Libero.id - “Zanetti lebih baik dari yang kita semua buat.” Kalimat pujian itu meluncur dari mulut seorang Diego Maradona dan jika melihat fakta di lapangan, maka benar saja kalimat itu sulit untuk diperdebatkan.
Zanetti jelas bukan pesepakbola terhebat sepanjang masa, tetapi mencoba untuk menyingkirkan nama Il Capitano dari jalannya sejarah, jelas itu adalah hal konyol.
Sebelum ke aksi-aksinya di atas lapangan, mari kita mulai ini dengan sekilas tentang atribut fisiknya. Di mulai dengan rambutnya dan itu awal yang buruk. Tapi begini, lihatlah rambut Zanneti yang hitam pekat, tidak terlalu panjang dan tampak seperti heartthrob Hollywood abad pertengahan.
Harus diakui sebagai pesepakbola, dari segi tampang Javier Adelmar Zanetti sedikit lebih tampan daripada yang lain.
Perjalanan Karier Javier Adelmar Zanneti
Lahir di Buenos Aires dari orang tua asal Italia dan status sosial yang rendah, Zanetti berhasil mencapai puncak kariernya dengan cara yang sulit.
Ia bermain sebelumnya ditolak oleh tim lokal Independiente yang menyebut fisik Javier Zanetti sebagai penghalang untuk mencapai kesepakatan dengan klub itu.
Zanetti akhirnya berlabuh di tim divisi dua yakni Talleres RD, ia bermain satu musim sebelum akhirnya pindah ke Banfield pada 1993. Di sanalah, di Estadio Florencio Sola, Zanetti pertama kali menunjukkan tentang apa itu dedikasi dan kesetiaan dalam sepak bola. Sementara waktu Zanetti muda menolak tawaran-tawaran klub besar seperti Boca Juniors dan Banfield.
Rajin, tenang dan cerdik di dalam dan di luar lapangan, pemain yang berposisi bek kanan ini kemudian benar-benar pindah ke Eropa pada tahun 1995, ia tiba di Stadion Giuseppe Meazza sebagai rekrutan pertama era Morrati. Dan untuk seterusnya akan tetap begitu.
Zanetti menghabiskan 19 tahun kariernya dengan cara menapakkan kakinya yang tak kenal lelah di atas tanah suci Giuseppe Meazza.
Ada atau tidak ada Scudetto, di antara menang atau kalah, pelatih dan pemain yang datang dan pergi, di gerbang kompleks latihan Inter yakni Centro Sportivo, tetap ada Zanneti. Laki-laki Argentina itu selalu siap untuk melayani I Nerazzurri.
Dari mulai era Robbie Keane ke Alvaro Recoba, Mario Balotelli hingga Marco Materazzi, mereka semua datang, sebagian bersinar, sebagian jatuh, dan akhirnya semua pindah, tetapi Javier Zanetti dan rambutnya yang khas tetap ada.
Pada tahun 2001, musim keenamnya dengan seragam biru dan hitam, datang pelatih asal Argentina Hector Cuper. Pada tahun-tahun awal Zanneti di Inter ia hanya menghasilkan sedikit trofi. Namun trofi segera datang. Badai Calciopoli yang sempurna dan beberapa pembelian yang cerdik dari Inter mengakibatkan klub tersebut memulai periode dominasi yang mengejutkan.
Dari scudetto pertama yang diberikan kepada mereka setelah Juve dinyatakan bersalah dalam kasus Calciopoli, I Nerazzurri sukses mengumpulkan 13 trofi dan Zanetti berada di sana sebagai tokoh utama.
Ia tak goyah meski silih berganti datang tawaran dari Barca, Real dan Man United. Musim 2009/10 adalah puncak karier Zanetti dan juga bisa dibilang puncak dari sejarah panjang Inter Milan.
Di bawah asuhan Jose Mourinho, yang juga pada saat itu sedang berada di puncak karier kepelatihannya, Inter memenangkan treble sekaligus menjadi tim Italia pertama yang berhasil melakukannya.
Zanetti dan Mourinho adalah perpaduan yang cocok. Ia kembali menjadi Il Capitano, saat itu Zanneti bergeser sedikit kedepan dan mulai bermain di lini tengah sementara itu posisi awalnya diisi oleh Maicon di bek kanan. Zanneti menjadi starter sebanyak 51 kali untuk Inter musim itu, lebih banyak dari pemain lainnya.
Javier Zanetti bermain 615 kali untuk Inter, dan itu merupakan rekor klub. Sebagai kapten, ia memimpin klub melewati satu dekade penuh dengan trofi, memenangkan lima Serie A, empat Coppa Italia, Liga Champions dan Piala Dunia Antarklub.
Saat dia pensiun pada tahun 2014, seragam nomor empat Inter ikut dipensiunkan. Zanetti 'melayani' Inter Milan dengan penuh semangat, dedikasi dan semua yang bisa ia berikan. Sehingga wajar kemudian Zanneti mengamankan satu tempat khusus di hati penggemar dan ia tercatat pada halaman buku sejarah dengan tinta emas.
Jika di sisi lain kota punya Paolo Maldini sebagai lambang dari kesetiaan. Namun tidak seperti Maldini, yang lahir di Milan dan putra seorang kapten Rossoneri, Zanetti memulai hidup yang sama sekali bukan berakar dari Italia. Javier Zanetti tiba sebagai seorang Argentina dan pensiun sebagai putra kesayangan kota Milan. Inter Milan. Kini dia kembali melayani klubnya sebagai wakil presiden.
Hormat yang tinggi untuk sang Il Capitano.
Kenalkan Kenzo Riedewald, Pemain Berdarah Suriname-Indonesia yang Siap Bela Timnas U-17
Bima Sakti berencana memasukan namanya ke timnas U-17.Profil Ellie Carpenter, Pemain yang Mampu Saingi Lemparan ke Dalam Pratama Arhan
Dia adalah pemain Timnas Wanita Australia...Profil Julian Schwarzer, Penjaga Gawang Filipina yang Kini Bermain Bersama Arema FC
Pernah bermain di Inggris bersama Fulham...Profil Amara Diouf, Pemain Muda Senegal yang Dianggap Sebagai The Next Sadio Mane
Pada Piala Dunia U-17 2023 Amara Diouf bisa jadi ancaman berbahaya...
Opini