Gudjohnsen pernah menggantikan ayahnya dalam sebuah pertandingan di tim nasional Islandia. Unik.
Islandia memang tak sepopuler negara Eropa lain dalam kancah sepak bola. Walau begitu, negara yang terletak di sebelah utara Samudera Atlantik ini punya figur yang layak diacungi dua jempol.
Sosok yang dimaksud adalah Eidur Gudjohnsen. Pria berusia 42 tahun itu pernah mengharumkan nama negaranya ketika membela sejumlah klub top Eropa, seperti PSV Eindhoven, Chelsea, Barcelona, hingga AS Monaco.
Sebelum membahas tentang kariernya, mari kita kupas mengenai sosok kelahiran Reykjavic, 15 September 1978. Sebelum mendapat popularitas, orang di Islandia pertama kali mengenal Gudjohnsen pada 24 April 1996.
Pada momen tersebut, Islandia bertanding melawan Estonia di Tallinn. Islandia dibintangi oleh Arnor Gudjohnsen yang saat itu berusia 34 tahun, salah satu penyerang top Our Boys sekaligus ayah Gudjohnsen.
Lalu, bagaimana masyarakat Islandia mengenal Eidur? Ternyata, Eidur turut disertakan di laga itu sebagai pemain cadangan. Dia berusia 17 tahun saat itu dan mendapat kesempatan menjalani debut saat menggantikan ayahnya yang mengalami cedera.
Isyarat sentimental sempat diberikan sang ayah kepada putranya saat itu, sebuah pemandangan yang sangat dramatis. Sayang, harapan Eidur berlaga bersama ayahnya saat menghadapi Estonia harus pupus.
Para penggemar Islandia sangat berharap keduanya dapat berlaga bersama, menjadi duet ayah dan anak dalam skuad Our Boys. Namun, takdir tidak berpihak karena keduanya tidak pernah bermain berdampingan satu sama lain.
Ketika ayahnya pulih dari cedera, justru Eidur yang terpaksa absen selama dua tahun karena dibekap cedera. Hingga, sang ayah akhirnya memutuskan gantung sepatu dari timnas pada 1997. Situasi itu ternyata menginspirasi Eidur untuk lebih baik dari ayahnya.
Eidur muda kemudian memiliki karier yang luar biasa, melampaui pencapaian ayahnya dan menjadi pencetak gol terbanyak Islandia selama 20 tahun pengabdian bersama Our Boys. Dia menjadi figur pesepak bola terbesar yang pernah ada di negara itu.
Setelah memulai kariernya dengan klub Islandia, Valur, Eidur dikontrak PSV Eindhoven pada 1994. Dia mendapat kesempatan berduet dengan striker Brasil yang sangat produktif kala itu, Ronaldo Luis Nazario de Lima. Kolaborasi bersama Ronaldo adalah kemitraan yang menjanjikan banyak hal.
Namun, duet mereka berakhir tragis. Mereka hanya menjalani sekitar selusin pertandingan setelah nasib kejam menghantam Eidur. Cedera pergelangan kaki serius dialaminya hingga berujung masa peminjaman ke KR Reykjavík untuk memulihkan kebugarannya.
Pada saat Eidur kembali ke Belanda, Ronaldo telah dipindahkan ke Barcelona oleh mantan pelatih PSV, Sir Bobby Robson. Masa depan Eidur PSV ternyata tak berlangsung lama, apalagi manajemen PSV sepertinya khawatir dengan kondisi kebugaran Eidur.
Dia akhirnya dilepas, meski tak seberuntung Ronaldo di Barcelona. Eidur dipindahkan ke lingkungan yang tidak glamor, tepatnya di Stadion Reebok, kandang Bolton Wanderers. Namun, di bawah bimbingan Sam Allardyce, Eidur justru bertemu masa berkembang yang luar biasa.
Kemampuan Eidur pada awalnya memang tidak begitu menonjol, bahkan dinilai biasa saja oleh sebagian pengamat. Dirinya bahkan diragukan dapat bertahan di Liga Inggris. Namun, di bawah asuhan Allardyce, Eidur mengalami peningkatan kualitas permainan yang sangat signifikan.
Kelihaian Eidur dalam beradaptasi dengan permainan sepak bola Inggris plus kehebatan pelatih (Allardyce) terbukti meningkatkan kualitas bermainnya. Penampilan Eidur selama dua tahun di Lancashire menghasilkan 26 gol dalam 73 penampilannya bersama The Trotters. Rekor sebanyak 51 penampilan di masa tugas keduanya di Stadion Reebok juga menggambarkan bahwa tidak ada masalah berkepanjangan dari cederanya tersebut.
Pada Juni 2000, Chelsea mengeluarkan 4,5 juta untuk mengamankan jasanya. The Blues berada dalam fase transisi bersama pelatih baru saat itu, Claudio Ranieri. Pelatih berpaspor Italia ini mengambil kendali di awal musim dan taktik 'Tinkerman' membuat Eidur mengalami kesulitan pada musim pertamanya di London Barat. Meskipun dia tampil lebih dari 30 laga, beberapa di antara kesempatan itu justru datang dari bangku cadangan.
Beruntung bagi Eidur, karena musim berikutnya sangat berbeda. Kedatangan Jimmy Floyd Hasselbaink memberi Eidur partner penyerang yang ideal. Pasangan itu berkembang pesat, sehingga sukses mencetak 52 gol hasil kerjasama antara keduanya. Meski sering dianggap banyak orang sebagai pemain junior, aktor pendukung bintang Hasselbaink, Eidur ternyata mencetak 23 gol dari 52 gol tersebut. Itu akan menjadi musim paling produktif sepanjang kariernya.
Kedatangan Jose Mourinho dan Roman Abramovich membawa perubahan baru, tapi kemampuan Eidur tak menyurut. Dia justru tercatat sebagai salah satu striker terhebat di era tersebut. Eidur dianggap telah membuka gerbang persaingan yang kompetitif, seperti mencetak gol kemenangan melawan Manchester United di pertandingan pembukaan liga. Capaian Eidur itu menjadi pertanda The Blues siap mengancam dominasi Setan Merah.
Eidur tampil menonjol di tim Mourinho, meskipun dia dipindahkan lebih jauh ke peran lini tengah seiring berjalannya waktu. Sekali lagi, kemampuan Eidur beradaptasi terbukti menjadi kunci taktik Mourinho walau produktivitas Eidur menurun dalam urusan gol.
Walau begitu, Eidur masih sanggup mencetak banyak gol di lebih dari 40 pertandingan per musim. Dia masih kredibel di lingkungan paling kompetitif saat Chelsea melakukan pesta perebutan trofi di liga paling akbar sejagat raya.
Dukungan Mourinho plus kemurahan hati Abramovich, Eidur turut mempersembahkan gelar liga back-to-back dan trofi Piala Liga. Itu adalah bukti kontribusinya selama merumput di Stamford Bridge.
Sepanjang waktunya bersama Chelsea, Eidur bermain sebanyak 226 pertandingan dan mencetak 78 gol. Eidur sampai berkelakar ‘tidak buruk untuk seorang gelandang’ ketika dirinya mencetak gol fenomenal kontra Southampton.
Pada Juni 2006, tepat ketika hari-hari Mourinho di Chelsea mulai berakhir, Barcelona datang meminang Eidur dengan mahar 8 juta pounds. Ini adalah tawaran paling diimpikan oleh pemain mana pun, dan Eidur memilih mengikuti jejak mantan rekannya di PSV, Ronaldo, untuk pindah ke Catalunya.
Bermain di bawah asuhan Frank Rijkaard dan kemudian Pep Guardiola, Eidur bertahan di La Liga selama tiga tahun. Dia memenangkan Piala Super Spanyol di bawah pelatih asal Belanda (Rijkaard) itu, hingga menggapai kesuksesan besar ketika El Barca ditangani Guardiola.
Melihat pada jumlah gol yang dikontribusikan Eidur bersama Barcelona selama kariernya di klub, beberapa orang mungkin mempertanyakan apakah dia layak mendapat tempat di skuad yang sangat menaklukkan itu?
Seperti halnya Mourinho, Eidur terbukti menjadi pistol awal di masa kepemimpinan manajerial Guardiola yang gemilang. Kepemimpinan Guardiola saat itu tampak seperti ujian besar bagi Eidur. Kekalahan berliku di Soria dari Numancia, kemudian diikuti hasil imbang 1-1 di Camp Nou melawan Racing Santander.
Keraguan mulai muncul di tengah-tengah tim. Mungkin, Pep bukanlah orang yang tepat dan langkah manajemen memanggilnya dari tim B terlalu berlebihan. Mourinho saat itu dianggap pilihan yang lebih baik bersama El Barca.
Namun, Eidur menjadi pengubah skenario. Contohnya saat Barcelona bermain dengan Celta Vigo pada 2009. El Barcelona sempat unggul dua gol berkat Samuel Eto'o, tapi serangan dari Fabian Monzon dan Jose Mari telah membawa level klub Andalusia itu ke arah yang lebih sulit dari sebelumnya.
Serangan bertubi-tubi dari Celta masih mempengaruhi mental El Barca. Kemudian, saat pertandingan menyisakan waktu 16 menit, Guardiola mengirim Eidur menggantikan pemain Prancis, Ludovic Giuly. Enam menit kemudian, umpan silang dari Dani Alves mengarah kepada Eidur sehingga mengubah bola ke gawang kemudian gol kemenangan pun tercipta.
Barcelona berhasil bangkit hingga menyapu bersih semua trofi yang tersedia bagi mereka musim itu, seperti gelar La Liga, Copa del Rey, Supercopa de Espana, Liga Champions, dan Piala Super Eropa. Seandainya orang Islandia itu tidak memecahkan kebekuan di Galicia, masa depan Barcelona, Guardiola, dan khususnya sepak bola itu sendiri mungkin akan sangat berbeda.
Namun, Eidur hanya sanggup mencetak kurang dari 20 gol bersama Barcelona, walau memiliki rekan setim berkualitas seperti Messi, Eto'o, Giuly, Pedro, hingga Thierry Henry. Eidur seharusnya bisa mencetak lebih banyak gol.
Tahun-tahun bersama Chelsea dan Barcelona akan menjadi momen yang luar biasa dalam karier Eidur Gudjohnsen. Dia kemudian bermain untuk Monaco, Spurs, Stoke City, Fulham, AEK Athens, dan Club Brugge sebelum kembali sebentar ke Bolton, dan kemudian ke China bersama Shijiazhuang Ever Bright. Dia kemudian mengakhiri kariernya di Norwegia bersama Molde, dan memutuskan pensiun dua hari setelah ulang tahunnya ke-39.
Sepanjang kariernya, dia bermain lebih dari 650 pertandingan untuk lebih dari selusin klub berbeda. Dia mencetak 158 gol dan mengumpulkan sembilan trofi utama di sepanjang perjalanan kariernya. Hanya satu catatan sedih untuknya, di mana dirinya tidak pernah bermain bersama ayahnya.
Sosok yang dimaksud adalah Eidur Gudjohnsen. Pria berusia 42 tahun itu pernah mengharumkan nama negaranya ketika membela sejumlah klub top Eropa, seperti PSV Eindhoven, Chelsea, Barcelona, hingga AS Monaco.
BACA FEATURE LAINNYA
Messi, Haaland, Ronaldo: Siapa Bikin 100 Gol dengan Paling Sedikit Laga
Messi, Haaland, Ronaldo: Siapa Bikin 100 Gol dengan Paling Sedikit Laga
Para penggemar Islandia sangat berharap keduanya dapat berlaga bersama, menjadi duet ayah dan anak dalam skuad Our Boys. Namun, takdir tidak berpihak karena keduanya tidak pernah bermain berdampingan satu sama lain.
BACA VIRAL LAINNYA
Momen Sergio Ramos Terpental oleh Erling Haaland
Momen Sergio Ramos Terpental oleh Erling Haaland
Eidur muda kemudian memiliki karier yang luar biasa, melampaui pencapaian ayahnya dan menjadi pencetak gol terbanyak Islandia selama 20 tahun pengabdian bersama Our Boys. Dia menjadi figur pesepak bola terbesar yang pernah ada di negara itu.
Namun, duet mereka berakhir tragis. Mereka hanya menjalani sekitar selusin pertandingan setelah nasib kejam menghantam Eidur. Cedera pergelangan kaki serius dialaminya hingga berujung masa peminjaman ke KR Reykjavík untuk memulihkan kebugarannya.
Dia akhirnya dilepas, meski tak seberuntung Ronaldo di Barcelona. Eidur dipindahkan ke lingkungan yang tidak glamor, tepatnya di Stadion Reebok, kandang Bolton Wanderers. Namun, di bawah bimbingan Sam Allardyce, Eidur justru bertemu masa berkembang yang luar biasa.
Kemampuan Eidur pada awalnya memang tidak begitu menonjol, bahkan dinilai biasa saja oleh sebagian pengamat. Dirinya bahkan diragukan dapat bertahan di Liga Inggris. Namun, di bawah asuhan Allardyce, Eidur mengalami peningkatan kualitas permainan yang sangat signifikan.
Kelihaian Eidur dalam beradaptasi dengan permainan sepak bola Inggris plus kehebatan pelatih (Allardyce) terbukti meningkatkan kualitas bermainnya. Penampilan Eidur selama dua tahun di Lancashire menghasilkan 26 gol dalam 73 penampilannya bersama The Trotters. Rekor sebanyak 51 penampilan di masa tugas keduanya di Stadion Reebok juga menggambarkan bahwa tidak ada masalah berkepanjangan dari cederanya tersebut.
Pada Juni 2000, Chelsea mengeluarkan 4,5 juta untuk mengamankan jasanya. The Blues berada dalam fase transisi bersama pelatih baru saat itu, Claudio Ranieri. Pelatih berpaspor Italia ini mengambil kendali di awal musim dan taktik 'Tinkerman' membuat Eidur mengalami kesulitan pada musim pertamanya di London Barat. Meskipun dia tampil lebih dari 30 laga, beberapa di antara kesempatan itu justru datang dari bangku cadangan.
Beruntung bagi Eidur, karena musim berikutnya sangat berbeda. Kedatangan Jimmy Floyd Hasselbaink memberi Eidur partner penyerang yang ideal. Pasangan itu berkembang pesat, sehingga sukses mencetak 52 gol hasil kerjasama antara keduanya. Meski sering dianggap banyak orang sebagai pemain junior, aktor pendukung bintang Hasselbaink, Eidur ternyata mencetak 23 gol dari 52 gol tersebut. Itu akan menjadi musim paling produktif sepanjang kariernya.
Kedatangan Jose Mourinho dan Roman Abramovich membawa perubahan baru, tapi kemampuan Eidur tak menyurut. Dia justru tercatat sebagai salah satu striker terhebat di era tersebut. Eidur dianggap telah membuka gerbang persaingan yang kompetitif, seperti mencetak gol kemenangan melawan Manchester United di pertandingan pembukaan liga. Capaian Eidur itu menjadi pertanda The Blues siap mengancam dominasi Setan Merah.
Eidur tampil menonjol di tim Mourinho, meskipun dia dipindahkan lebih jauh ke peran lini tengah seiring berjalannya waktu. Sekali lagi, kemampuan Eidur beradaptasi terbukti menjadi kunci taktik Mourinho walau produktivitas Eidur menurun dalam urusan gol.
Walau begitu, Eidur masih sanggup mencetak banyak gol di lebih dari 40 pertandingan per musim. Dia masih kredibel di lingkungan paling kompetitif saat Chelsea melakukan pesta perebutan trofi di liga paling akbar sejagat raya.
Dukungan Mourinho plus kemurahan hati Abramovich, Eidur turut mempersembahkan gelar liga back-to-back dan trofi Piala Liga. Itu adalah bukti kontribusinya selama merumput di Stamford Bridge.
Sepanjang waktunya bersama Chelsea, Eidur bermain sebanyak 226 pertandingan dan mencetak 78 gol. Eidur sampai berkelakar ‘tidak buruk untuk seorang gelandang’ ketika dirinya mencetak gol fenomenal kontra Southampton.
Pada Juni 2006, tepat ketika hari-hari Mourinho di Chelsea mulai berakhir, Barcelona datang meminang Eidur dengan mahar 8 juta pounds. Ini adalah tawaran paling diimpikan oleh pemain mana pun, dan Eidur memilih mengikuti jejak mantan rekannya di PSV, Ronaldo, untuk pindah ke Catalunya.
Bermain di bawah asuhan Frank Rijkaard dan kemudian Pep Guardiola, Eidur bertahan di La Liga selama tiga tahun. Dia memenangkan Piala Super Spanyol di bawah pelatih asal Belanda (Rijkaard) itu, hingga menggapai kesuksesan besar ketika El Barca ditangani Guardiola.
Melihat pada jumlah gol yang dikontribusikan Eidur bersama Barcelona selama kariernya di klub, beberapa orang mungkin mempertanyakan apakah dia layak mendapat tempat di skuad yang sangat menaklukkan itu?
Seperti halnya Mourinho, Eidur terbukti menjadi pistol awal di masa kepemimpinan manajerial Guardiola yang gemilang. Kepemimpinan Guardiola saat itu tampak seperti ujian besar bagi Eidur. Kekalahan berliku di Soria dari Numancia, kemudian diikuti hasil imbang 1-1 di Camp Nou melawan Racing Santander.
Keraguan mulai muncul di tengah-tengah tim. Mungkin, Pep bukanlah orang yang tepat dan langkah manajemen memanggilnya dari tim B terlalu berlebihan. Mourinho saat itu dianggap pilihan yang lebih baik bersama El Barca.
Namun, Eidur menjadi pengubah skenario. Contohnya saat Barcelona bermain dengan Celta Vigo pada 2009. El Barcelona sempat unggul dua gol berkat Samuel Eto'o, tapi serangan dari Fabian Monzon dan Jose Mari telah membawa level klub Andalusia itu ke arah yang lebih sulit dari sebelumnya.
Serangan bertubi-tubi dari Celta masih mempengaruhi mental El Barca. Kemudian, saat pertandingan menyisakan waktu 16 menit, Guardiola mengirim Eidur menggantikan pemain Prancis, Ludovic Giuly. Enam menit kemudian, umpan silang dari Dani Alves mengarah kepada Eidur sehingga mengubah bola ke gawang kemudian gol kemenangan pun tercipta.
Barcelona berhasil bangkit hingga menyapu bersih semua trofi yang tersedia bagi mereka musim itu, seperti gelar La Liga, Copa del Rey, Supercopa de Espana, Liga Champions, dan Piala Super Eropa. Seandainya orang Islandia itu tidak memecahkan kebekuan di Galicia, masa depan Barcelona, Guardiola, dan khususnya sepak bola itu sendiri mungkin akan sangat berbeda.
Namun, Eidur hanya sanggup mencetak kurang dari 20 gol bersama Barcelona, walau memiliki rekan setim berkualitas seperti Messi, Eto'o, Giuly, Pedro, hingga Thierry Henry. Eidur seharusnya bisa mencetak lebih banyak gol.
Tahun-tahun bersama Chelsea dan Barcelona akan menjadi momen yang luar biasa dalam karier Eidur Gudjohnsen. Dia kemudian bermain untuk Monaco, Spurs, Stoke City, Fulham, AEK Athens, dan Club Brugge sebelum kembali sebentar ke Bolton, dan kemudian ke China bersama Shijiazhuang Ever Bright. Dia kemudian mengakhiri kariernya di Norwegia bersama Molde, dan memutuskan pensiun dua hari setelah ulang tahunnya ke-39.
Sepanjang kariernya, dia bermain lebih dari 650 pertandingan untuk lebih dari selusin klub berbeda. Dia mencetak 158 gol dan mengumpulkan sembilan trofi utama di sepanjang perjalanan kariernya. Hanya satu catatan sedih untuknya, di mana dirinya tidak pernah bermain bersama ayahnya.