Kisah Medan dan Bali, Asal Para Kiper-Kiper Handal

"Tanpa menafikan kiper dari daerah lain, dua wilayah tersebut sering menghasilkan kiper handal. Jamaluddin Hutahuruk? I Gusti Putu Yasa?"

Feature | 13 June 2020, 06:16
Kisah Medan dan Bali, Asal Para Kiper-Kiper Handal

Libero.id - Sudah berjalan kurang lebih dari 90 tahun kompetisi Liga Indonesia  dan sudah tak terhitung lagi pemain-pemain hebat lahir setiap tahunnya, tak terkecuali di posisi penjaga gawang. Pemain terakhir serta yang bertanggung jawab atas lini pertahanan tim adalah sosok sentral yang tak bisa disepelekan dalam sebuah pertandingan.

Dari kompetisi bernama Liga Perserikatan atau divisi utama, Galatama hingga Liga 1, ada beberapa kiper ternama yang lahir serta memberikan kontribusi untuk Indonesia. Nama seperti Kurnia Mega, Ferry Rotinsulu, Sumardi, Hendro Kartiko hingga Andritany Ardhiyasa adalah kiper-kiper handal yang dimiliki Indonesia. Namun ada dua daerah yang sepertinya selalu bisa  menghasilkan penjaga gawang handal yaitu Medan, Bali. Berikut kami rangkum beberapa nama kiper handal yang datang dari dua daerah tersebu:

Bali

1. I Gusti Putu Yasa

Namanya mungkin masih asing ditelinga pecinta sepak bola Indonesia saat ini. Namun, pada era Perserikatan, nama I Gusti Putu Yasa sangat istimewa. Di era  1980 hingga 1990-an, Putu Yasa adalah kiper tangguh dan merupakan kebanggaan dari dua tim asal  arek-arek suroboyo, yakni Persebaya dan NIAC Mitra.

Sempat menjadi pelapis di tim Garuda bersama Ponirin Meka dan Eddy Harto, Putu Yasa kemudian menjadi pilihan utama di bawah mistar kesebelasan negara Indonesia pada akhir 1980-an.

2. I Komang Putra

Memulai karir profesionalnya bersama Arseto Solo, dirinya kemudian menjadi kiper ternama setelah berseragam PSIS Semarang pada tahun 1998. Selama kurang lebih satu dekade membela Laskar Mahesa Jenar, I Komang Putra berhasil membawa pulang trofi Liga Indonesia pada tahun 1999 ke tanah ibukota dari Jawa Tengah tersebut.

Dalam rentang waktu 7 tahun, Komang memiliki kesempatan untuk kembali meraih gelar Liga untuk keduanya kalinya pada tahun 2006. Laga final yang mempertemukan Persik Kediri dan PSIS Semarang itu disudahi dengan skor 1-0 untuk Macan Putih  berkat gol Christian Gonzales dan sukses menjadi kampiun.

3. I Made Wirawan

Lahir di Gianyar, pria yang memulai karirnya di Perseden Denpasar ini termasuk kiper yang terbilang lambat bersinar. Made Wirawan baru bisa merasakan atmosfer Liga Super Indonesia pada tahun 2009 setelah Beruang Madu (Persiba Balikpapan) mengkontraknya selama 5 tahun.

Di usia yang sudah mendekati kepala tiga yakni  28 tahun, Made Wirawan justru tampil impresif bersama tim asal Kalimantan Timur tersebut. Alhasil banyak tim besar Indonesia yang tertarik ingin mendapatkan servicenya itu.

Di musim 2012/13, Made resmi berseragam Persib Bandung. Bersama Pangeran Biru, dirinya berhasil menghantarkan anak asuh Djajang Nurjaman meraih gelar Liga Super Indonesia 2014 dan Piala Presiden semusim berikutnya.

4. Kadek Wardana

Nama terakhir jatuh pada Kadek Wardana atau  I Made Wardana. Kiper kelahiran 1981 ini mulai meroket namanya ketika membela Pelita Jaya yang kala itu juga di isi oleh beberapa nama besar lainnya seperti Greg Nwokolo dan Safee Sali. Namun dirinya kurang beruntung karena berada satu masa dengan Made Wirawan yang pada saat itu juga tampil luar biasa sehingga nama Kadek tak terlalu mencuat. Dia dikenal tipe kiper yang handal ketika situasi satu lawan satu dengan penyerang lawan.

Dari Pelita ia kemudian hijrah ke Arema pada tahun 2012. Selama berkarir kurang lebih 18 tahun di Indonesia, Kadek berhasil meraih Indonesian Inter Island Cup bersama Singo Edan musim 2014/15.

Medan

1. Jamaludin Hutahuruk

Nama pertama jatuh kepada Jamaludin Hutahuruk atau yang akrab disapa Jampi Hutahuruk. Pria yang lahir pada 5 April 1957 ini adalah salah satu kiper terbaik yang dimiliki Indonesia pada tahun 1970 hingga 1980an. Kendati orang awam mengenal dirinya saat berseragam PSMS Medan, rupanya Jampi justru tampil sangat luar biasa ketika membela Mercu Buana.

Berseragam selama 5 tahun di sana, Jampi dipanggil PSSI untuk memperkuat timnas Indonesia di Pra Kualifikasi Piala Dunia. Tak sampai disitu, Jampi juga dipilih menjadi kiper utama Tim Sepakbola Sumut di PON 1981 dan PON 1985. Di PON 1985 bersama beberapa nama besar lainya seperti Abdulrahman Gurning, Syahrial, Sutrisno dan Badiaraja Manurung, Jampi berhasil meraih medali emas.

Setelah habis masa baktinya di Mercu Buana, Jampi kembali memperkuat Ayam Kinantan sebelum akhirnya pensiun pada tahun 1989.

2. Donny Latuperissa

Lahir pada 6 Juni 1963, Donny merupakan putra keempat dari 7 bersaudara keluarga wasit Piet Latuperissa. Donny adalah pemain jebolan asli PSMS Medan. Dengan postur yang tinggi serta kekar, Donny lebih cocok menjadi seorang petinju ketimbang menjadi seorang kiper.

Dirinya memiliki pengalaman bersama pemain besar Ayam Kinantan yakni Jaya Hartono, Fidel Ganis Siregar, Subono AT, Marzuki Nya'mad dalam ajang Suratin Cup 1982. Namun karena dirinya berada di masa yang sama dengan Ponirin, Donny tak menjadi pilihan utama dibawah mistar PSMS dan lebih sering menghabiskan waktunya dibangku cadangan.

Justru penampilannya melejit ketika dirinya pindah ke Arema. Musim terbaiknya bersama Singo Edan adalah pada musim 1987/88 dimana dalam 26 penampilannya di Galatama,dirinya hanyaa kebobolan 20 gol. Salah satu kelemahan Donny adalah temperamennya yang tinggi.

3. Ponirin Meka

Ponirin Meka memulai karir sepak bolanya bersama tim lokal , PSDS Deli Serdang pada tahun 1976. Dirinya mulai melejit ketika membela Ayam Kinantan. Sejak tahun 1982, Ponirin sudah menjadi pilihan utama di bawah mistar PSMS menggantikan Taufik Lubis. Prestasi terbaiknya bersama Ayam Kinantan adalah ketika berhasil membawa gelar Divisi Utama Perserikatan PSSI pada tahun 1983 dan 1985.

Di timnas Indonesia, Ponirin adalah sosok yang penting ketika berhasil membawa Indonesia meraih medali emas untuk pertama kalinya di SEA Games 1987 yang berlangsung di Jakarta, usai di final mengalahkan Malaysia 1-0 dan selama turnamen tersebut, Ponirin hanya kebobolan satu gol. Dirinya pun mendapatkan gelar atau panggilan sebagai 'Si Tangan Emas'.

4. Markus Haris Maulana (Markus Harison)

Kiper yang identik dengan kepala plontos itu mencuat kala membela PSMS Medan. Pemain yang sudah berganti nama menjadi Markus Haris Maulana dikenal sebagai kiper yang mumpuni dalam bola-bola atas, itu wajar karena dengan tinggi 1.86 meter Markus mampu dengan mudah menepis bola yang datang kepadanya.

Untuk timnas Garuda, Markus telah mengemas 37 caps dan momen terbaik dalam karirnya selama manjadi pilihan utama di bawah mistar adalah menghantarkan timnas ke babak final Piala AFF 2010 serta di Piala Asia 2007, Markus mampu membuat decak kagum dari para pengamat sepak bola Asia berkat penampilannya, kendati, Bambang Pamungkas dan kawan-kawan tidak berhasil lolos dari grup D yang diisi oleh Korea Selatan dan Arab Saudi.

Updated

Ronny Pasla

Ronny Pasla (lahir di Medan, 15 April 1947) adalah kiper legendaris Indonesia yang berkiprah sekitar tahun 1960an sampai awal 1970. Sering juga ditulis Ronny Paslah. 

Banyak yang mengenal Ronny Pasla sebagai pemain Persija. Tetapi sebenarnya dia berasal dari Medan dan mengalami masa-masa keemasan bersama PSMS Medan. 

Di Persija, dia sangat populer karena bergabung dengan pemain-pemain yang berada dalam puncak kejayaan seperti Sutan Harhara, Oyong Liza, Anjas Asmara, Junaedi Abdilla, Iswadi Idris, Andi Lala dan Risdianto. Mereka semua langganan timnas.

Di PSMS dia bermain bersama nama besar seperti Sarman Panggabean, Tumsila, Tumpak Sihite dan Nobon. PSMS adalah juara Indonesia tiga kali berturut-turut yaitu 1969, 1970, dan 1971.

Ronny Pasla mengawal gawang PSMS ketika bertemu PSV Eindhoven yang diperkuat Guus Hiddink pada 1971. 

Dikutip Wikipedia, saat Timnas Brazil melakoni tur ke Asia pada 1972, Brasil yang saat itu diperkuat pemain sepak bola legendaris dunia asal Brasil, Pele singgah ke Indonesia. Dalam laga tersebut Indonesia kalah 1-2, tetapi tetap menjadi momen terindah bagi Ronny, karena berhasil menahan eksekusi penalti Pele.

Baca Berita yang lain di Google News




  • 0% Suka
  • 0% Lucu
  • 0% Sedih
  • 0% Kaget

Opini

(500 Karakter Tersisa)

Artikel Pilihan


Daun Media Network