Libero.id - Sepakbola Eropa pernah mengenal Paolo di Canio sebagai pemain fasis. Memuja Benito Mussolini, penyerang legendaris Lazio dan West Ham United tersebut sering mendapatkan hukuman karena selebrasi yang dianggap FIFA mencedarai sportivitas.
Di banyak kompetisi sepakbola Benua Biru, fasisme dianggap sama menjijikannya dengan rasialisme. Regulasi tegas diterapkan kepada pemain-pemain yang menunjukkan simpati atau kecintaannya pada kedua hal tersebut. Bukan hanya denda, hukuman larangan bermain akan dijatuhkan bagi pemain yang melanggar.
Meski menjadi barang haramn, kecintaan terhadap fasisme ternyata tidak pernah hilang dari sepakbola. Salah satu pemain top masa lalu yang secara terbuka mengaku sebagai pengagum berat Mussolini dan menjadikannya panutan hidup adalah Di Canio.
"Saya seorang (penganut) fasisme, bukan rasialisme," ucap Di Canio, dalam sebuah kesempatan di masa lalu, dilansir The Telegraph.
Banyak tindakan Di Canio di lapangan yang memunculkan reaksi dari otoritas dan penguasa sepakbola di Italia, Inggris, Eropa, maupun FIFA. Contohnya saat Di Canio dilarang merumput 1 pertandingan dan denda 5.000 euro karena memberi salam fasis saat Derby della Capitale melawan AS Roma. Foto-foto tersebut viral dan menjadi ikonik untuk menggambarkan rivalitas Lazio-Roma.
"Saya selalu melakukan salut seperti itu sebagai bentuk kepedulian saya terhadap rakyat saya. Saya salut kepada orang-orang yang mempertahankan nilai-nilai kebenaran dan nilai-nilai peradaban untuk menentang penyeragaman kehidupan masyarakat sesuai keinginan mereka," ungkap Di Canio saat dijatuhi hukuman, dikutip Daily Mirror.
Bukan hanya oleh FIGC. Saat masih menjadi Presiden FIFA, Sepp Blatter, sempat memiliki usulan untuk memberikan sanksi larangan bermain seumur hidup kepada pria kelahiran Roma, 9 Juli, 1968 tersebut.
Namun, Di Canio tidak peduli. Dia tetap berjalan dengan filosofi yang dianutnya. Dalam buku autobigrafinya "Paolo Di Canio: l'Autobiografia", yang diterbitkan Libreria dello Sport pada 2001, pemilik 1 caps untuk tim nasional Italia B itu dengan lugas memuja Mussolini sebagai pemimpin sejati.
"Pemimpin kami (Mussolini) pada dasarnya adalah individu yang sangat berprinsip dan etis. Sayangnya selama ini dia sering disalahpahami banyak orang," tulis Di Canio di bukunya.
Pemujaan kepada Mussolini pulalah yang membuat Di Canio muda memilih bermain untuk Lazio daripada Roma. Dia membela Serigala Ibu Kota Italia sejak remaja. Di adalah produk akademi Elang Ibu Kota Italia. Sebagai pemain, Di Canio menjalin hubungan yang sangat akrab dengan sejumlah kelompok suporter Lazio, khususnya dari sayap kanan.
"Saya memberi hormat dengan lengan lurus. Itu adalah penghormatan dari camerata (teman) ke camerati (kawan-kawan). Salutnya ditujukan pada rakyat saya. Dengan tangan lurus saya tidak ingin menghasut kekerasan dan tentu saja bukan kebencian rasial," beber Di Canio.
Di Canio benar-benar membuktikan ucapannya saat di lapangan. Sebagai fasis sejati, dia membuktikan kepada banyak orang tentang kesalahpahaman orang terhadap Mussolini dan ideologi yang dianutnya. Contoh paling nyata dan dikenang hingga hari ini tercipta saat berseragam West Ham.
Pada 16 Desember 2000 dalam sebuah pertandingan Liga Premier melawan Everton di Goodison Park, Di Canio secara sengaja membuang pelung mencetak gol. Padahal, kedudukan 1-1 dan kedua klub.
Saat itu, The Hammers sedang dalam posisi menyerang, penjaga gawang Everton, Paul Gerrard, keluar untuk menghalau serangan yang datang. Tapi, keputusan itu keliru karena lututnya justru berbenturan dengan pemain West Ham dan mengakibatkan cedera. Bola liar lalu diumpan ke tengah menuju Di Canio. Bukanya menyambut umpan itu, dia justru menangkap bola sambil menunjuk Gerrard yang tergeletak.
Para pengunjung Goodison Park lalu bertepuk tangan meriah untuk Di Canio. Puja-puji keluar dari mulut pendukung Everton maupun West Ham yang hadir di tribune. Beberapa bulan kemudian, FIFA memutuskan memberi sosok berpostur 178 cm tersebut penghargaan fair play khusus betajuk "Special Act of Good Sportsmanship".
Tentu saja penghargaan khusus FIFA langsung menghapus dosa Di Canio di masa lalu. Selain fasisme, Di Canio pernah dikecam dunia karena aksinya mendorong wasit, Paul Alcock, saat membela Sheffield Wednesday melawan Arsenal. Di Canio dihukum 11 pertandingan dan denda 10.000 pounds.
Kenalkan Kenzo Riedewald, Pemain Berdarah Suriname-Indonesia yang Siap Bela Timnas U-17
Bima Sakti berencana memasukan namanya ke timnas U-17.Profil Ellie Carpenter, Pemain yang Mampu Saingi Lemparan ke Dalam Pratama Arhan
Dia adalah pemain Timnas Wanita Australia...Profil Julian Schwarzer, Penjaga Gawang Filipina yang Kini Bermain Bersama Arema FC
Pernah bermain di Inggris bersama Fulham...Profil Amara Diouf, Pemain Muda Senegal yang Dianggap Sebagai The Next Sadio Mane
Pada Piala Dunia U-17 2023 Amara Diouf bisa jadi ancaman berbahaya...
Opini