Kredit: fifa.com
Libero.id - Biasanya, pemain sepakbola yang pensiun menggunakan alasan cedera, karier yang terhenti, usia, atau tidak memiliki klub. Tapi, alasan yang diungkap Carlos Roa ketika mundur membuat banyak orang geleng-geleng kepala.
Mantan kiper tim nasional Argentina itu adalah fenomena unik di sepakbola internasional pada akhir dekade 1990-an. Lahir di Santa Fe, 15 Agustus 1969, Roa mulai bermain secara profesional untuk Racing Club de Avellaneda. Dia melakukan debut di Primera División Argentina pada 6 November 1988 pada usia 19 tahun.
Selama tur musim panas di Afrika dengan klub tersebut, Roa terjangkit malaria. Dia sembuh total sebelum pindah Lanús pada 1994. Kemudian, Roa kemudian menandatangani kontrak dengan Real Mallorca bersama rekan setimnya di Lanús, Óscar Mena.
Di klub dari Kepulauan Balearic itu, Roa tampil bagus. Dia membantu Mallorca finish di posisi 5 klasemen akhir La Liga di musim pertama setelah promosi dari Segunda División. Mallorca juga mencapai final di Copa del Rey sebelum dikalahkan Barcelona melalui adu penalti.
Peningkatan performa bersama sejumlah tim membuat Roa dipanggil membela Argentina. Dia dipercaya menjadi penjaga gawang utama tim Tango saat dilatih Daniel Passarella. Dia menjadi salah satu pemain yang membela Argentina di Piala Dunia 1998 ketika gawangnya dijebol gol solo run cantik Michael Owen ketika bertemu Inggris.
Pada musim panas 1999, setelah membantu Mallorca memenangkan Supercopa de Espana dan mencapai final Piala Winners bersama mantan rekan setim di Lanús, Ariel Ibagaza dan Gustavo Siviero, Roa pensiun di usia 30 tahun. Lalu, dia mengabdi untuk Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh dengan menjadi pekerja amal.
Mengapa Roa melakukannya? Dia percaya bahwa dunia akan kiamat pada 1 Januari 2000 atau tepat pada malam pergantian tahun. Ajaran gerejanya meyakini hal itu sehingga Roa memutuskan berhenti bermain sepakbola untuk mengabdi sepenuhnya untuk Tuhan (versi Roa).
Ketika mendekati pergantian tahun dari 1999 menjadi 2000, Roa tiba-tiba menghilang tanpa jejak. Tak hanya keluarga, manajemen hingga staf pelatih Mallorca panik dengan perilakunya. Mereka mencoba mencari keberadaan kiper berpostur 191 cm tersebut.
Roa akhirnya diketahui mengisolasi diri di sebuah tempat di Cordoba. Dia berdiam diri di tempat itu dengan menghabiskan waktu sepanjang hari untuk berdoa mendekatkan diri dengan Tuhan sambil bersiap menyongsong hari kiamat.
"Pendekatan milenium baru telah meningkatkan jumlah orang yang percaya pada kiamat yang akan datang. Ketakutan apokaliptik tersebar luas. Tidak ada dalam Alkitab tentang dunia yang berakhir pada 2000. Tapi, gagasan ini telah tumbuh sebagai semacam kepercayaan rakyat," kata seorang profesor dari University of Oregon, Daniel Wojcik, ketika itu kepada BBC.
Wojcik adalah penulis buku berjudul The End of The World as We Know it (akhir dunia seperti yang kita kenal). Dia mengatakan bahwa umat manusia selalu terpesona dengan kehancuran duniawi dan fenomena aneh. Sang profesor menegaskan tidak terkejut jika ada orang yang memiliki pandangan seperti Roa.
"Jajak pendapat di Amerika Serikat menunjukkan 20-40% dari populasi percaya Armageddon akan segera terjadi," tambah Wojcik.
Namun, keyakinan Roa terkait kiamat akhirnya tidak terbukti. Pergantian tahun ditandai dengan pesta kembang api meriah di seluruh dunia. Kekhawatiran dunia hancur tidak pernah ada. Masalah hanya muncul pada komputer dan jam digital terkait perubahan angka dari 1900 menjadi 2000.
Lalu, apa yang dilakukan Roa setelah itu? Dia memutuskan kembali ke sepakbola dengan memperkuat Mallorca lagi. Tapi, karena sudah terlanjur memiliki keyakinan tersebut, Roa sempat menolak untuk dimainkan pada Sabtu dengan alasan beribadah. Dia percaya Sabtu adalah hari yang suci.
Dari situlah awal Roa akhirnya tersisih dari Mallorca. Pasalnya, pertandingan-pertandingan La Liga banyak dimainkan pada akhir pekan pada Sabtu atau Minggu. Hanya laga-laga kompetisi Eropa atau Copa del Rey yang digelar pada pertengahan pekan, Selasa, Rabu, atau Kamis.
Sadar dengan sikap aneh Roa, Mallorca memutuskan membuang sang kiper pada 2002. Dia kemudian pindah ke Albacete untuk melanjutkan kariernya. Kendati berusia 33 tahun, Roa membantu klub barunya tersebut promosi dari Segunda Division setelah berada di peringkat 3 klasemen akhir.
Di Albacete, Roa tidak kontroversial layaknya di Mallorca. Tapi, masalah lain justru datang. Pada musim kedua, dia didiagnosis menderita kanker testis dan terpaksa berhenti bermain. Sebab, dia harus menjalani operasi dan menghabiskan 1 tahun untuk kemoterapi dan rehabilitasi.
Setelah menjaga kebugarannya dengan menjadi pemain amatir CD Constancia dan Atlético Baleares, Roa kembali ke sepakbola profesional. Dia pulang ke negara asalnya pada 2005. Roa bergabung dengan Olimpo de Bahía Blanca dan pensiun setelah 1 musim bermain.
Pada 2008, Roa bergabung dengan tim amatir Atlético Brown sebagai pelatih kiper. Dua tahun kemudian, dia ditunjuk sebagai asisten pelatih di Club Sportivo Ben Hur. Kemudian, Roa bekerja dengan mantan rekan setim Matías Almeyda di River Plate, Banfield, dan Chivas de Guadalajara.
Sepanjang karier bermain, Roa meraih Supercopa Sudamericana 1988 bersama Racing. Dia ikut serta membawa Lanus juara Copa CONMEBOL 1996. Dia ikut serta membawa Mallorca juara Supercopa de Espana 1998. Sementara untuk individu, Roa menjadi kiper terbaik La Liga 1997/1998.
Kenalkan Kenzo Riedewald, Pemain Berdarah Suriname-Indonesia yang Siap Bela Timnas U-17
Bima Sakti berencana memasukan namanya ke timnas U-17.Profil Ellie Carpenter, Pemain yang Mampu Saingi Lemparan ke Dalam Pratama Arhan
Dia adalah pemain Timnas Wanita Australia...Profil Julian Schwarzer, Penjaga Gawang Filipina yang Kini Bermain Bersama Arema FC
Pernah bermain di Inggris bersama Fulham...Profil Amara Diouf, Pemain Muda Senegal yang Dianggap Sebagai The Next Sadio Mane
Pada Piala Dunia U-17 2023 Amara Diouf bisa jadi ancaman berbahaya...
Opini