Libero.id - Setelah Liverpool mengakhiri kutukan juara Premier League pada tahun ini, sekarang yang layak dinantikan adalah kiprah Atletico Madrid di Liga Champions. Mampukah pasukan Diego Simeone menghapus kutukan El Pupas, yang sudah berlangsung 46 tahun, saat berjumpa RB Leipzig di perempat final?
Didirikan pada 1903, atau setahun setelah Real Madrid berdiri, oleh sekelompok pelajar asal Basque di Madrid, Atletico mengadopsi seragam Athletic Bilbao, strip merah-putih. Akibatnya, mereka mendapatkan julukan Los Colchoneros, yang berarti pembuat kasur. Kasur di Spanyol dulu bermotif merah-putih. Julukan itu awalnya digunakan untuk mengejek Atletico oleh tim rival.
Selain Los Colchoneros, Atletico juga punya beberapa julukan lainnya. Sebut saja Los Rojiblancos (Merah-Putih) dan Los Indios (orang Indian). Namun, ada satu lagi julukan yang jarang digunakan karena mengandung kesialan, yaitu El Pupas. Kata itu bermakna "Yang membawa sial".
Sejarah El Pupas berawal dari final Piala Champions 1973/1974. Saat itu, Atletico berjumpa Bayern Muenchen pada pertandingan di stadion legendaris Heysel, Brussels, Belgia. Pertandingan berlangsung ketat selama 90 menit. Jual beli serangan terjadi hingga skor imbang tanpa gol tercipta.
Pertandingan dilanjutkan dengan perpanjangan waktu. Pada menit 114, Luis Aragones berhasil membuat Atletico unggul 1-0 setelah menjebol jala Sepp Maier. Para pemain di lapangan maupun di bench merayakan gol pria yang di kemudian hari sempat menjadi pelatih tim nasional Spanyol itu dengan meriah. Sayang, di injury time, Hans-Georg Schwarzenbeck berhasil menyamakan skor 1-1 setelah menjebol jala Miguel Reina (Reina adalah ayah mantan kiper Liverpool, Pepe Reina).
Berhubung sistem adu penalti belum diterapkan, pertandingan harus diulang dua hari kemudian di tempat yang sama. Beda dengan laga pertama, bensin Atletico ternyata sudah habis. Ditambah kematangan dan jam terbang bintang-bintang FC Hollywood seperti Gerd Mueller dan Franz Beckenbauer, Los Colchoneros menyerah 4 gol tanpa balas.
Setelah pertandingan, Presiden Atletico saat itu, Vicente Calderon, terlihat frustrasi. Tanpa disadari, pria yang namanya di kemudian hari diabadikan menjadi nama stadion itu berbicara kepada pers dengan menyebut Atletico sebagai El Pupas alias tim yang membawa sial.
Kata seperti doa. Ucapan sudah terlanjur keluar dari mulut Calderon dan tidak bisa direvisi. Akibatnya, selama puluhan tahun Atletico dikutuk di kompetisi elite Benua Biru. Sejak kegagalan mengalahkan Bayern di Brussels, mereka sudah dua kali menginjakkan kaki di final Liga Champions. Hasilnya, kekalahan menyakitkan.
Hasil minor pertama terjadi pada 2013/2014. Datang ke Estadio da Luz, Lisbon, dengan kepercayaan diri tinggi, Atletico justru menyerah di depan Madrid. Sama seperti 1973/1974, Atletico unggul 1-0 terlebih dulu di menit 36 melalui Diego Godin. Namun, pada additional time babak kedua, Sergio Ramos membuat hasilnya 1-1. Ketika berlanjut ke extra time, tenaga Atletico sudah habis. Mereka menderita 3 gol sehingga kalah 1-4.
Dua musim kemudian, kejadian yang sama tercipta di Stadio San Siro. Atletico kembali ke final untuk menantang Madrid. Bedanya, mereka tertinggal 0-1 lebih dulu lewat Ramos di menit 15. Tersentak dengan gol itu, Los Colchoneros berbenah. Hasilnya, Yannick Ferreira Carrasco berhasil menyamakan skor pada menit 79.
Tidak ingin kejadian di Lisbon terulang, Atletico bermain lebih tenang saat perpanjangan waktu. Pertandingan akhirnya harus berlanjut ke adu penalti. Sayang, kutukan El Pupas benar-benar nyata. Saat babak tos-tosan, tiga penendang pertama Atletico sukses menjebol jala Keylor Navas. Penendang keempat, Juanfran Torres gagal. Cristiano Ronaldo selaku penendang kelima Madrid berhasil mencetak gol kemenangan 5-3 (1-1) Los Blancos.
"Sepakbola saat ini tidak seperti yang saya kenal sebelumnya. Pertandingan tanpa penonton berbeda. Tapi, kami termotivasi (melawan Leipzig) karena kami telah bermain bagus sejak restart. Ini akan menjadi pertandingan yang sangat sulit. Jadi, semoga saja kami memiliki keberuntungan yang sama seperti di La Liga," ujar Diego Costa, dilansir Marca.
Atletico datang ke Lisbon untuk menantang Leipzig dalam kondisi La Liga sudah berakhir. Di kompetisi sepak bola kasta tertinggi Negeri Matador itu musim ini, Los Colchoneros finish di posisi 3 di belakang Madrid dan Barcelona. Poin mereka, 70, sama dengan Sevilla di peringkat 4.
Hebatnya, Atletico belum pernah kalah di La Liga sejak sebelum dihentikan terkait pandemi Covid-19 maupun setelah digelar kembali. Statistik menunjukkan, dari 16 pertarungan beruntun, mereka memiliki 9 kemenangan dan 7 hasil imbang. Salah satu pertandingan imbang dijalani Atletico ketika melawan Barcelona di Camp Nou, 30 Juni 2020.
"Saya menyaksikan pertandingan mereka di Bundesliga. Mereka luar biasa. Mimpi dan ambisi mereka di Liga Champions sama seperti kami. Jadi, kami harus berkonsentrasi sepanjang pertandingan," pungkas Costa.
Persiapan Kualifikasi Piala Dunia 2026, Shin Tae-yong Minta Dukungan dan Doa Masyarakat Indonesia
Semangat pokoknya coach Shin!Pimpin Daftar Top Skor Sementara Liga 1 Musim Ini, Carlos Fortes Tak Ingin Jumawa
Musim lalu sempat menurun, tapi musim ini jadi gacor...Hasil Drawing Kualifikasi Piala Dunia 2026, Indonesia Bertemu Brunei Darussalam
Semoga bisa lolos ke Piala Dunia 2026, Amin...Merupakan Rival Berat, Maciej Gajos Beri Tanggapan Soal Persija dan Persib
Bahkan pemain asing sampai tahu soal rivalitas ini...Alami Cedera Parah, Marko Simic Terpaksa Absen Membela Persija Selama 6 Pekan
Krisis penyerang dialami Persija saat ini...
Opini