Ini seperti demam pelatih Asia yang sempat melanda sepakbola Asia Tenggara.
Sepakbola di Afrika terlanjur akrab dengan pelatih-pelatih Eropa seperti Prancis, Jerman, Belanda, Inggris, hingga Serbia. Nama-nama seperti Philippe Troussier, Claude Le Roy, Winfried Schefer, Herve Renard, Bruno Metsu, hingga Milovan Rajevac sudah dianggap warga Afrika.
5 Transfer Besar yang Masih Bisa Terjadi di Januari 2022
"Pelatih lokal pada umumnya tidak dihormati. Bahkan, ketika mereka memiliki keterampilan yang dibutuhkan dan kualifikasi yang sama dengan orang Eropa, mereka tidak mengambil kesempatan ketika mereka mendapatkannya," kata Cisse.
Peringkat 5 Pemain yang Paling Banyak Peluang Musim 2021/2022
Tapi, perlahan dan pasti, semuanya berubah di Piala Afrika tahun ini. Mali contohnya, mempekerjakan Magassouba. Awalnya, dia ditunjuk sebagai pelatih sementara pada 2017. Kemudian, diberi pekerjaan secara permanen pada 2019. Pengalamannya, melatih Daring Club Motema Pembe pada 1990-an. Itu merupakan salah satu periode paling sukses dalam sejarah klub Kongo. Dia juga sempat membesut RD Kongo.
Menurut Magassouba, hanya pelatih lokal yang memahami betul kebudayaan para pemain, tentang bagaimana pemain Afrika berpikir, dan apa yang mereka butuhkan untuk tampil. Dia berharap kiprahnya di Mali akan mengilhami asosiasi sepakbola di Afrika lainnya untuk mulai mempekerjakan pelatih lokal.
CAF officials interrupt the conference of the Malian coach, Mohamed Magassouba, because the match could continue for another 3 minutes !!!!! #TUNMAL #CAN2021 pic.twitter.com/aql2otTDk5
— Enock Essel Niccolò Makavelli (@KobinaEssar777) January 12, 2022
Ternyata, langkah Mali diikuti beberapa negara Afrika lainnya seperti Burkina Faso, Senegal, hingga Aljazair. Bahkan, Aljazair memenangkan Piala Afrika edisi terakhir dengan pelatih lokal, Djamel Belmadi.
Menurut Direktur Teknik Burkina Faso, Pascal Yougbare, negaranya telah menempatkan fokus pada pengembangan pelatih lokal selama 10 tahun terakhir, dengan dukungan FIFA dan CAF. "Yang berubah adalah kesadaran akan potensi negara sendiri dan kebutuhan untuk mengembangkan sumber daya lokal," kata Yougbare.
Faktanya, selain Mali, Burkina Faso, Senegal, dan Aljazair, 10 negara lainnya juga menggunakan pelatih lokal. Sebut saja Cape Verde, Ethiopia, Guinea, Zimbabwe, Guinea-Bissau, Nigeria, Sudan, Guinea Khatulistiwa, Sierra Leone, dan Tunisia.
The last edition of the AFCON was won by an African Coach.
— Yaw Ampofo Jr (@Yaw_Ampofo_) January 6, 2022
Africa will have the largest representation of Coaches this year in Cameroon [58% of total coaches are Africans]
Djamel Belmadi and Aliou Cisse [Both Africans] are tipped as favorites to win the tourney.
Africa? pic.twitter.com/TRb1vftjiF