Libero.id - Sergio van Dijk sempat menjadi fenomena sepakbola Indonesia. Setelah pensiun, mantan penyerang tim Garuda itu kembali ke tanah kelahirannya, Belanda, untuk memulai profesi baru sebagai agen pemain dengan bendera Tevreden Group.
Van Dijk memulai karier di klub lokal LTC Assen sebelum direkrut Akademi FC Groningen. Pada musim 2000/2001, pria kelahiran Assen, 8 Agustus 1982, itu memainkan 2 pertandingan dan 1 gol untuk Groningen di Eerste Divisie plus mendapatkan tiket promosi ke Eredivisie.
Sayang, saat Groningen bermain di kasta tertinggi, Van Dijk justru kembali ke Eerste Divisie untuk Helmond Sport. Lalu, pada 2005, dia pindah ke FC Emmen. Di klub itu dia mencetak 18 dan 12 gol dalam dua musim pertamanya.
Sadar kariernya tidak akan bagus di Belanda, Van Dijk memilih ke luar negeri. Pada 16 Juni 2008, dia menandatangani kontrak 2 tahun dengan Brisbane Roar. Van Dijk memulai musim dengan lambat dengan hanya mencetak 1 gol dalam 10 pertandingan pertamanya plus menyumbang 6 assist.
Van Dijk kemudian membungkam kritik dengan mencetak 9 gol di banyak pertandingan (termasuk 2 gol melawan Central Coast Mariners). Lalu, pada 17 Januari 2009, dia menjadi pemain pertama Brisbane yang mencetak hattrick dalam kemenangan 3-1 atas Sydney FC.
Karier Van Dijk di Australia semakin cemerlang. Pada 11 Februari 2010, dia dikontrak Adelaide United selama 6 bulan, khusus menghadapi Liga Champions Asia. Tapi, berkat performa yang bagus saat melawan Pohang Steelers maupun Shandong Luneng, kontrak 3 tahun justru disodorkan Adelaide pada 14 Maret 2010.
Sepanjang 2010/2011, Van Dijk tampil luar biasa di Liga Australia. Pada 21 Januari 2011, dia berhasil mencetak hattrick dalam kemenangan 8-1 timnya atas North Queensland Fury. Pada akhir musim, Van Dijk memenangkan penghargaan Sepatu Emas 2010/2011 dengan 16 gol.
Mendengar ada pemain Belanda keturunan Indonesia yang menjadi pemain top di Australia, PSSI tidak tinggal diam. Sejak 2010, PSSI sudah mengincar Van Dijk untuk diberi paspor Republik Indonesia. Tapi, setelah bertemu PSSI, Van Dijk justru mundur teratur. Pasalnya, dia harus menanggalkan paspor Belanda karena Undang-undang Kewarganegaraan Indonesia tidak mengizinkan kewarganegaraan ganda untuk orang di atas usia 18 tahun.
Van Dijk akhirnya benar-benar menjadi WNI setelah kontraknya diputus Adelaide pada 2013. Saat itu dia sudah berusia 31 tahun dan mengalami penurunan performa secara signifikan di Liga Australia.
Pada 2013, PSSI mengumumkan Van Dijk akan dinaturalisasi agar bisa bermain di Kualifikasi Piala Dunia 2014. Pada 4 Maret 2013, dia dipanggil untuk pertama kalinya untuk tampil di Kualifikasi Piala Asia 2015. Dia melakukan debutnya melawan Arab Saudi pada 23 Maret 2013.
Satu bulan sebelum menjalani debut untuk tim Merah-Putih, Van Dijk menandatangani kontrak dengan Persib Bandung. Dia bermain di Indonesia Super League (ISL) 2013 dengan seragam Maung Bandung. Dari 29 pertandingan yang dijalani, Van Dijk mencetak 21 gol dan 10 assist. Dia hanya tertinggal 2 gol dari Boaz Solossa selaku peraih Sepatu Emas.
Sayang, akibat masalah nonteknis terkait bisnis dan marketing, Van Dijk hanya bertahan 1 musim di Persib. Dia meninggalkan Indonesia untuk bermain di Iran dan Thailand sebelum kembali membela Maung Bandung pada 2016/2017.
Setelah tampil kurang maksimal pada kesempatan kedua berseragam Persib, Van Dijk kembali ke Belanda. Sempat bermain di klub amatir VV-Pelikaan-S, Van Dijk akhirnya pensiun. Tidak butuh waktu lama, dia langsung beralih profesi menjadi agen pemain. Van Dijk bergabung dengan Tevreden Group.
Itu adalah sebuah perusahaan agensi pemain asal Belanda yang memiliki cabang di sejumlah negara Eropa seperti Belgia, Swedia, dan Turki. Dalam situs resminya, agensi ini memiliki misi membantu para pemain muda untuk menuju profesional secara teknis maupun bisnis.
Ada banyak pemain berusia belasan tahun yang menjadi klien perusahaan milik Brian Tevreden itu. Sebut saja Djevencio van der Kust (FC Utrecht), Ema Twumasi (FC Dallas), Dhoraso Moreo Klas (FC Den Bosch), Jelte Pal (Willem II Tilburg), Lammert Roossien (Twente Enschede), Sergio Tremour (Sparta Rotterdam), Demo Giorny Koida (Heerenveen), hingga Yuya Ikeshita (FC Utrecht).
Sebagai player representative, Van Dijk memiliki pemainnya sendiri. Dia punya beberapa pemain remaja yang harus didik dan dipasarkan agar bisa menjadi pesepakbola kelas dunia layaknya Johan Cruyff atau Marco van Basten.
Salah satu anak didik Van Dijk adalah Elijah Mansaray. Remaja kelahiran Freetown, 24 Oktober 2003, itu saat ini bermain untuk FC Emmen U-18. Mansaray adalah gelandang serang yang bisa bermain sebagai gelandang tengah. Dia dianggap sebagai calon penerus pemain legendaris Sierra Leone, Mohammed Kallon.
Van Dijk juga menjadi bapak asuh Demo Giorny Koida. Dia adalah bek berusia 18 tahun asal Suriname yang bermain untuk Heerenveen. Lalu, Abdullahi Hassan Abdi, yang berusia 18 tahun bermain untuk FC Emmen U-18. Dia adalah striker.
Namun, dari semua pemain asuhan Van Dijk, yang paling menarik adalah keberadaan dua remaja keturunan Indonesia. Mereka adalah Jelte Pal dan Yairo Divanti. Pal tercatat sebagai pemain Willem II Tilburg U-18 dan Divanti bermain untuk Heerenveen U-18.
Sebagai orang Indonesia, tentu saja PSSI cukup menghubungi Van Dijk jika Pal dan Divanti ingin dijadikan WNI. "Tambahan baru buat @tevredengroup, gelandang serang dari @scheerenveenofficial u18, keturunan Indonesia juga ID, @yairoveijk," tulis Van Dijk di akun Instagram resmi miliknya, @serginhovandijk.
Kenalkan Kenzo Riedewald, Pemain Berdarah Suriname-Indonesia yang Siap Bela Timnas U-17
Bima Sakti berencana memasukan namanya ke timnas U-17.Profil Ellie Carpenter, Pemain yang Mampu Saingi Lemparan ke Dalam Pratama Arhan
Dia adalah pemain Timnas Wanita Australia...Profil Julian Schwarzer, Penjaga Gawang Filipina yang Kini Bermain Bersama Arema FC
Pernah bermain di Inggris bersama Fulham...Profil Amara Diouf, Pemain Muda Senegal yang Dianggap Sebagai The Next Sadio Mane
Pada Piala Dunia U-17 2023 Amara Diouf bisa jadi ancaman berbahaya...
Opini