Roda Hidup Berputar, Bos Hoffenheim Dulu Musuh Bersama Bundesliga Kini Jadi Pahlawan

"Semua gara-gara pandemi virus corona."

Feature | 04 August 2020, 07:53
Roda Hidup Berputar, Bos Hoffenheim Dulu Musuh Bersama Bundesliga Kini Jadi Pahlawan

Libero.id - Pandemi Virus Corona yang melanda dunia benar-benar mengubah perilaku manusia dalam banyak aspek, termasuk pandangan suporter sepak bola Jerman kepada Dietmar Hopp.

Hopp dikenal sebagai "bos besar" Hoffenheim. Bersama pemilik Red Bull, dia menjadi musuh bersama nomor satu para pendukung tradisional Bundesliga. Penyebabnya, pelanggaran tradisi 50+1 yang dilakukan Hoffenheim serta RB Leipzig. Hopp adalah memegang mayoritas saham Hoffenheim.

Dalam tradisi Bundesliga, 50+1 adalah harga mati. Dengan sistem itu, mayoritas saham klub harus dimiliki suporter. Investor hanya boleh menguasai maksimal 49% saham. Setiap pelanggaran akan berdampak pada sanksi sosial. Klub atau pemiliknya akan menjadi musuh bersama suporter.

Hopp menjadi sosok yang melanggar tradisi itu. Dengan 96% saham, Hoffenheim mutlak berada di bawah kendalinya. Langkah itu kemudian diikuti Red Bull, yang menguasai 100% saham Leipzig. Bahkan, Red Bull lebih ekstrim karena membeli klub amatir dan mengubahnya menjadi Rasenballsport Leipzig alias RB Leipzig. Kata "Rasenballsport", yang disingkat RB (Red Bull), digunakan untuk mengakali regulasi sponsor Bundesliga.

Dengan dana yang dimiliki, Hopp mengubah total wajah Hoffenheim. Hopp mengucurkan dana besar untuk membangun stadion baru yang megah dengan biaya 100 juta euro berkapasitas 30.000 penonton. Di bawah Hopp, Die Kraichgauer sempat merasakan atmosfer kompetisi Eropa.

Akibat tindakan itu, berbagai aksi protes di tribune dilakukan ultras kepada Hopp maupun Red Bull di banyak pertandingan Bundesliga. Spanduk-spanduk kecaman serta hinaan-hinaan verbal sering dilontarkan suporter ketika timnya bertemu Hoffenheim atau Leipzig.

Libero.id

Dietmar Hopp.

Namun, sanksi sosial yang didapatkan Hopp dari suporter Bundesliga akan berhenti dalam waktu dekat. Penyebabnya, investasi besar-besar yang dilakukan pria kelahiran Heidelberg, 26 April 1940, itu dalam perlombaan menemukan penangkal Covid-19.

Di Jerman, Hopp  bukan orang sembarangan. Dilansir dari laman Forbes, dia memiliki kekayaan total USD15,9 miliar. Angka tersebut membuat Hopp berada di posisi 96 orang terkaya di dunia pada 2019. Hopp juga berhasil masuk urutan 23 orang terkaya dalam dunia teknologi pada 2017 versi majalah yang sama.

Hopp merupakan pengusaha sukses di bidang software. Dia dikenal sebagai salah satu pendiri SAP SE (Systems, Applications, and Products in Data Processing). Dia mendirikannya bersama para mantan pekerja IBM seperti Hans Werner Hector, Klaus Tschira, Claus Wellenreuther, dan Hasso Plattner. Mereka bersama-sama mendirikan SAP SE pada 1972.

Ketika pandemi Covid-19 melanda, Hopp menyuntikkan dana hingga 100 juta euro ke perusahaan biofarmasi, CureVac. Hopp sebenarnya telah memiliki sekitar 80% saham CureVac sejak lama. Namun, berhubung kebutuhan dana yang besar untuk riset vaksin Covid-19, yang sudah memasuki uji klinis fase III, Hopp perlu menambah dana lebih banyak lagi.

Suntikan dana tambahan ke CureVac merupakan bentuk konkret komitmen Hopp terhadap umat manusia. Pasalnya, sejak didirikan pada 2000, CureVac telah menghabiskan 540 juta euro tanpa keuntungan. Bahkan, pada 2019, perusahaan mengalami kerugian 100 juta euro. Angka-angka fantastis tersebut logis karena pengembangan vaksin dan obat-obatan membutuhkan waktu yang sangat lama tanpa jaminan keberhasilan.

Menteri Pendidikan dan Riset Jerman, Anja Karliczek, mengungkapkan pemerintah telah mengizinkan tiga perusahaan bioteknologi untuk mempercepat pengembangan vaksin. Mereka adalah BioNetch, CureVac, dan IDT Biologika. Ketiganya telah memilih kandidat vaksin yang menjanjikan dengan CureVac sudah memasuki fase akhir. CureVac mengandalkan teknologi mRNA. Konon, di masa depan mRNA akan menjadi platform untuk obat-obatan dan vaksin baru.

Namun, Karliczek juga mengatakan kemungkinan vaksin baru tersedia secara luas pada pertengahan 2021. "Kita sebaiknya tidak mengharapkan keajaiban. Sebab, memiliki vaksin yang efektif adalah satu hal. Tapi, mempunyai vaksin yang aman adalah hal berbeda," kata Karliczek, dikutip Deutsche Welle.

Baca Berita yang lain di Google News




  • 0% Suka
  • 0% Lucu
  • 0% Sedih
  • 0% Kaget

Opini

(500 Karakter Tersisa)

Artikel Pilihan


Daun Media Network