Libero.id - Hasil kurang memuaskan Paris Saint-Germain pada pertandingan-pertandingan Ligue 1 sebelum jeda internasional membuat rumor suksesi pelatih menguat. Thiago Motta disebut banyak media menjadi salah satu calon kuat pengganti Thomas Tuchel.
Berstatus juara bertahan, PSG mengawali musim 2020/2021 dengan hasil yang jauh dari kata puas. Bertengger di posisi 4 klasemen sementara, Les Parisiens hanya mampu memenangkan 4 pertandingan. Dua laga sisanya kalah, termasuk ketika bertemu Olympique Marseille pada Le Classique.
Situasi semakin tidak bagus setelah Leonardo Araujo selaku direktur teknik PSG mengkritik keras Tuchel. Nakhoda asal Jerman tersebut merespons dengan komentar yang cukup sinis.
Rumor menyatakan, Tuchel hanya diberi waktu hingga pertandingan pertama fase grup Liga Champions melawan Manchester United, 20 Oktober 2020. Jika hasilnya imbang atau kalah, potensi Tuchel digantikan sejumlah nama sangat besar. Salah satunya Motta.
Bagi PSG, Motta bukan sosok asing. Pria asal Brasil berpaspor Italia bermain di Parc des Princes pada 2011-2018 dengan menghasilkan 232 penampilan dengan memproduksi 12 gol.
Keberadaan Motta sebagai pemain PSG juga membantu menghadirkan sejumlah trofi bergengsi. Sebut saja Ligue 1 (2012/2013, 2013/2014, 2014/2015, 2015/2016, 2017/2018), Coupe de France (2014/2015, 2015/2016, 2016/2017, 2017/2018), Coupe de la Ligue (2013/2014, 2014/2015, 2015/2016, 2016/2017), hingga Trophee des Champions (2013, 2014, 2015, 2016, 2017).
Motta juga pensiun sebagai pemain PSG dan langsung beralih menjadi pelatih. pada 2018-2019, dia dipercaya menukangi PSG U-19. Tidak ada hasil membanggakan karena Motta menjadikan tim junior PSG sebagai kawah candradimuka.
Selain PSG, pengalaman sebagai gelandang yang bermain di banyak klub papan atas Eropa seperti Barcelona, Atletico Madrid, hingga Inter Milan menjadikan Motta tidak mengalami banyak kesulitan ketika menjadi pelatih di klub sepakbola senior. Debutnya di bench terjadi pada 2019 setelah menggantikan Aurelio Andreazzoli di Genoa.
Genoa menjadi klub senior pertama yang ditukangi Motta. Saat itu, dia belum memiliki jam terbang memadai dengan status pelatih di kompetisi dengan tekanan seberat Serie A.
Namun, bukan berarti Motta tidak memiliki kemampuan sebagai pelatih. Sosok berusia 37 tahun itu benar-benar menerapkan ilmu sepak bola yang didapat sebagai pemain dengan bagus. Dia mampu menjadi motivator ulung bagi para pemain didikannya. Motta menularkan pengalaman sebagai pemain dengan sangat bagus.
Selain itu, formasi tim asuhan Motta di lapangan juga unik. Lulusan La Masia tersebut sempat membuat para pengamat sepakbola di Benua Biru heran ketika menggunakan skema 2-7-2 saat bersama PSG U-19 dan Genoa.
"Ide saya adalah bermain ofensif. Sebuah tim pendek yang mengontrol permainan, tekanan tinggi, dan banyak pergerakan dengan atau tanpa bola. Saya ingin pemain yang memiliki bola selalu memiliki tiga atau empat solusi dan dua rekan setim yang berdekatan," ujar Motta kepada La Gazzetta dello Sport.
"Kesulitan dalam sepakbola adalah sering melakukan hal-hal sederhana. Tapi, untuk mengontrol basis, mengoper, dan mendapatkan kebebasan. Saya tidak suka jumlah lapangan karena mereka menipu anda. anda bisa menjadi sangat ofensif dengan 5-3-2 dan bertahan dalam formasi 4-3-3. Tergantung pada kualitas pemain," tambah Motta.
Sayang, banyak orang yang salah paham dengan pandangannya. Motta menjelaskan, formasi 2-7-2 yang dimaksud adalah menghitung dari kanan ke kiri. Dia bisa menggunakan skema 4-3-3, 4-2-3-1, 5-3-2, 3-5-2, 3-4-3, 4-4-2, atau formasi lain. Salah satunya 3-1-3-2-1.
"Mungkinkah itu 2-7-2? Tidak. Penjaga gawang dihitung sebagai salah satu dari tujuh gelandang. Bagi saya, penyerang adalah bek pertama dan penjaga gawang adalah penyerang pertama. Kiper memulai permainan, dengan kakinya dan para penyerang adalah yang pertama memberikan tekanan untuk memulihkan bola," ungkap pria kelahiran Sao Bernardo do Campo, 28 Agustus 1982, itu.
"Pada dasarnya, saya hanya menaikkan sedikit garis pertahanan lebih tinggi. Saya ingin pemain lebih menyerang. Saya tidak punya pakem soal formasi karena bisa berubah sesuai kebutuhan tim dan lawan yang dihadapi. Saya tidak ingin pemain-pemain saya kaku di lapangan," lanjut Motta.
Untuk meningkatkan kredibilitasnya, Motta menjalani sejumlah kursus kepelatihan di level UEFA. Pada Agustus 2019, Motta mendaftar di kursus Lisensi Pro UEFA di Centro Tecnico Federale di Coverciano, Italia. Kemudian, menerima Lisensi Pro UEFA pada 16 September 2020.
Saat ini, dia sedang menganggur setelah dipecat Genoa pada 28 Desember 2019. Dia harus pergi setelah Genoa dibantai Inter Milan 0-4. Itu menjadi kekalahan kelima dalam 8 pertandingan terakhir dengan 3 lainnya berakhir imbang.
Kisah Jersey ala Cristiano Ronaldo di Barito Putera, Kini Puncaki Klasemen Liga 1
Apakah ini akan bertahan lama atau sementara?Gokil! Marselino Ferdinan Cetak 2 Gol Lawan FC Groningen di Laga Pramusim KMSK Deinze
Sayang, skor akhir tidak memihak Lino dkk. Cek videonya!Mundur atau Dipecat Persib Bandung? Ini Penjelasan Lengkap Luis Milla
Sepakbola dianggap mie instan. Baru 3 laga langsung pisah.Analisis Masa Depan 3 Pemain Timnas U-23 yang Dihukum AFC di Era Shin Tae-yong
Masih dipanggil atau tidak? Ini prediksinya.
Opini