Kisah Irak Menjuarai Piala Asia 2007, Kejutan Terbesar di Sepakbola Asia

"Dalam kondisi perang dan hancur lebur, sepakbola menjadi solusi. Hebat!"

Biografi | 28 January 2022, 20:52
Kisah Irak Menjuarai Piala Asia 2007, Kejutan Terbesar di Sepakbola Asia

Libero.id - Sepakbola Irak pernah mengejutkan dunia. Pertama, saat lolos ke Piala Dunia 1986. Keduanya, ketika menjuarai Piala Asia 2007. Dua periode emas itu terjadi ketika perang berkecamuk di Negeri 1001 Malam.

Kondisi Irak telah dirusak oleh berbagai perang dan konflik selama lebih dari empat dekade terakhir, dengan jutaan orang meninggal. Bahkan, hingga hari ini kondisi dalam negeri masih belum stabil karena sejumlah kekerasan sektarian, perebutan kekuasan politik, hingga terorisme. 

Meski chaos, bukan berarti tidak ada yang bisa dibanggakan. Pada 1986, ketika Perang Irak-Iran masih berlangsung, mereka lolos ke Piala Dunia di Meksiko. Sayang, hasilnya kurang bagus karena Irak kalah tiga kali dari tiga pertandingan. Sebelumnya, mereka memenangkan medali emas Asian Games 1982.

Namun, ketika Saddam Hussein menunjuk putranya, Uday, untuk mengambil alih Komite Olimpiade Irak (NOCI) dan Asosiasi Sepakbola Irak (IFA), sepakbola Irak kembali gelap. Uday marah jika tim atau pemainnya gagal tampil sesuai standarnya. Dan, dia mulai memberikan hukuman sebagai gantinya.

Pada 2004, sekitar 12 bulan setelah Uday dibunuh oleh pasukan Amerika Serikat (AS) menyusul invasi yang mengakhiri pemerintahan Saddam, ruang penyiksaan untuk para atlet dan pembangkang diungkapkan wartawan. Beberapa yang ditemukan adalah cambuk rantai dengan duri baja, peti mati dengan paku logam, dan peralatan penyiksaan abad pertengahan lainnya.

Pejabat NOCI, Talib Mutan, mengungkapkan bahwa Uday juga akan memberikan pemukulan atau hukuman fisik lain jika ada atlet yang membuatnya tidak senang.

"Selama rezim lama, Uday mencari hasil dan dia ingin pemenang. Dia tidak suka tempat kedua. Jika para atlet tidak datang lebih dulu, mereka dihukum. Dan, dia akan menghukum orang-orang di sekitar atlet, termasuk manajer dan pelatih mereka," kata Mutan, dilansir Goal.

Dengan ketakutan disiksa atau dipenjara pada masa pemerintahan Uday, kinerja tim sepakbola Irak mulai menurun secara signifikan. Contohnya saat Piala Arab melawan Yordania. Saat itu, hanya tiga pemain yang bersedia melakukan tendangan penalti karena ancaman hukuman dari Uday jika gagal mencetak gol.

"Banyak pesepakbola menolak menyentuh bola. Tapi, kemudian kami menyadari bahwa jika tidak ada yang menerima, kami semua akan dihukum," kata Abbas Rahim, salah satu dari tiga pemain yang maju untuk mengambil penalti.

Abbas gagal dalam tendangan penaltinya. Sialnya, dua hari kemudian dia diminta untuk tampil di hadapan Uday sebelum ditutup matanya dan dibawa ke kamp penjara selama tiga minggu. 

Lalu, dengan dimulainya Perang Teluk 1990, Irak dilarang mengikuti sebagian besar kompetisi kompetitif di Timur Tengah maupun semua pertandingan FIFA. Performa menurun selama satu dekade, dan ketika tekanan meningkat pada rezim Saddam, Uday menjadi semakin kejam dengan perlakuan tim dan pemain.

Baru setelah pergantian abad dan ketika pasukan AS serta Sekutu mulai mendekati Saddam, fokus Uday diambil dari olahraga Irak, timnas mulai berkembang sangat pesat.

Setelah gagal berpartisipasi dalam Piala Asia sejak 1976 hingga 1996 dan tanpa trofi utama dalam dekade itu, Irak memenangkan Piala Asia Barat 2002. Lalu, mengumpulkan medali perak di Asian Games 2006. Ajang itu juga memunculkan Younis Mahmoud, yang akan memegang peran penting selama 10 tahun ke depan.

Meski kebangkitkan di depan mata, tidak ada yang menduga Irak akan melangkah sangat jauh saat Piala Asia 2007 diselenggaran di empat negara ASEAN: Indonesia, Malaysia, Thailand, Vietnam.

Irak memasuki turnamen tanpa stabilitas setelah memecat sang pelatih, Akram Salman, sebulan sebelum kompetisi. Lalu, menunjuk pelatih Brasil, Jorvan Vieira.

Beberapa pemain Irak juga pernah mengalami tragedi terkait konflik dalam negeri, baik sebelum maupun selama turnamen. Adik ipar kiper, Noor Sabri, tewas. Kerabat gelandang, Nashat Akram, dibunuh. Dan, ibu tiri, Hawar Mulla Mohammad, meninggal dua hari sebelum perempat final karena bom.

Setelah hasil imbang yang mengecewakan melawan Thailand dalam pertandingan pembukaan grup, Irak mengejutkan Australia dengan memenangkan pertandingan 3-1 di pertandingan kedua. Terakhir, hasil imbang tanpa gol melawan Oman memastikan mereka lolos ke perempat final sebagai juara grup.

Dipasangkan melawan sesama paket kejutan Vietnam di perempat final, Irak dengan nyaman maju setelah menang 2-0 berkat dua gol dari Mahmoud. Mereka mengamankan tiket semifinal melawan Korea Selatan di Kuala Lumpur.

Meski tertekan selama 120 menit oleh salah satu favorit turnamen, Irak ternyata mampu lolos ke final melalui adu penalti. Hasil itu memicu ribuan penggemar turun ke jalanan di Baghdad dan kota-kota lainnya di Irak untuk merayakan pencapaian bersejarah itu. 

Sayang, kegembiraan itu terpotong ketika terjadi bom bunuh diri yang menewaskan 30 pendukung saat perayaan kemenangan di jalanan. "Ada seorang ibu yang melihat anak laki-lakinya terbunuh oleh bom setelah pertandingan. Dia mengatakan bahwa anaknya dikorbankan agar kami memenangkan pertandingan,” kata Mahmoud jelang final versus Arab Saudi di Jakarta.

"Kami tahu kami harus memenangkan pertandingan untuknya dan banyak orang lainnya," tambah sang kapten.

Hebatnya, Irak benar-benar melakukannya. Mahmoud mencetak gol kemenangan dengan sundulan pada menit 72 untuk memberi Irak kemenangan 1-0. Sang kapten dianugerahi penghargaan pemain terbaik dan sepatu emas. Sementara Sabri dinobatkan sebagai kiper terbaik dan Akram masuk dalam tim terbaik turnamen.

"Beberapa pemain akan terbunuh jika pulang ke Irak. Ketika anda tidak tahu di mana rumah anda, dimana barang-barang berada, anda tersesat di ruang angkasa seperti ketika anda tidak memiliki organisasi di rumah anda. Anda tidak tahu di mana anda meletakkan kaus kaki atau celana anda," kata pelatih Vieira setelah kemenangan itu. 

"Para pemain saya adalah orang-orang yang hilang karena perang. Mereka telah melalui banyak hal sehingga saya tidak hanya menjadi pelatih, melainkan juga psikolog, seorang ayah, seorang teman," tambah Vieira.

Kemenangan Piala Asia yang diraih Irak tidak pernah disaksikan Uday, yang tewas empat tahun sebelumnya. Tapi, semua yang diperjuangkan tim karena membawa kemuliaan bagi negara yang tertindas. Itu memastikan bahwa warisan mereka yang datang sebelum mereka tidak akan pernah dilupakan.

(diaz alvioriki/anda)

Baca Berita yang lain di Google News




  • 0% Suka
  • 0% Lucu
  • 0% Sedih
  • 0% Kaget

Opini

(500 Karakter Tersisa)

Artikel Pilihan


Daun Media Network