Kredit: slbenfica.pt
Libero.id - Sepanjang hidupnya, Miklos Feher hanya mampu mempersembahkan 1 gelar untuk Benfica, yaitu Taça de Portugal 2003/2004. Tapi, nama pria asal Hungaria tersebut abadi di Estadio da Luz. Bahkan, ada patung perunggunya. Kok, bisa?
Feher lahir di Tatabanya, pada 20 Juli 1979. Beroperasi sebagai penyerang, Feher datang ke Portugal pada usia 19 tahun. Sebelum membela Benfica pada 2002, dia pertama kali merumput di Portugal bersama FC Porto. Oleh Porto, Feher ditempatkan di tim B sebelum dipinjamkan ke Salgueiros dan Braga.
Kualitas Feher ternyata mulai diperhitungkan ketika membela Braga. Dia mencetak 14 gol dari 26 pertandingan sepanjang 2000/2001. Performa apik Feher di Braga membuat Porto menariknya kembali pada musim berikutnya. Sayang, Feher kembali menjadi pesakitan karena sering dicadangkan.
Ketika Jose Mourinho menjadi pelatih di Estadio do Dragao, Feher masuk dalam daftar jual. Pemain berpostur 185 cm tersebut mendapatkan tawaran dari Benfica, yang langsung diterima tanpa berpikir panjang.
Media-media olahraga di Portugal kala itu menyebut kepindahan Feher ke Benfica lebih dilandasi perselisihan antara agen Feher, Jose Veiga, dengan manajemen Porto. Perselisihan semakin panas ketika pelatih baru (Mourinho) mengeluarkan daftar pemain yang diizinkan meninggalkan klub pada transfer window musim panas 2002.
Awalnya, kepergian Feher ke Benfica tidak berjalan mulus. Pasalnya, dia tidak otomatis menjadi pemain inti. Feher harus bersaing ketat dengan pesepakbola-pesepakbola terbaik Portugal yang berstatus pemain tim nasional. Sebut saja Simao Sabrosa dan Nuno Gomes.
Meski minim kontribusi di lapangan, Feher dikenang fans Benfica selamanya hingga hari ini. Dia dianggap sebagai simbol totalitas di lapangan hingga titik darah penghabisan. Saat menghadapi Vitoria Guimaraes, 25 Januari 2004, Feher menghembuskan napas terakhir akibat serangan jantung yang dipicu kondisi hypertrophic cardiomyopathy.
Di hari tragedi, Feher mendadak pingsan di lapangan pada injury time setelah mengejar bola yang ke luar lapangan. Saat akan kembali ke pertahanan Benfica dia menganggu pemain Vitoria yang hendak melakukan throw-in. Akibatnya, wasit mengeluarkan kartu kuning untuk Feher.
Tapi, tiba-tiba Feher berjalan mundur di area tengah lapangan sebelah timur. Dia berhenti, membungkukkan badan, dan terjatuh ke belakang. Sempat menggerakkan tangan dan kakinya, Feher seperti tertidur pulas. Momen detik-detik kolapsnya Feher di lapangan tertangkap jelas oleh kamera televisi.
Melihat insiden tersebut, pemain-pemain Benfica dan Vitoria langsung menghampiri Feher. Wasit menghentikan pertandingan dan tim dokter mencoba menyadarkan Feher. Para pemain menangis dan berpelukan berharap yang terbaik untuk Feher. Suporter yang menyadari ada hal tidak wajar juga ikut meneriakkan nama Feher berkali-kali.
"Luar biasa hal seperti ini terjadi. Saya langsung tahu ada yang tidak beres ketika dia jatuh di lapangan dan yang bisa saya lakukan hanyalah memanggil kru medis kedua tim," kata wasit yang memimpin pertandingan, Olegário Benquerença, beberapa hari kemudian, dilansir situs resmi UEFA.
Sayang, usaha tim media menyadarkan Feher tidak berhasil. Mereka melarikannya ke rumah sakit. Tapi, tetap tidak banyak membantu karena Feher menghembuskan napas terakhir. Baik warga Portugal maupun Hungaria langsung berkabung selama beberapa hari atas kepergian talenta muda tersebut.
Feher abadi di Estadio da Luz maupun di Hungaria. Dia dikenang selamanya. Suporter masih sering meneriakan nama Feher ketika para pemain Benfica mulai bermain jelek di lapangan. Lagu-lagu dengan lirik terkait Feher juga sering dinyanyikan di stadion saat Hungaria bertanding.
"Tidak ada yang melupakan Miki karena dia orang hebat di sepakbola Hungaria dan tim nasional. Dia memiliki banyak teman di tim yang bermain hari ini dan, dalam ingatannya, semua orang akan memberikan 100% dan bermain sebaik mungkin besok," ujar rekan Feher di Hungaria, Akos Buzsaky, saat acara pemakaman, dikutip Reuters.
Saat Benfica menjuarai Liga Portugal 2004/2005, rombongan As Aguias, yang terdiri dari Luis Filipe Vieira (presiden klub), Giovanni Trapattoni (pelatih), dan seluruh anggota tim terbang ke kampung halaman Feher di Hungaria. Mereka bertemu kedua orang tua sang pemain untuk mempersembahkan medali juara Liga Portugal. Gelar itu tidak sempat dinikmati putra mereka karena terlanjur menghadap Sang Pencipta.
Untuk mengenang Feher, Benfica juga mengabadikan nomor 29 yang dikenakan semasa kariernya. Patung perunggu Feher dengan berkalungkan medali masih berdiri megah di salah satu sudut Estadio da Luz.
Kenalkan Kenzo Riedewald, Pemain Berdarah Suriname-Indonesia yang Siap Bela Timnas U-17
Bima Sakti berencana memasukan namanya ke timnas U-17.Profil Ellie Carpenter, Pemain yang Mampu Saingi Lemparan ke Dalam Pratama Arhan
Dia adalah pemain Timnas Wanita Australia...Profil Julian Schwarzer, Penjaga Gawang Filipina yang Kini Bermain Bersama Arema FC
Pernah bermain di Inggris bersama Fulham...Profil Amara Diouf, Pemain Muda Senegal yang Dianggap Sebagai The Next Sadio Mane
Pada Piala Dunia U-17 2023 Amara Diouf bisa jadi ancaman berbahaya...
Opini