Dia ditunjuk langsung Sampdoria. Mengasuh angkatan pertama Primavera seperti Kurnia Sandi dan Yeyen Tumena. Sempat melanglang ke Mali tapi berhenti karena urusan dukun.
Jauh sebelum Shin Tae-yong memimpin tim nasional Indonesia U-19 menuju Piala Dunia U-20 2021, PSSI pernah mempekerjakan Romano Matte. Tugasnya, menggapai mimpi tampil pada Piala Dunia U-20 1995 di Qatar serta Olimpiade 1996 di Atalanta.



Awalnya, Piala Dunia U-20 akan digelar di Nigeria. Tapi, akibat wabah meningitis yang sedang melanda, FIFA memutuskan menggelar kompetisi junior itu di Timur Tengah. Memilih Qatar sebagai penyelenggara, turnamen berlangsung pada 13-28 April 1995 di tiga stadion yang ada di Doha.

Untuk mengulang prestasi tampil di Piala Dunia Junior 1979, PSSI menyiapkan skuad yang digadang-gadang akan menjadi masa depan sepakbola Indonesia. Sekumpulan anak muda berbakat dari seluruh penjuru Nusantara dikumpulkan di Jakarta. Selanjutnya, diterbangkan ke Italia untuk berkompetisi di Primavera. Karena itu, tim tersebut dikenal sebagai PSSI Primavera.

Proyek ambisius itu didanai Nirwan Bakrie bekerja sama dengan Sampdoria ketika dipimpin pengusaha minyak ternama Italia pada masa tersebut, Paolo Mantovani. Para pemain yang berangkat ke Italia dibagi dalam beberapa gelombang setelah menjalani seleksi ketat.

Di angkatan pertama ada Kurnia Sandi, Ari Supriarso, Gusnedi Adang, Anang Maruf, Eko Purjianto, Yeyen Tumena, Dwi Prio Utomo, Fauzi Irfan, Supriono, Bima Sakti, Nurul Huda, Frido Yuwanto, dan Trimur Vedayanto. Lalu, Dedy Umarella, Ismayana, Ilham Romadhona, Arisandi, Dian Irsandi, serta Ferry Taufik. Ada lagi Kurniawan Dwi Yulianto, Indriyanto Nugroho, Asep Dayat, hingga Irwan Fahrezie.

Setelah itu, beberapa pemain tambahan didatangkan. Contohnya, Aples Tecuari, Alex Pulalo, Chris Yarangga, dan Andi Iswantoro.

Untuk menangani para pemain tersebut, Sampdoria atas persetujuan PSSI menunjuk Matte sebagai pelatih. Nakhoda kelahiran Verona, 17 Januari 1939, itu dibantu Danurwindo dan Harry Tjong sebagai asisten pelatih. Konon, saat itu Matte hanya menerima bayaran Rp17 juta per bulan.

"Mantovani yang hebat memiliki ide brilian. Dia memiliki rekan pengusaha minyak di Indonesia yang juga pengurus PSSI. Saat itu dia mengatakan ingin mengirim tim (belajar sepakbola) ke Italia dan Mantovani membantunya. Mantovani menempatkan saya sebagai penanggung jawab," kata Matte dalam sebuah kesempatan, dilansir Sampnews24.

Selama berbulan-bulan menimba ilmu di Italia, timnas U-19 dianggap matang dan siap tampil di ajang yang sebenarnya, Piala Asia U-19 1994. Ajang itu sekaligus menjadi fase kualifikasi Piala Dunia U-20 1995. Secara logis, itu menjadi pembuktian perdana hasil kerja keras Matte.

"Orang-orang yang datang ke sini (para pemain muda Indonesia) luar biasa. Kami tampil luar biasa di (kompetisi) Primavera. Lalu, saya dipanggil ke Indonesia untuk menangani timnas U-18, lalu U-21, dan Kualifikasi Olimpiade," tambah pria yang sudah menjadi pelatih sepakbola sejak 1964 tersebut.

Tampil di Jakarta pada 11-25 September 1994, Indonesia tergabung di Grup A bersama Suriah, Irak, Qatar, dan Kazahkstan. Mengawali pertarungan melawan Qatar, Indonesia hanya bisa bermain imbang 1-1. Selanjutnya, pada laga kedua, Garuda Muda dibantai Suriah 0-4.

Sempat menang 3-0 atas Kazahkstan, Indonesia justru bermain imbang tanpa gol melawan Irak di partai terakhir. Dengan hanya mengumpulkan 5 poin, Garuda Muda gagal ke semifinal. Mimpi ke Piala Dunia U-20 juga pupus karena Suriah dan Jepang yang akhirnya menjadi wakil AFC, sementara Qatar sebagai tuan rumah dadakan.

Tersingkir menyakitkan darii Piala Asia U-19 tidak membuat PSSI berniat membubarkan tim Primavera. Justru, mereka diminta terjun ke Kualifikasi Olimpiade 1996. Pada ajang itu, Indonesia tampil lebih memalukan lagi setelah tersingkir di Putaran I. Garuda Muda dikalahkan Korea Selatan 1-2 dan 0-1 dalam dua laga home-away. Meski kemudian dua kali mengalahkan Hongkong, Indonesia tetap tidak bisa lolos ke Putaran II.

Dengan rentetan kegagalan yang didapatkan, Matte mendapatkan kesempatan memimpin tim senior ke SEA Games 1995. Di Chiang Mai, Indonesia tergabung dengan Thailand, Vietnam, Malaysia, dan Kamboja. Hasilnya, gagal lolos ke semifinal.

Setelah melewati tiga turnamen dengan kagagalan, kerjasama PSSI dengan Matte akhirnya dihentikan. Danurwindo menjadi pelatih Indonesia selanjutnya. Dia mendapatkan tugas memimpin pasukan Garuda ke Piala Asia dan Piala Tiger 1996.

Dari Jakarta, Matte kembali ke kampung halamannya. Sempat menganggur beberapa tahun, dia tunjuk memimpin Mali pada musim panas 2000. Tapi, karier Matte di negara itu tidak berlangsung lama. Pada 2001, dia berhenti dengan alasan yang cukup unik terkait takhayul. Selain hasil minor, dia berhenti setelah berselisih mengenai dukun yang mendampingi timnya.

"Di Mali, agama telah menempatkan dirinya pada budaya animisme kuno. Tapi, tradisi tertentu tetap bertahan. Orang-orang masih percaya pada fetisisme, mata jahat, dan ritual magis," ujar Matte tentang pengalaman melatih di Mali, dilansir La Repubblica.