Keputusan Kluivert untuk bermain menyerang di hadapan Bahrain mengandung risiko besar.
Pertandingan Kualifikasi Piala Dunia 2026 antara Timnas Indonesia dan Bahrain pada 25 Maret 2025 akan menjadi panggung bagi sebuah strategi kontroversial. Patrick Kluivert, pelatih Timnas Indonesia, mengumumkan akan tetap mempertahankan strategi menyerang meski baru saja menelan kekalahan telak 1-5 dari Australia. Apakah ini keberanian atau sebuah keputusan bunuh diri taktis?
Keputusan Kluivert untuk bermain menyerang di hadapan Bahrain mengandung risiko besar. Statistik menunjukkan bahwa Indonesia berada di peringkat 127 FIFA, sementara Bahrain ada di posisi 81. Ditambah lagi, rekor pertemuan kedua tim tidak menguntungkan Indonesia, dengan dua kekalahan dan satu hasil imbang dalam tiga laga terakhir.
Faktor absennya Mees Hilgers akibat cedera pangkal paha semakin memperumit situasi pertahanan Indonesia. Hilgers yang selama ini menjadi tulang punggung pertahanan kini harus digantikan. Justin Hubner dan Ragnar Oratmangoen, dua pemain naturalisasi, dipercaya mengisi kekosongan tersebut.
Mohamed Marhoon, pencetak dua gol ke gawang Indonesia pada pertemuan sebelumnya, menjadi momok tersendiri. Bahrain datang dengan modal kemenangan di Piala Teluk 2024 dan semangat tinggi setelah pertandingan melawan Jepang. Mereka bukanlah lawan yang bisa dianggap remeh.
Strategi menyerang Kluivert bisa jadi kartu as atau kartu mati. Dukungan 70.000 pendukung di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK) diharapkan menjadi bahan bakar semangat. Namun, apakah semangat saja cukup untuk mengalahkan tim yang lebih unggul secara teknis?
Pertanyaannya sederhana: Apakah Patrick Kluivert genius atau nekad? Apakah strategi menyerang akan menjadi kunci keberhasilan atau pintu kehancuran mimpi Piala Dunia? Malam ini, Jakarta akan menjadi saksi sejarah.