Karya jurnalistik hebat Fotografer Reuters, Stefano Rellandini.
Pada 2004/2005, AC Milan dan Inter Milan sama-sama memiliki skuad yang sangat layak dikenang. Para pemain terbaik berkumpul dan menjadikan Derby della Madonnina tontonan bermutu.
Buffon Terkejut Juve Tidak Perpanjang Kontrak Paulo Dybala
Pada babak kedua, tepatnya menit 72, Cambiasso mencetak gol sundulan. Tapi, saat pemain Argentina itu akan merayakan, wasit menganulir karena menilai terjadi pelanggaran. Bahkan, protes yang dilakukan Cambiasso berujung kartu kuning.
5 Momen Paling Dikenang Gonzalo Higuain di Juventus
Tiba-tiba stadion penuh dengan asap, bising, keributan di mana-mana seperti bakal pecah perang saudara. Wasit asal Jerman, Markus Merk, memutuskan menunda permainan selama 20 menit.
Foto apakah itu? Itu adalah gambar Rui Costa dan Materazzi berdiri berdampingan. Sang bek dengan santai bersandar di bahu Rui Costa sambil menyaksikan kekacauan yang ditimbulkan tifosi.
Di hari berikutnya, terungkap fakta bahwa itu merupakan jepretan Fotografer Reuters, Stefano Rellandini. "Sejujurnya, ide saya adalah memiliki (gambar) satu pemain Inter dan satu pemain Milan bersama (di latar depan), dengan fokus pada asap di lapangan," kata Rellandini, dilansir Reuters.
"Saya mengambil beberapa frame karena Materazzi sangat dekat dengan Rui Costa, melihat asap. Tiba-tiba, Materazzi meletakkan tangannya di bahu Rui Costa selama beberapa detik, dan ketika saya melihatnya, klik! Beberapa frame, tidak lebih dari tiga. Segera setelah Materazzi meletakkan lengannya di bahunya, saya berpikir, itulah gambarnya," ungkap Rellandini.
Sikap persahabatan spontan Materazzi mengubah apa yang seharusnya menjadi headline di media-media pada keesokan harinya. Orang tidak membahas kerusuhan, melainkan aksi Materazzi dan Rui Costa.
OTD 2005: A UCL quarterfinal between Inter and Milan was abandoned after flares were thrown on to the pitch, with one striking Dida.
— B/R Football (@brfootball) April 12, 2022
While play was suspended, Marco Materazzi and Rui Costa stood side by side to create one of football's most iconic photos ? pic.twitter.com/BHWHN1bqGe
"Fotografer selalu takut bahwa seseorang bisa memiliki gambar yang lebih baik dari anda. Dan, di Liga Champions, anda memiliki banyak fotografer di lapangan. Jadi, anda tidak tahu. Anda tahu kapan anda memiliki gambar yang bagus. Tapi, anda tidak dapat yakin 100 persen," ujar Rellandini.
"Ketika salah satu gambar anda menjadi simbol atau sesuatu yang dikenali semua orang, anda merasa bangga dengan pekerjaan anda. Anda menghabiskan banyak waktu untuk meliput pertandingan sepakbola. Dingin sekali, hujan. Ada antrian panjang sebelum pertandingan untuk mendapatkan yang terbaik. Tempat di samping lapangan. Ini pekerjaan yang membuat stres," tambah Rellandini.
"Seringkali, tidak ada yang peduli dengan pekerjaan anda. Sebagian besar waktu, itu adalah gambar rutin. Tapi, ketika sesuatu seperti itu terjadi, itu membuat semuanya berharga," pungkas Rellandini.