Libero.id - Dua tahun sebelum menanduk Marco Materazzi akibat provokasi bernada pelecahan, Zinedine Zidane pernah melakukan hal yang sama kepada Jerome Rothen. Insiden itu terungkap dalam buku autobiografi Rothen berjudul "You're Not Going to Believe Me".
Rothen adalah pensiunan pesepakbola asal Prancis yang memiliki 13 caps dan 1 gol untuk Les Bleus pada 2003-2007. Itu adalah era yang sama dengan masa-masa kejayaan Zidane bersama Juventus, Real Madrid, dan Prancis.
Berposisi sebagai sayap murni, Rothen ketika itu dikenal dengan kemampuan mengirim umpan jitu, teknik tinggi, dan tembakan bebas mematikan. Beda dengan Zidane yang menjadi megabintang dunia, Rothen mencapai masa kejayaan bersama AS Monaco pada 2002-2004 sebelum pindah ke Paris Saint-Germain (2004-2010).
Rothen bermain 106 kali dan mencetak 6 gol untuk Monaco di semua ajang selama 3 musim. Sementara bersama PSG, dia menghasilkan 180 pertarungan dengan 13 gol selama 5 musim. Rothen juga sempat membela PSG B, Glasgow Rangers, Ankaragucu, hingga Bastia.
Saat membela Monaco itulah konflik antara Rothen dengan Zidane terjadi. Cerita itu terjadi di Liga Champions 2003/2004. Itu adalah musim ketika Monaco dilatih Claudio Ranieri dan mampu mencapai final sebelum dikalahkan FC Porto dengan Jose Mourinho.
Monaco saat itu tampil luar biasa di fase grup. Mereka mampu menjuarai Grup C untuk lolos ke babak 16 besar melawan Lokomotiv Moscow. Kemenangan dihasilkan dan Monaco sudah ditunggu Madrid di perempat final. Los Blancos lolos setelah menyingkirkan Bayern Muenchen.
Pada pertemuan pertama di Estadio Santiago Bernabeu, Madrid tampil solid untuk memetik kemenangan 4-2. Ivan Helguera, Zidane, Luis Figo, dan Ronaldo menjadi pahlawan Madrid. Sedangkan gol Monaco lahir dari Sebastien Squillaci dan Fernando Morientes.
Kemudian, pada leg kedua di Stade Louis II, giliran Monaco yang membalas. Mereka tampil kesetanan untuk menciptakan kemenangan 3-1. Ludovic Giuly mencetak 2 gol dan Morientes 1 gol. Lalu, Raul Gonzalez memperkecil skor. Tapi, dengan agregat 5-5, Monaco berhak ke semifinal dengan mekanisme keunggulan gol tandang.
Pertandingan bersejarah itu ternyata berkesan bagi Rothen. Pada 8 Oktober 2008, dia menerbitkan buku autobiografi. Buku tersebut kontroversial karena menceritakan kejadian 6 April 2004 di Stade Louis II.
Dalam "You're Not Going to Believe Me", Rothen bercerita bahwa di akhir-akhir laga Zidane tiba-tiba menekel dirinya dari belakang. Rothen terjatuh dan Zidane marah. Dia menunduk menghampiri Rothen dan mengeluarkan sebuah kalimat kotor. Menurut Rothen, kalimat itu juga digunakan Materazzi untuk menghina Zidane di final Piala Dunia 2006.
Rothen mengklaim Zidane menggunakan kalimat dalam Bahasa Prancis, "fils de pute". Itu adalah kata-kata umpatan bernada melecehkan yang jika diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia bermakna "anak pelacur".
"Zidane dan saya saling kenal dari timnas. Saya tidak mengerti apa yang terjadi saat itu karena kami memiliki hubungan yang baik. Kami menang 3-1. Kami siap ke semifinal dan Zidane kehilangan bola. Itu adalah Real Madrid, Los Galacticos, yang disingkirkan Monaco, klub kecil," ujar Rothen, dilansir The Sun.
"Saya bisa memahami frustrasinya. Tapi, saya tidak mengerti kata-kata semacam itu. Dia adalah seseorang yang saya kenal, dengan siapa saya berlatih, dan dengan siapa saya bermain di timnas. Saya tidak memberi tahu anda bahwa kami adalah teman terbaik di dunia. Tapi, saya tidak mengerti penghinaan dengan seseorang yang pernah bermain di timnas," tambah Rothen.
Dalam wawancara berikutnya dengan surat kabar Prancis, L'Equipe, Rothen menyatakan dia tidak berniat mencoreng citra Zidane dengan mempublikasikan kejadian tersebut. Dia juga menyangkal telah menerima tekanan dari kamp timnas untuk menghapus bagian tentang Zidane, seperti yang dirumorkan.
"Saya mengharapkan dia untuk meminta maaf di akhir pertandingan. Tapi, dia tidak mengatakan apa-apa. Saya pikir saat berikutnya kami bertemu di timnas dia akan meminta maaf, dan kemudian itu akan dilupakan. Tapi, dia tidak melakukannya dan itu mengecewakan saya," beber pemilik postur 177 cm itu.
Buku itu keluar pada 2008 atau 2 tahun setelah insiden di Olympiastadion, Berlin. Tapi, responsnya negatif. Orang menganggap Rothen hanya mencari popularitas memanfaatkan kasus dengan Zidane vs Materazzi. Apalagi, Zidane adalah megabintang dan Rothen adalah pemain biasa.
Seperti yang sudah diketahui banyak orang, Zidane berhenti berkarier di sepakbola pada 2006 dan kemudian beralih profesi menjadi pelatih. Saat ini dia masih menukangi Madrid. Sementara Rothen saat ini hidup seperti orang biasa mengurus bisnis kecil-kecilan di Caen.
Profil Frank Wormuth, Pria Jerman yang Akan Bantu Bima Sakti di Piala Dunia U-17 2023
Semoga berhasil menjalankan tugas.Lawan Pemuncak Klasemen, Persik Kediri Malah Kehilangan 3 Pemain Andalan
Pertandingan yang diramal akan menarik.Bertandang ke Markas Sendiri, Begini Persiapan Bali United Hadapi Arema FC
Pertandingan yang cukup unik bagi Bali United.Beda dengan Piala Dunia Pria, FIFA Sebut Piala Dunia Wanita Justru Rugi
Piala Dunia Wanita 2023 akan kick-off dalam hitungan hari.Unik! 5 Pemain Timnas Indonesia Bakal Dilatih Park Hang-seo Jika Gabung Persib Bandung
Semuanya baru sebatas rumor. Bisa benar, bisa salah.
Opini