Frappart dengan tenang mengeluarkan 4 kartu kuning. Tidak ada protes selama 90 menit!
Apa jadinya jika pertandingan sepakbola pria dipimpin wasit wanita? Bagaimana mungkin wanita akan berani menghadapi pesepakbola-pesepakbola pria yang terkenal garang dan keras?
Jawaban atas dua pertanyaan tersebut bisa langsung ditanyakan kepada Stephanie Frappart. Wasit asal Prancis tersebut adalah wanita pertama dalam sejarah yang memimpin pertandingan Ligue 1. Dia juga tercatat sebagai wanita pertama yang memimpin ajang besar Eropa.
Pada 28 April 2019, Ligue mencatat sejarah mempekerjakan wanita untuk memimpin pertandingan Amiens versus Strasbourg. Berakhir imbang tanpa gol, Frappart dengan tenang mengeluarkan 4 kartu kuning dengan 3 diantaranya untuk Strasbourg. Tidak ada protes selama 90 menit!
"Saya tidak khawatir sebelum pertandingan tentang fakta bahwa Frappart akan menjadi wasit kami dan pendapat saya tidak berubah. Sangat bagus. Dia bisa mencapai level tinggi. Dia melakukannya dengan sangat baik," kata Arsitek Strasbourg, Thierry Laurey, saat itu, dilansir ESPN.
Frappart memang bukan wanita pertama yang memimpin kompetisi pria karena pada 2017, Bibiana Steinhaus, sudah lebih dulu melakukannya ketika Hertha Berlin berbagi gol 1-1 dengan Werder Bremen di Bundesliga. Tapi, Frappart layak bangga karena menjadi satu-satunya wasit wanita di kompetisi berbendera UEFA.
Kejadian bersejarah itu tercipta pada 14 Agustus 2019 di Vodafone Park, Istanbul. Saat itu, Frappart memimpin pertandingan Piala Super Eropa antara Liverpool kontra Chelsea. Dia dibantu Manuela Nicolosi dan Michelle O'Neill sebagai hakim garis, yang juga wanita. Sementara Cuneyt Cakir menjadi ofisial keempat dan Clement Turpin (operator VAR).
“Dia bagus. Sangat bagus. Dia mendapat musim luar biasa tahun lalu. Dia memiliki fisik luar biasa yang ditunjukkan di Piala Dunia Wanita. Tak kalah seperti wasit pria, dia selalu rajin berlari. Mentalnya sangat kuat. Saya yakin Frappart akan memberikan inspirasi kepada wasit wanita muda di seluruh dunia,” ujar Ketua Komisi Wasit UEFA, Roberto Rossetti, di situs resmi UEFA.
Lahir di Herblay-sur-Seine, 14 Desember 1983, Frappart pensiun dini sebagai pesepakbola wanita pada usia 18 tahun. Dia langsung beralih profesi menjadi wasit. Sebab, sejak mengeluti sepakbola, dia justru lebih tertarik dengan berbagai macam regulasi pertandingan.
Saat menjadi pemain, Frappart justru sangat menguasai regulasi pertandingan. Bahkan, dia sempat memiliki cita-cita menjadi wasit. Cita-cita itu benar-benar membuat Frappart serius menjadi wasit dengan mengikuti pendidikan dan seleksi. Pada 2009, dia akhirnya mendapatkan lisensi FIFA.
Frappart memulai karier sebagai wasit di kompetisi wanita Prancis. Berkat performa yang impresif, karier Frappart sangat lancar. Kemudian, sejak 2011, dia mendapat kepercayaan menukangi laga pria dengan menjadi pengadil di Championnat National alias Divisi III.
Tidak puas di kasta ketiga, Frappart terus memperbaiki performa dan mengikuti berbagai kursus perwasitan. Lalu, dia mendapatkan kepercayaan untuk naik level memimpin laga Ligue 2 sejak 2014. Frappart melanjutkannya dengan menjadi pengadil lapangan di Ligue 1 mulai 2019.
Keberanian Frappart memimpin pertandingan pria membuat FIFA memberi kepercayaan mewasiti final Piala Dunia Wanita 2019 di Prancis. Saat itu, Amerika Serikat mengalahkan Belanda 2-0 di Parc Olympique Lyonais, Decines-Charpieu.
Uniknya, janji untuk menjadikan wasit wanita pemimpin pertandingan-pertandingan kompetisi pria berbendea UEFA langsung diungkapkan sang presiden, Aleksander Ceferin. Pria asal Slovenia itu membuka opsi untuk menunjuk wasit wanita di final Liga Champions dan Piala Eropa.
"Saya telah mengatakan dalam banyak kesempatan bahwa potensi sepakbola wanita tidak memiliki batasan dan saya senang bahwa Stephanie telah ditunjuk untuk memimpin Piala Super bersama dengan asisten wasit wanita (Manuela Nicolosi dan Michelle O'Neal). Sebagai sebuah organisasi, kami sangat mementingkan perkembangan sepak bola wanita di semua bidang," ungkap Ceferin beberapa waktu lalu kepada BBC Sport.
"Saya berharap keterampilan dan pengabdian yang ditunjukkan Stephanie sepanjang kariernya untuk mencapai level ini akan memberikan inspirasi bagi jutaan gadis dan wanita di seluruh Eropa. Dia menunjukkan kepada mereka bahwa tidak boleh ada penghalang untuk mencapai impian," pungkas Ceferin.
Jawaban atas dua pertanyaan tersebut bisa langsung ditanyakan kepada Stephanie Frappart. Wasit asal Prancis tersebut adalah wanita pertama dalam sejarah yang memimpin pertandingan Ligue 1. Dia juga tercatat sebagai wanita pertama yang memimpin ajang besar Eropa.
BACA BERITA LAINNYA
Di Balik Susahnya Real Madrid Mendepak Gareth Bale
Di Balik Susahnya Real Madrid Mendepak Gareth Bale
Kejadian bersejarah itu tercipta pada 14 Agustus 2019 di Vodafone Park, Istanbul. Saat itu, Frappart memimpin pertandingan Piala Super Eropa antara Liverpool kontra Chelsea. Dia dibantu Manuela Nicolosi dan Michelle O'Neill sebagai hakim garis, yang juga wanita. Sementara Cuneyt Cakir menjadi ofisial keempat dan Clement Turpin (operator VAR).
BACA FEATURE LAINNYA
Cerita Filip Nguyen Calon Naturalisasi Vietnam yang Justru Dipanggil Rep Ceko
Cerita Filip Nguyen Calon Naturalisasi Vietnam yang Justru Dipanggil Rep Ceko
Lahir di Herblay-sur-Seine, 14 Desember 1983, Frappart pensiun dini sebagai pesepakbola wanita pada usia 18 tahun. Dia langsung beralih profesi menjadi wasit. Sebab, sejak mengeluti sepakbola, dia justru lebih tertarik dengan berbagai macam regulasi pertandingan.
Frappart memulai karier sebagai wasit di kompetisi wanita Prancis. Berkat performa yang impresif, karier Frappart sangat lancar. Kemudian, sejak 2011, dia mendapat kepercayaan menukangi laga pria dengan menjadi pengadil di Championnat National alias Divisi III.
Keberanian Frappart memimpin pertandingan pria membuat FIFA memberi kepercayaan mewasiti final Piala Dunia Wanita 2019 di Prancis. Saat itu, Amerika Serikat mengalahkan Belanda 2-0 di Parc Olympique Lyonais, Decines-Charpieu.
Uniknya, janji untuk menjadikan wasit wanita pemimpin pertandingan-pertandingan kompetisi pria berbendea UEFA langsung diungkapkan sang presiden, Aleksander Ceferin. Pria asal Slovenia itu membuka opsi untuk menunjuk wasit wanita di final Liga Champions dan Piala Eropa.
"Saya telah mengatakan dalam banyak kesempatan bahwa potensi sepakbola wanita tidak memiliki batasan dan saya senang bahwa Stephanie telah ditunjuk untuk memimpin Piala Super bersama dengan asisten wasit wanita (Manuela Nicolosi dan Michelle O'Neal). Sebagai sebuah organisasi, kami sangat mementingkan perkembangan sepak bola wanita di semua bidang," ungkap Ceferin beberapa waktu lalu kepada BBC Sport.
"Saya berharap keterampilan dan pengabdian yang ditunjukkan Stephanie sepanjang kariernya untuk mencapai level ini akan memberikan inspirasi bagi jutaan gadis dan wanita di seluruh Eropa. Dia menunjukkan kepada mereka bahwa tidak boleh ada penghalang untuk mencapai impian," pungkas Ceferin.