Di Indonesia klub berganti nama semudah berganti baju. Alasannya merger hingga pindah kota.
Pergantian nama, merger, hingga pindah kota adalah fenomena yang umum dijumpai di sepakbola Indonesia. Sejak 2008, setidaknya ada 19 klub Liga 1, Liga 2, maupun Liga 3 yang berubah bentuk.
Pada era profesional dan industri sepakbola, perubahan nama, perpindahan markas, pembubaran, penggabungan, hingga pendirian klub baru adalah hal wajar. Sebelum menemukan bentuk seperti sekarang, klub-klub profesional di Eropa juga melakukan hal yang sama.
Tim besar seperti Inter Milan misalnya yang sempat menjadi Ambrosiana-Inter. begitu juga Sampdoria yang merupakan hasil merger Sampierdarenese dengan Andrea Doria. Ada lagi AS Roma yang merupakan penggabungan 3 klub, yaitu Roman FC, SS Alba-Audace, dan Fortitudo-Pro Roma SGS.
Di Inggris, klub sebesar Manchester United menggunakan nama Newton Heath LYR Football Club saat didirikan. Sementara klub rival domestik The Red Devils, Manchester City, awalnya bernama St. Mark's West Gorton sebelum berganti menjadi Ardwick Association Football Club.
Sama seperti fenomena yang terjadi di beberapa klub Indonesia masa kini, perubahan nama maupun merger yang dilakukan adalah murni faktor finansial. Selain dana, dukungan suporter juga menjadi hal yang membuat beberapa tim profesional Indonesia berpindah-pindah kota beberapa kali.
Berikut ini 19 klub di sepakbola profesional yang berganti nama di era Liga Indonesia
1. Dewa United (Martapura FC)
Dewa United menjadi klub terbaru yang berganti nama, kepemilikan, dan markas. Klub ini membeli lisensi dan saham Martapura FC. Klub dari Kalimantan Selatan tersebut selama beberapa tahun bermain di Liga 2. Setelah bertransformasi menjadi Dewa United, nantinya akan tetap di Liga 2. Hanya saja markas klub berpindah ke Tangerang.
2. Putra Safin Group (Putra Sinar Giri)
Putra Safin Group (PSG) Pati menjadi fenomena dalam beberapa bulan terakhir setelah mengambil alih hak Putra Sinar Giri (PSG) Gresik di Liga 2. Bukan semata pengambilalihan itu yang mengejutkan, melainkan juga keseriusan Saiful Arifin (Safin) selaku pemain PSG.
Pria yang juga menjabat sebagai Wakil Bupati Pati, Jawa Tengah, itu tidak hanya ingin berkompetisi, melainkan juga membangun akademi kelas dunia. PSG memiliki kompleks latihan berstandar internasional di Pati dengan sejumlah lapangan berstandar FIFA. Mereka juga mencari pemain hingga ke pelosok Indonesia untuk diberi beasiswa sepakbola di Safin Putra Football Academy (SPFA).
3. Hizbul Wathan Sidoarjo (Semeru FC Lumajang, Persigo Gorontalo)
Dimiliki salah satu ormas keagamaan di Jawa Timur, Hizbul Wathan Sidoarjo berencana mengikuti Liga 2 2020. Tapi, belum terlaksana karena pandemi Covid-19 sudah terlanjur menghantam. Klub ini membeli lisensi Semeru FC Lumajang. Uniknya, Semeru sebelumnya bernama Persigo Gorontalo.
4. Muba Babel United (Babel United, Timah Babel dan Aceh United)
Muba Babel United sebelumnya bernama Babel United. Babel United terbentuk dari hasil merger Timah Babel dengan Aceh United. Sekarang, klub ini bermarkas di Musi Banyuasin, Sumatera Selatan.
5. Persikabo 1973 (TIRA-Persikabo dan Persikabo, PS TIRA, PS TNI, Persiram Raja Ampat)
Agar tidak bingung dengan keberadaan Persikabo 1973, perlu dipahami bahwa tim yang bermarkas di Stadion Pakansari, Cibinong, itu merupakan hasil merger dua klub, yaitu Persikabo Kabupaten Bogor dengan TIRA-Persikabo. Tujuannya supaya mendapatkan simpati dari warga Kabupaten Bogor, yang ternyata lebih menggemari Persikabo dibanding TIRA-Persikabo, meski hanya main di Liga 2.
Uniknya, TIRA-Persikabo menjadi tim yang cukup senang ganti nama. Sebelumnya, mereka menggunakan nama PS TIRA, yang merupakan kepanjangan TNI dan rakyat. Sebelumnya lagi PS TIRA bernama PS TNI.
Lalu, dari mana PS TNI berasal? Klub yang berdiri di era Gatot Nurmantyo saat menjadi Panglima TNI itu membeli hak dan lisensi Persiram Raja Ampat. Klub dari Kabupaten Raja Ampat di Provinsi Papua Barat tersebut sempat berkiprah di Indonesia Super League (ISL) sebelum kehabisan dana.
6. Badak Lampung (Perseru Serui)
Badak Lampung hanya sempat menikmati Liga 1 selama 1 musim sebelum terdegradasi ke Liga 2. Klub yang dimiliki Bukalapak itu bisa berkompetisi setelah membeli hak Perseru Serui. Cendrawasih Jingga harus gulung tikar setelah sempat bermain di Liga 1. Ongkos transportasi yang tinggi dari Serui ke luar Papua menjadi faktor utama yang membuat Perseru bangkrut.
7. Bandung United (Blitar United)
Ingin meniru klub-klub di Eropa yang memiliki tim satelit seperti Real Madrid Castilla atau Barcelona B, Persib Bandung memutuskan membentuk Bandung United untuk berlaga di Liga 2. Isinya, pemain-pemain muda dan cadangan milik Maung Bandung. Tim ini mengambil lisensi Blitar United. Kucing Hitam didirikan di Blitar pada 2012 dan berjuang dari Liga 3 Jawa Timur hingga Liga 2 sebelum akhirnya bangkrut.
8. Sulut United (Bogor United, Persikad Depok)
Sulut United memulai kiprah di Liga 2 dari membeli hak Bogor FC. Sebelum menjadi Bogor FC, tim ini bernama Persikad Depok, yang didirikan pada 1990 oleh Yuyun Wirasaputra. Klub ini sempat bermain di era Divisi Utama. Tapi, akibat krisis keuangan, Persikad dijual ke Bogor FC.
Untuk merespons kepergian Persikad ke Bogor dan Manado, suporter membentuk Persikad 1999 27 April 2018. Saat ini Persikad 1999 bermain di Liga 3 Jawa Barat. Kisah mereka mirip dengan Wimbledon yang menjadi Milton Keynes Dons dan AFC Wimbledon.
9. 757 Kepri Jaya Batam (Bintang Jaya Asahan dan YSK 757 Karimun)
757 Kepri Jaya Batam didirikan pada 2017 sebagai hasil merger Bintang Jaya Asahan dan YSK 757 Karimun. Sempat bermain di Liga 2, tim yang bermarkas di Gelora Citramas, Batam, itu kini bermain di Liga 3.
10. Lampung Sakti (Persires Sukoharjo, Kuningan FC, Persires Cirebon, Persires Banjarnegara, Persires Bali Devata FC, Persires Rengat)
Lampung Sakti bubar pada 2019 setelah sempat bermain di Liga 2 dan Liga 3. Padahal, klub ini baru dibentuk pada 2017 melewati berbagai proses merger dengan banyak tim. Awalnya, mereka bernama Persires Rengat yang didirikan pada 1962.
Ketika Liga Primer Indonesia (LPI) lahir dan kemudian bertransformasi menjadi Indonesia Premier League (IPL), klub pesertanya disarankan merger, termasuk Bali Devata. Pada 2011, klub menjadi Persires Bali Devata. Lalu, Persires Banjarnegara (2013), Persires Cirebon (2013), Kuningan FC (2014), Persires Sukoharjo (2015), dan akhirnya Lampung Sakti FC (2017-2019).
11. Sragen United (Laga FC Surabaya)
Didirikan 2017, Sragen United bubar pada 2018. Padahal, klub ini membeli lisensi Laga FC Surabaya dengan Rp5 miliar untuk merumput di Liga 2. Laga FC sempat berkompetisi di Liga Nusantara (Liga 3) hingga promosi ke Liga 2 dan berpindah ke Sragen.
12. Madura FC (Persebo Musi Raya, Persebo Bondowoso)
Madura FC didirikan sebagai Persebo Bondowoso pada 1970. Mereka berhasil naik pangkat ke Divisi II pada 2010 setelah mengalahkan PSIK Klaten. Pada 2012, mereka memenangkan promosi ke Divisi Utama. Persebo berubah nama menjadi Persebo Musi Raya setelah pindah ke Musi Banyuasin. Pada akhir Maret 2017, Persebo Musi Raya berganti nama menjadi Madura FC setelah pindah homebase ke Sumenep, Jawa Timur.
13. Madura United (Persipasi Bandung Raya, Pelita Bandung Raya dan Persipasi Bekasi, Pelita Krakatau Steel, Pelita Bakrie, Pelita Solo, Pelita Mastrans, Pelita Jaya)
Madura United memiliki sejarah yang panjang dalam pergantian nama dan perpindahan kandang. Sebelum eksis di Liga 1 sampai saat ini, Laskar Sapeh Kerab berasal dari Pelita Jaya (1986-1997).
Klub kemudian berubah menjadi Pelita Mastrans (1997), Pelita Bakrie (1998-1999), Pelita Solo (2000-2002), Pelita Krakatau Steel (2002-2006), Pelita Jaya Purwakarta, Pelita Jabar (2008-2009), Pelita Jaya Karawang (2010-2012), Pelita Bandung Raya (2012-2015), Persipasi Bandung Raya (2015), dan Madura United (sejak 2016).
14. Bhayangkara FC (Persebaya Surabaya United dan PS Polri, Persikubar Kutai Barat)
Sejak kelahirannya, Bhayangkara FC menjadi klub yang penuh kontroversi. Salah satunya karena sempat menggunakan lisensi Persebaya Surabaya ketika dualisme kompetisi terjadi di Indonesia.
Bhayangkara bermula pada 2010 ketika Persikubar Kutai Barat dikuasai Vigit Waluyo dan Wishnu Wardhana. Ketika Persikubar menguasai Persebaya, maka Persebaya yang asli membentuk Persebaya 1927. Masalah berlanjut ketika klub berganti nama menjadi Surabaya United dan bergabung dengan PS Polri untuk tampil di Piala Bhayangkara 2016.
Setelah itu, mereka berganti lagi menjadi Bhayangkara Surabaya United dan Bhayangkara FC. Bhayangkara berubah lagi menjadi Bhayangkara Solo setelah memutuskan pindah ke Stadion Manahan, Solo, pada akhir 2020.
15. Celebest FC (Villa 2000)
Abdee Negara Nurdin, pentolan Slank, merupakan sosok penting dibalik terbentuknya Celebest FC. Karena kecintaannya pada kampung halaman, Palu, Abdee dengan PT. Celebest Indonesia Andal mengakuisisi kepemilikan Villa 2000 FC. Klub memindahkan markas dari Tangerang ke Palu. Tapi, prestasi mereka kurang bagus sehingga klub kini ada di Liga 3.
16. Bali United (Persisam Putra Samarinda)
Bali United adalah contoh sukses klub yang berganti nama, berganti pemilik, dan berganti kota. Mengawali dari Persisam Putra Samarinda, Serdadu Tridatu menjelma menjadi klub terbaik Indonesia dengan menjuarai Liga 1 2019. Mereka juga tim sepakbola pertama di Indonesia yang melepas saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) Jakarta.
17. Borneo FC (Perseba Bangkalan)
Ketika Persisam Putra Samarinda pindah ke Bali, kekosongan klub sepakbola di Samarinda langsung diisi dengan Borneo FC. Melalui PT Nahusam Pratama Indonesia milik Nabil Husein, mereka membeli lisensi Perseba Bangkalan pada 7 Maret 2014. Sejak menjuarai Divisi Utama 2014 dan bermain di ISL 2015, Borneo masih eksis di Liga 1.
18. Sriwijaya FC (Persijatim Solo, Persijatim Jakarta Timur)
Klub ini didirikan pada 1976 dengan nama Persijatim Jakarta Timur dengan home base di Jakarta Timur. Akibat krisis finansial, klub tersebut dijual dan dipindahkan ke Solo, Jawa Tengah, pada 2002 dan berganti nama menjadi Persijatim Solo FC.
Pada 2004, Pemerintah Sumatera Selatan membeli Persijatim yang dililit hutang karena mereka ingin mengelola tim sepakbola yang berbasis di Palembang. Klub kembali berganti nama menjadi Sriwijaya FC dan memindahkan markasnya ke Palembang, Sumatera Selatan.
Sejak pindah ke Palembang, Sriwijaya menjadi klub yang cukup berprestasi. Mereka menjuarai Liga Indonesia (Divisi Utama atau ISL) 2 kali, Piala Indonesia 3 kali, Indonesian Community Shield 1 kali, dan Inter Island Cup 2 kali.
19. Mitra Kukar (Mitra Kalteng Putra, Mitra Surabaya, NIAC Mitra)
Klub ini didirikan pada 1979 sebagai NIAC Mitra. NIAC adalah singkatan dari New International Amusement Center, yang diduga merupakan kasino besar di Surabaya pada tahun 1970-an. NIAC dibubarkan oleh pemiliknya, Alexander Wenas, pada 24 September 1990.
Lalu, klub pengganti bernama Mitra Surabaya didirikan pada 1993. Setelah terdegradasi ke Divisi Utama, klub tersebut pindah ke Palangkaraya, Kalimantan Tengah dan berganti nama menjadi Mitra Kalteng Putra (MKP) pada 1999. Di penghujung musim 2001, klub terdegradasi ke Divisi II. Masalah keuangan membuat klub dipinjamkan ke Suryanto Anwar.
Setelah itu mereka pindah ke Tenggarong, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Kepemilikan baru berdampak besar. Di penghujung musim 2003, Mitra Kukar dipromosikan ke Divisi Utama. Pada musim 2005, pemilik baru membeli sepenuhnya Mitra Kukar. Pada akhir musim 2007, Mitra Kukar berhasil dipromosikan ke Divisi Utama, setelah finish pertama. Di Divisi Utama 2010/2011, Mitra Kukar dipromosikan ke ISL.
Pada era profesional dan industri sepakbola, perubahan nama, perpindahan markas, pembubaran, penggabungan, hingga pendirian klub baru adalah hal wajar. Sebelum menemukan bentuk seperti sekarang, klub-klub profesional di Eropa juga melakukan hal yang sama.
BACA FEATURE LAINNYA
20 Pemain Tengah Abad 21 dengan Gol Terbanyak Sepanjang Karier
20 Pemain Tengah Abad 21 dengan Gol Terbanyak Sepanjang Karier
1. Dewa United (Martapura FC)
Dewa United menjadi klub terbaru yang berganti nama, kepemilikan, dan markas. Klub ini membeli lisensi dan saham Martapura FC. Klub dari Kalimantan Selatan tersebut selama beberapa tahun bermain di Liga 2. Setelah bertransformasi menjadi Dewa United, nantinya akan tetap di Liga 2. Hanya saja markas klub berpindah ke Tangerang.
BACA FEATURE LAINNYA
5 Pemain Berstatus Kuda Hitam Pesaing Ballon d'Or 2021
5 Pemain Berstatus Kuda Hitam Pesaing Ballon d'Or 2021
2. Putra Safin Group (Putra Sinar Giri)
Putra Safin Group (PSG) Pati menjadi fenomena dalam beberapa bulan terakhir setelah mengambil alih hak Putra Sinar Giri (PSG) Gresik di Liga 2. Bukan semata pengambilalihan itu yang mengejutkan, melainkan juga keseriusan Saiful Arifin (Safin) selaku pemain PSG.
Pria yang juga menjabat sebagai Wakil Bupati Pati, Jawa Tengah, itu tidak hanya ingin berkompetisi, melainkan juga membangun akademi kelas dunia. PSG memiliki kompleks latihan berstandar internasional di Pati dengan sejumlah lapangan berstandar FIFA. Mereka juga mencari pemain hingga ke pelosok Indonesia untuk diberi beasiswa sepakbola di Safin Putra Football Academy (SPFA).
3. Hizbul Wathan Sidoarjo (Semeru FC Lumajang, Persigo Gorontalo)
Dimiliki salah satu ormas keagamaan di Jawa Timur, Hizbul Wathan Sidoarjo berencana mengikuti Liga 2 2020. Tapi, belum terlaksana karena pandemi Covid-19 sudah terlanjur menghantam. Klub ini membeli lisensi Semeru FC Lumajang. Uniknya, Semeru sebelumnya bernama Persigo Gorontalo.
4. Muba Babel United (Babel United, Timah Babel dan Aceh United)
Muba Babel United sebelumnya bernama Babel United. Babel United terbentuk dari hasil merger Timah Babel dengan Aceh United. Sekarang, klub ini bermarkas di Musi Banyuasin, Sumatera Selatan.
5. Persikabo 1973 (TIRA-Persikabo dan Persikabo, PS TIRA, PS TNI, Persiram Raja Ampat)
Agar tidak bingung dengan keberadaan Persikabo 1973, perlu dipahami bahwa tim yang bermarkas di Stadion Pakansari, Cibinong, itu merupakan hasil merger dua klub, yaitu Persikabo Kabupaten Bogor dengan TIRA-Persikabo. Tujuannya supaya mendapatkan simpati dari warga Kabupaten Bogor, yang ternyata lebih menggemari Persikabo dibanding TIRA-Persikabo, meski hanya main di Liga 2.
Uniknya, TIRA-Persikabo menjadi tim yang cukup senang ganti nama. Sebelumnya, mereka menggunakan nama PS TIRA, yang merupakan kepanjangan TNI dan rakyat. Sebelumnya lagi PS TIRA bernama PS TNI.
Lalu, dari mana PS TNI berasal? Klub yang berdiri di era Gatot Nurmantyo saat menjadi Panglima TNI itu membeli hak dan lisensi Persiram Raja Ampat. Klub dari Kabupaten Raja Ampat di Provinsi Papua Barat tersebut sempat berkiprah di Indonesia Super League (ISL) sebelum kehabisan dana.
6. Badak Lampung (Perseru Serui)
Badak Lampung hanya sempat menikmati Liga 1 selama 1 musim sebelum terdegradasi ke Liga 2. Klub yang dimiliki Bukalapak itu bisa berkompetisi setelah membeli hak Perseru Serui. Cendrawasih Jingga harus gulung tikar setelah sempat bermain di Liga 1. Ongkos transportasi yang tinggi dari Serui ke luar Papua menjadi faktor utama yang membuat Perseru bangkrut.
7. Bandung United (Blitar United)
Ingin meniru klub-klub di Eropa yang memiliki tim satelit seperti Real Madrid Castilla atau Barcelona B, Persib Bandung memutuskan membentuk Bandung United untuk berlaga di Liga 2. Isinya, pemain-pemain muda dan cadangan milik Maung Bandung. Tim ini mengambil lisensi Blitar United. Kucing Hitam didirikan di Blitar pada 2012 dan berjuang dari Liga 3 Jawa Timur hingga Liga 2 sebelum akhirnya bangkrut.
8. Sulut United (Bogor United, Persikad Depok)
Sulut United memulai kiprah di Liga 2 dari membeli hak Bogor FC. Sebelum menjadi Bogor FC, tim ini bernama Persikad Depok, yang didirikan pada 1990 oleh Yuyun Wirasaputra. Klub ini sempat bermain di era Divisi Utama. Tapi, akibat krisis keuangan, Persikad dijual ke Bogor FC.
Untuk merespons kepergian Persikad ke Bogor dan Manado, suporter membentuk Persikad 1999 27 April 2018. Saat ini Persikad 1999 bermain di Liga 3 Jawa Barat. Kisah mereka mirip dengan Wimbledon yang menjadi Milton Keynes Dons dan AFC Wimbledon.
9. 757 Kepri Jaya Batam (Bintang Jaya Asahan dan YSK 757 Karimun)
757 Kepri Jaya Batam didirikan pada 2017 sebagai hasil merger Bintang Jaya Asahan dan YSK 757 Karimun. Sempat bermain di Liga 2, tim yang bermarkas di Gelora Citramas, Batam, itu kini bermain di Liga 3.
10. Lampung Sakti (Persires Sukoharjo, Kuningan FC, Persires Cirebon, Persires Banjarnegara, Persires Bali Devata FC, Persires Rengat)
Lampung Sakti bubar pada 2019 setelah sempat bermain di Liga 2 dan Liga 3. Padahal, klub ini baru dibentuk pada 2017 melewati berbagai proses merger dengan banyak tim. Awalnya, mereka bernama Persires Rengat yang didirikan pada 1962.
Ketika Liga Primer Indonesia (LPI) lahir dan kemudian bertransformasi menjadi Indonesia Premier League (IPL), klub pesertanya disarankan merger, termasuk Bali Devata. Pada 2011, klub menjadi Persires Bali Devata. Lalu, Persires Banjarnegara (2013), Persires Cirebon (2013), Kuningan FC (2014), Persires Sukoharjo (2015), dan akhirnya Lampung Sakti FC (2017-2019).
11. Sragen United (Laga FC Surabaya)
Didirikan 2017, Sragen United bubar pada 2018. Padahal, klub ini membeli lisensi Laga FC Surabaya dengan Rp5 miliar untuk merumput di Liga 2. Laga FC sempat berkompetisi di Liga Nusantara (Liga 3) hingga promosi ke Liga 2 dan berpindah ke Sragen.
12. Madura FC (Persebo Musi Raya, Persebo Bondowoso)
Madura FC didirikan sebagai Persebo Bondowoso pada 1970. Mereka berhasil naik pangkat ke Divisi II pada 2010 setelah mengalahkan PSIK Klaten. Pada 2012, mereka memenangkan promosi ke Divisi Utama. Persebo berubah nama menjadi Persebo Musi Raya setelah pindah ke Musi Banyuasin. Pada akhir Maret 2017, Persebo Musi Raya berganti nama menjadi Madura FC setelah pindah homebase ke Sumenep, Jawa Timur.
13. Madura United (Persipasi Bandung Raya, Pelita Bandung Raya dan Persipasi Bekasi, Pelita Krakatau Steel, Pelita Bakrie, Pelita Solo, Pelita Mastrans, Pelita Jaya)
Madura United memiliki sejarah yang panjang dalam pergantian nama dan perpindahan kandang. Sebelum eksis di Liga 1 sampai saat ini, Laskar Sapeh Kerab berasal dari Pelita Jaya (1986-1997).
Klub kemudian berubah menjadi Pelita Mastrans (1997), Pelita Bakrie (1998-1999), Pelita Solo (2000-2002), Pelita Krakatau Steel (2002-2006), Pelita Jaya Purwakarta, Pelita Jabar (2008-2009), Pelita Jaya Karawang (2010-2012), Pelita Bandung Raya (2012-2015), Persipasi Bandung Raya (2015), dan Madura United (sejak 2016).
14. Bhayangkara FC (Persebaya Surabaya United dan PS Polri, Persikubar Kutai Barat)
Sejak kelahirannya, Bhayangkara FC menjadi klub yang penuh kontroversi. Salah satunya karena sempat menggunakan lisensi Persebaya Surabaya ketika dualisme kompetisi terjadi di Indonesia.
Bhayangkara bermula pada 2010 ketika Persikubar Kutai Barat dikuasai Vigit Waluyo dan Wishnu Wardhana. Ketika Persikubar menguasai Persebaya, maka Persebaya yang asli membentuk Persebaya 1927. Masalah berlanjut ketika klub berganti nama menjadi Surabaya United dan bergabung dengan PS Polri untuk tampil di Piala Bhayangkara 2016.
Setelah itu, mereka berganti lagi menjadi Bhayangkara Surabaya United dan Bhayangkara FC. Bhayangkara berubah lagi menjadi Bhayangkara Solo setelah memutuskan pindah ke Stadion Manahan, Solo, pada akhir 2020.
15. Celebest FC (Villa 2000)
Abdee Negara Nurdin, pentolan Slank, merupakan sosok penting dibalik terbentuknya Celebest FC. Karena kecintaannya pada kampung halaman, Palu, Abdee dengan PT. Celebest Indonesia Andal mengakuisisi kepemilikan Villa 2000 FC. Klub memindahkan markas dari Tangerang ke Palu. Tapi, prestasi mereka kurang bagus sehingga klub kini ada di Liga 3.
16. Bali United (Persisam Putra Samarinda)
Bali United adalah contoh sukses klub yang berganti nama, berganti pemilik, dan berganti kota. Mengawali dari Persisam Putra Samarinda, Serdadu Tridatu menjelma menjadi klub terbaik Indonesia dengan menjuarai Liga 1 2019. Mereka juga tim sepakbola pertama di Indonesia yang melepas saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) Jakarta.
17. Borneo FC (Perseba Bangkalan)
Ketika Persisam Putra Samarinda pindah ke Bali, kekosongan klub sepakbola di Samarinda langsung diisi dengan Borneo FC. Melalui PT Nahusam Pratama Indonesia milik Nabil Husein, mereka membeli lisensi Perseba Bangkalan pada 7 Maret 2014. Sejak menjuarai Divisi Utama 2014 dan bermain di ISL 2015, Borneo masih eksis di Liga 1.
18. Sriwijaya FC (Persijatim Solo, Persijatim Jakarta Timur)
Klub ini didirikan pada 1976 dengan nama Persijatim Jakarta Timur dengan home base di Jakarta Timur. Akibat krisis finansial, klub tersebut dijual dan dipindahkan ke Solo, Jawa Tengah, pada 2002 dan berganti nama menjadi Persijatim Solo FC.
Pada 2004, Pemerintah Sumatera Selatan membeli Persijatim yang dililit hutang karena mereka ingin mengelola tim sepakbola yang berbasis di Palembang. Klub kembali berganti nama menjadi Sriwijaya FC dan memindahkan markasnya ke Palembang, Sumatera Selatan.
Sejak pindah ke Palembang, Sriwijaya menjadi klub yang cukup berprestasi. Mereka menjuarai Liga Indonesia (Divisi Utama atau ISL) 2 kali, Piala Indonesia 3 kali, Indonesian Community Shield 1 kali, dan Inter Island Cup 2 kali.
19. Mitra Kukar (Mitra Kalteng Putra, Mitra Surabaya, NIAC Mitra)
Klub ini didirikan pada 1979 sebagai NIAC Mitra. NIAC adalah singkatan dari New International Amusement Center, yang diduga merupakan kasino besar di Surabaya pada tahun 1970-an. NIAC dibubarkan oleh pemiliknya, Alexander Wenas, pada 24 September 1990.
Lalu, klub pengganti bernama Mitra Surabaya didirikan pada 1993. Setelah terdegradasi ke Divisi Utama, klub tersebut pindah ke Palangkaraya, Kalimantan Tengah dan berganti nama menjadi Mitra Kalteng Putra (MKP) pada 1999. Di penghujung musim 2001, klub terdegradasi ke Divisi II. Masalah keuangan membuat klub dipinjamkan ke Suryanto Anwar.
Setelah itu mereka pindah ke Tenggarong, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Kepemilikan baru berdampak besar. Di penghujung musim 2003, Mitra Kukar dipromosikan ke Divisi Utama. Pada musim 2005, pemilik baru membeli sepenuhnya Mitra Kukar. Pada akhir musim 2007, Mitra Kukar berhasil dipromosikan ke Divisi Utama, setelah finish pertama. Di Divisi Utama 2010/2011, Mitra Kukar dipromosikan ke ISL.