Libero.id - 16 tahun setelah pensiun Gabriel Batistuta masih dianggap oleh banyak pecinta sepak bola sebagai pemain Argentina terhebat ketiga setelah Diego Maradona dan Lionel Messi. Meskipun, para fans dari Osvaldo Ardiles dan Hernan Crespo mungkin tidak setuju, tetap ada alasan kenapa pemain berjuluk 'Batigol' itu layak menempati posisi ketiga setelah La Pulga dan Si Tangan Tuhan.
Sejak memulai karier profesionalnya bersama Newell's Old Boys, Batistuta memang sudah dikenal sebagai pemain yang hebat dalam mencetak gol serta dikenal dengan tendangannya yang keras.
Batistuta melakukan debut untuk The Lepers pada tahun 1988 dan di bawah arahan Marcelo Bielsa, Batistuta bermain satu musim di Newell’s Old Boys sebelum pindah ke River Plate kemudian disusul kepindahannya ke Boca Juniors. Batistuta sendiri terbilang tidak lama berada di Negeri Tango karena setiap klub yang ia singgahi hanya bertahan satu musim.
Pada tahun 1991, Batistuta muda memilih untuk mencari tantangan baru dengan bergabung bersama tim asal Florence, Fiorentina, klub yang bermain di Serie A serta klub yang membesarkan namanya. Saat itu, Serie A dikenal sebagai kompetisi sepakbola paling elit di seluruh jagat.
Bertahan selama hampir sepuluh musim, Batistuta mencetak 168 gol yang luar biasa dalam 269 penampilan dan menjadi salah satu pemain incaran klub top Eropa selama bertahun-tahun.
Seperti Romeo dan Juliet, Fiorentina dan Gabriel Batistuta tampaknya dibuat untuk satu sama lain, dan hubungan mereka adalah hubungan yang sangat romantis, dimana keduanya menjalin asmara hingga lebih dari satu dekade.
Namun, meski memulai kariernya dengan solid di Fiorentina, Batistuta mendapati dirinya tampil di tim yang terancam degradasi di musim keduanya. Enam belas gol yang dia cetak tidak cukup untuk membawa tim menjauh dari zona degradasi, dan pada 1993 La Viola terdegradasi dari Serie A.
Adapun karier Batistua di timnas Argentina dimulai pada tahun 1991. Antara tahun 1991 dan 1993, Batistuta membantu negaranya memenangkan Copa America, dan pada 1993, Batigol mencetak dua gol di final dalam kemenangan 2-1 atas Meksiko.
Dengan Piala Dunia 1994 yang diselenggarakan di Amerika Serikat, Batistuta mengambil keputusan berisiko untuk tetap bersama Fiorentina di Serie B. Taruhannya yang diperhitungkan itu membuahkan hasil saat klub bangkit kembali dan promosi ke Serie A.
Menyusul Piala Dunia yang cukup mengecewakan ketika Argentina kalah dari Rumania di babak 16 besar, Batistuta dan Fiorentina memulai musim 1994/95 dengan sangat mengesankan. Bermain sebagai penyerang out-and-out di bawah Claudio Ranieri, Batistuta mengakhiri kompetisi sebagai pencetak gol terbanyak di Serie A dengan 26 gol.
Di musim berikutnya, Batistuta sukses membantu Fiorentina memenangkan gelar Coppa Italia dengan dirinya mencetak gol di kedua leg final melawan Atalanta. Pada tiga musim berikutnya, ia selalu rutin mencetak 20 gol atau bahkan lebih, dimana ia juga sukses mencatatkan prestasi baru bersama La Viola saat mereka bermain di Liga Champions untuk pertama kalinya dalam sejarah usai menyelesaikan Serie A musim 1998/99 di posisi ketiga.
Gaya menyerang serta golnya saat melawan Arsenal dan Manchester United (kandang dan tandang) di Liga Champions 1999/2000, memperkuat namanya sebagai penyerang modern, dan pada akhir musim itu, ia menjadi pemain berusia lebih dari 30 dengan harga termahal di dunia ketika ia bergabung bersama I Giallorossi dengan mahar 36,2 juta Euro. Tentu saja kepergiannya dari Stadio Artemio Franchi sangat disayangkan oleh klub dan Batistuta sendiri merasa sangat sedih karena telah meninggalkan klub yang telah lama ia bela.
Setelah gagal untuk meraih Scudetto bersama Fiorentina, Batistuta berhasil pada percobaan pertama bersama Roma di musim 2000/01. Dalam pertandingan yang tak terlupakan melawan Fiorentina, ia mencetak gol melawan klub lamanya dan tidak hanya menolak untuk merayakan tetapi juga meninggalkan lapangan sambil menangis. Pada tahun 2014, empat belas tahun setelah meninggalkan klub, Batistuta dilantik ke dalam Hall of Fame La Viola.
Batistuta bertahan selama tiga musim di Roma, mencetak 30 gol dalam 63 penampilan sebelum menandatangani kesepakatan pinjaman bersama Inter Milan. Ketika kariernya sudah mulai turun, Batigol sempat dirumorkan akan bermain di Inggris, dengan Fulham dikatakan hampir mendapatkan kesepakatan, tetapi sebaliknya, ia malah bermain di Qatar bersama Al-Arabi selama 2 musim.
Karier internasionalnya berlangsung dari tahun 1991 hingga 2002, dan selain memenangkan dua gelar Copa America, ia juga merupakan bagian dari tim sukses Argentina yang menjuarai Piala Konfederasi FIFA tahun 1992. Batistuta tampil di tiga pegelaran Piala Dunia - 1994, 1998, dan 2002 - tanpa melaju lebih jauh dari perempat final, tetapi ia berhasil mencetak 54 gol yang luar biasa dalam 77 penampilan.
Sepanjang kariernya, Gabriel Batistuta dikenal karena kejujuran dan etos kerjanya. Kemampuan menembaknya sangat legendaris dan ia adalah beberapa di antara penyerang kelas dunia yang mampu mencetak gol dari jarak jauh yang luar biasa.
Ia sangat dihormati oleh rekan satu tim dan lawan, dan mungkin dikatakan bahwa pada tahun 1994 ia disebutkan oleh Pele dalam daftar 100 pemain terhebat dunia FIFA, sementara almarhum Maradona menggambarkan ia sebagai striker terbaik yang pernah dilihatnya.
Res semper Batistuta !!!!
Kenalkan Kenzo Riedewald, Pemain Berdarah Suriname-Indonesia yang Siap Bela Timnas U-17
Bima Sakti berencana memasukan namanya ke timnas U-17.Profil Ellie Carpenter, Pemain yang Mampu Saingi Lemparan ke Dalam Pratama Arhan
Dia adalah pemain Timnas Wanita Australia...Profil Julian Schwarzer, Penjaga Gawang Filipina yang Kini Bermain Bersama Arema FC
Pernah bermain di Inggris bersama Fulham...Profil Amara Diouf, Pemain Muda Senegal yang Dianggap Sebagai The Next Sadio Mane
Pada Piala Dunia U-17 2023 Amara Diouf bisa jadi ancaman berbahaya...
Opini