Kredit: fifa.com dan uefa.com
Libero.id - Saat aktif di lapangan, Gary Speed adalah pemain yang memiliki pengaruh besar untuk sejumlah tim yang diperkuatnya. Ketika menjadi pelatih, pria asal Wales itu sangat berbakat. Sayang, dunia dikejutkan dengan kematian tragisnya.
Sosok kelahiran 8 September 1969 itu memulai karier di Leeds United. Delapan tahun bermukim di Elland Road, Speed sukses besar. Dia membantu The Whites promosi dari Divisi II ke Divisi I (sekarang Liga Premier) pada 1989/1990 lewat sejumlah penampilan yang menuai decak kagum fans dan media.
Saat bermain di kasta tertinggi, Speed menunjukkan kematangannya. Dilatih Howard Wilkinson dan bermain bersama Gordon Strachan, Gary McAllister, David Batty, hingga Eric Cantona, Leeds menjuarai kompetisi 1991/1992. Mereka mengoleksi 82 poin dari 42 laga dan unggul 4 poin dari Manchester United selaku runner-up.
Keberhasilan Leeds dilanjutkan dengan Charity Shield 1992. Pada 1995/1996, Speed juga membantu Leeds mencapai pertandingan puncak Piala Liga. Sayang, Leeds menyerah 0-3 dari Aston Villa.
Setelah puas bermukim di Eland Road, Speed memutuskan hijrah ke Everton. Sayang, hubungan Speed dengan sang nakhoda, Howard Kendall, tidak bagus. Speed yang kecewa kemudian memutuskan pindah ke Newcastle United setelah bermain 2 tahun di Goodison Park.
Keputusan Speed hijrah ke Newcastle ternyata tepat. Kehebatan Speed sebagai playmaker jempolan semakin terasah dengan keberadaan Alan Shearer. Meski tidak ada gelar yang dipersembahkan, Speed menjadi idola fans The Magpies. Bersama Newcastle, Speed hanya sanggup tampil pada pertandingan puncak Piala FA 1997/1998 dan 1998/1999.
Ketika merasa kariernya akan tamat di St James' Park, Speed memutuskan mengakhiri pengabdian pada 2004. Lalu, dia bergabung dengan Bolton Wanderers. Di Reebok Stadium, Speed mencetak sejarah sebagai pemain pertama yang mencatatkan 500 penampilan di kompetisi elite Inggris sebelum akhirnya hijrah ke Sheffield United.
Speed pensiun sebagai pemain The Blades dan langsung beralih profesi menjadi pelatih. Hanya beberapa bulan menangani Sheffield, tugas negara langsung memanggilnya. Dia menukangi tim nasional Wales.
Speed mengabdi untuk Wales dalam usia 41 tahun. Debutnya terjadi pada 8 Februari 2011 kontra Irlandia dan laga terakhir tercipta pada 12 November 2011 kontra Norwegia. Beberapa hari setelah pertandingan bersejarah itu, tepatnya pada 26 November 2011, Speed ditemukan meninggal bunuh diri di rumahnya.
Kabar meninggalnya Speed langsung menyebar ke seantero Britania Raya. Kepergian sang legenda mengejutkan banyak orang. Banyak yang tidak percaya dan menganggap berita itu hoax sampai pemakaman resmi digelar.
Banyak orang kaget karena satu hari sebelum ditemukan meninggal dunia, Speed masih sempat menjadi komentator pertandingan di salah satu stasiun televisi di Inggris. Setelah siaran, Speed juga terlihat menonton laga The Red Devils kontra Newcatle di Old Trafford. Saat itu, dia duduk bersebelahan dengan Shearer, yang merupakan sahabat sekaligus tandem lamanya.
Kematian Speed sulit diterima fans Wales. Sebab, di bawah arahan Speed, The Dragons menjadi negara dengan penampilan paling progresif sepanjang 2011. Saat Speed pergi, Wales duduk di peringkat 45 FIFA. Itu merupakan posisi yang sangat terhormat karena saat Speed ditunjuk menjadi nakhoda, Wales ada di rangking 117.
Keterangan polisi menyetakan, istri Speed, Louise, menemukan tubuhnya tergantung di garasi rumah pada sekitar pukul 7.00 pagi. Dia menelepon layanan ambulans dan polisi pada pukul 7.08. Mereka memastikan kematian Speed akibat bunuh diri karena tidak ditemukan tanda kekerasan lainnya atau penyakit penyerta.
Penyelidikan juga mengungkapkan pemicu bunuh diri Speed adalah stres dan depresi berat. Malam sebelum kematiannya, dia dan istrinya bertengkar hebat. Tapi, Shearer membantah klaim itu dengan mengatakan bahwa pertengkaran seperti itu hal bisa di keluarga Speed.
Yang menarik adalah 4 hari sebelum kematiannya, Speed mengirim pesan kepada Louise tentang kemungkinan bunuh diri. Speed meninggalkan sebagian besar harta senilai 1,2 juta pounds miliknya kepada istrinya dan sisanya kepada putra-putranya.
Selain itu, ada laporan lain yang menyatakan bunuh diri Speed terkait kasus pelecehan seksual yang menimpa pelatih Speed saat kanak-kanak, Barry Bennell. Pada Februari 2018, setelah hukuman Bennell berakhir, seorang korban mengatakan kepada Al Jazeera bahwa dia telah menyaksikan Speed dilecehkan.
Pengakuan itu langsung direspons polisi. Dua kali polisi mewawancarai Speed selama penyelidikan sebelumnya terhadap perilaku Bennell. Tapi, dia mengatakan tidak pernah dilecehkan Bennel. Lalu, polisi mengambil kesimpulan bahwa penyelidikan atas kematian Speed tidak menemukan hubungan dengan Bennell.
Pemakaman Speed dihadiri sekitar 250 anggota keluarga dan teman-teman dekatnya serta berlangsung di Hawarden pada 9 Desember 2011. Sesuai dengan keinginan Louise, hanya kerumunan kecil yang berkumpul di jalan utama di luar Gereja St Deiniol dan tidak ada anggota pers diterima. Jasad Speed dikremasi di Krematorium Pentre Bychan, Wrexham.
Kenalkan Kenzo Riedewald, Pemain Berdarah Suriname-Indonesia yang Siap Bela Timnas U-17
Bima Sakti berencana memasukan namanya ke timnas U-17.Profil Ellie Carpenter, Pemain yang Mampu Saingi Lemparan ke Dalam Pratama Arhan
Dia adalah pemain Timnas Wanita Australia...Profil Julian Schwarzer, Penjaga Gawang Filipina yang Kini Bermain Bersama Arema FC
Pernah bermain di Inggris bersama Fulham...Profil Amara Diouf, Pemain Muda Senegal yang Dianggap Sebagai The Next Sadio Mane
Pada Piala Dunia U-17 2023 Amara Diouf bisa jadi ancaman berbahaya...
Opini