan wasit.
"Kami ingin menang, kami harus menang dan kami layak menang. Tapi, karena saya melewatkan kesempatan kami hanya meraih imbang. Saya seorang pria dan seorang profesional. Saya bertanggung jawab di depan, tanpa rasa takut dan bersembunyi," tulis Motta di akun media sosial Instagram miliknya, @marcomotta47.
"Saya sangat marah dengan diri saya. Tapi, hal ini tentu tak akan membuat saya menyerah. Justru sebaliknya. Saya merasa bersalah kepada rekan setim saya, dan semua orang yang sangat mencintai Persija," tambah mantan pemain nasional Italia itu.
"Setiap orang bebas mengartikan dan mengekspresikan apa yang mereka pikirkan. Saya menerima tanpa masalah. Tapi, tolong dengan saya, bukan dengan mereka yang tak ada hubungannya dengan itu. Kata-kata sekarang tidak berarti. Tapi, tampaknya tepat untuk menuturkannya untuk semua orang yang menunjukkan cinta kepada saya tanpa syarat," ungkap Motta.
"Saya tahu siapa saya dan dari mana saya berasal, dalam keheningan saya akan mengambil satu-satunya jalan, bekerja keras!" ucap Motta.
Masalah ini menjadi rumit karena di saat yang tidak terlalu lama, sebuah acara di televisi membahas tentang pengaturan skor di kompetisi Indonesia. Dalam acara itu diungkapkan seseorang yang mengaku tahu adanya match fixing. PSSI kemudian meresponsnya dengan mengadukan kasus ini ke Polisi.
Petandingan itu digelar di Stadion Moch Soebroto, Magelang, Jumat (5/11/2021) malam. Skornya imbang 1-1. Yang menjadi tanda tanya hingga berhasi-hari adalah penalti di menit terakhir.
BACA ANALISIS LAINNYA
5 Pemain Barcelona yang Akan Menderita dengan Xavi Sebagai Pelatih
5 Pemain Barcelona yang Akan Menderita dengan Xavi Sebagai Pelatih
Dwi terlalu lama melayani protes para pemain Barito. Protes itu justru membuat dirinya bimbang. Kemudian, dia menghampiri asisten wasit untuk berkonsultasi. Lagi-lagi pemain Barito yang "ingin menangnya sendiri" dengan mengerubuti wasit dan asistennya, melakukan provokasi, protes dengan tidak wajar, dan melakukan gerakan-gerakan ofensif.
BACA BERITA LAINNYA
Rencana Chelsea Kembalikan Saul ke Atletico Madrid, Ada Apa?
Rencana Chelsea Kembalikan Saul ke Atletico Madrid, Ada Apa?
Gagal penalti atau sengaja gagal?
Setelah waktu melebar menjadi menit ke-100 dari seharusnya menit ke-93, pertandingan berlanjut dengan Marco Motta maju sebagai eksekutor yang berpotensi mengubah skor menjadi 2-1 untuk Macan Kemayoran.
Ternyata, drama belum berakhir. Motta dengan percaya diri melangkah. Wajahnya terlihat tegang karena hasil akhir Persija ada di kakinya. Mantan pemain Juventus itu lalu mengambil ancang-ancang dan menendang bola melambung tinggi di atas mistar gawang Barito.
Banyak spekulasi yang berkembang di media sosial. Banyak yang menganggapnya aneh. Ada yang berasumsi Motta sengaja tak memasukkan bola sebagai bentuk protes kepada wasit mengambil keputusan terlalu lama dan bimbang. Ada juga yang mencurigai praktik pengaturan skor karena kasus tersebut.
Ada juga suporter yang menilai Motta memang sengaja memilih tidak memasukkan bola sebagai tanda fair play dan bentuk simpati kepada Barito yang "dirugikan" keputusan wasit.
"Kami ingin menang, kami harus menang dan kami layak menang. Tapi, karena saya melewatkan kesempatan kami hanya meraih imbang. Saya seorang pria dan seorang profesional. Saya bertanggung jawab di depan, tanpa rasa takut dan bersembunyi," tulis Motta di akun media sosial Instagram miliknya, @marcomotta47.
"Saya sangat marah dengan diri saya. Tapi, hal ini tentu tak akan membuat saya menyerah. Justru sebaliknya. Saya merasa bersalah kepada rekan setim saya, dan semua orang yang sangat mencintai Persija," tambah mantan pemain nasional Italia itu.
"Setiap orang bebas mengartikan dan mengekspresikan apa yang mereka pikirkan. Saya menerima tanpa masalah. Tapi, tolong dengan saya, bukan dengan mereka yang tak ada hubungannya dengan itu. Kata-kata sekarang tidak berarti. Tapi, tampaknya tepat untuk menuturkannya untuk semua orang yang menunjukkan cinta kepada saya tanpa syarat," ungkap Motta.
"Saya tahu siapa saya dan dari mana saya berasal, dalam keheningan saya akan mengambil satu-satunya jalan, bekerja keras!" ucap Motta.
Masalah ini menjadi rumit karena di saat yang tidak terlalu lama, sebuah acara di televisi membahas tentang pengaturan skor di kompetisi Indonesia. Dalam acara itu diungkapkan seseorang yang mengaku tahu adanya match fixing. PSSI kemudian meresponsnya dengan mengadukan kasus ini ke Polisi.