Libero.id - Pada 2011-2013, Anzhi Makhachkala dibicarakan banyak orang. Berasal dari wilayah konflik di Dagestan, Rusia, The Eagles menghebohkan dunia setelah mengontrak bintang-bintang mahal. Kini, 10 tahun berselang, mereka nyaris bangkrut dan terdampar di kompetisi kasta ketiga. Miris!
Kisah Cinderella ala Anzhi dimulai pada 18 Januari 2011. Baru semusim di Liga Premier Rusia, Anzhi dibeli Suleyman Kerimov. Hal itu menuai kontroversi, baik proses pembeliannya maupun orang yang membelinya.
Terungkap fakta bahwa Presiden Republik Dagestan, Magomedsalam Magomedov, bertemu dengan Kerimov dan memberikan 100% saham klub, termasuk 50% saham dari pemilik sebelumnya, Igor Yakovlev. Semuanya gratis. Imbalannya, dukungan finansial untuk kepentingan pribadi Magomedov.
Meski masuk kategori korupsi (nepotisme dan gratifikasi), baik Magomedov maupun Kerimov tidak pernah mendapatkan penyelidikan dari otoritas hukum Rusia. Hal tersebut wajar karena Negeri Beruang Merah dikenal dengan pemerintahan yang oligarki dan korup.
Tanpa adanya masalah hukum yang menghambat, Kerimov langsung menginvestasikan lebih dari USD200 juta dalam infrastruktur dengan sebagian besar dananya digunakan untuk membangun stadion baru dengan kapasitas lebih dari 40.000 penonton untuk memenuhi semua persyaratan UEFA.
Investasi Kerimov segera dilanjutkan pada jendela transfer musim dingin 2011. Transfer signifikan pertama dikerjakan pada 16 Februari. Ketika itu, klub mengumumkan transfer gratis bek kiri legendaris Brasil pemenang Piala Dunia 2002, Roberto Carlos.
Transfer dilanjutkan dengan 10 juta euro untuk pemain Brasil lainnya, yaitu mantan gelandang Corinthians, Jucilei, dan 8 juta euro untuk pemain sayap asal Maroko, Mbark Boussoufa, dari klub elite Belgia, Anderlecht. Transfer Boussoufa diselesaikan pada menit terakhir, yaitu 10 Maret.
Pada musim panas 2011, klub mendatangkan Balazs Dzsudzsak dari PSV Eindhoven dengan 14 juta euro dan kontrak 4 tahun. Anzhi juga membeli gelandang tim nasional Rusia, Yuri Zhirkov, dari Chelsea dengan harga yang sama. Puncaknya, pada 23 Agustus 2011, striker Kamerun, Samuel Eto'o, didatangkan dari Inter Milan dengan 28 juta euro plus gaji 20,5 juta euro per tahun.
Belum puas dengan pemain-pemain ternama internasional, Anzhi mempekerjakan Guus Hiddink sebagai pelatih pada Februari 2012. Kedatangan pelatih legendaris Belanda itu disertai bek asal Kongo, Christopher Samba, dari Blackburn Rovers dengan transfer 12 juta pounds. Ada lagi Mehdi Carcela-González seharga 5,7 juta euro dari Standard Liege. Secara keseluruhan, klub menghabiskan 88,2 juta euro untuk para pemain baru untuk musim 2011/2012.
Tapi, revolusi belum sepenuhnya selesai. Musim berikutnya klub menghabiskan banyak waktu di jendela transfer. Mereka mendatangkan Willian Borges dengan 35 juta euro dari Shakhtar Donetsk, Lacina Traoré (18 juta euro) dari Kuban Krasnodar, dan Lassana Diarra (5 juta euro) dari Real Madrid.
Dengan barisan bintang-bintang mahal, Anzhi finish di posisi 5 klasemen akhir 2011/2012 untuk mendapatkan tiket ke Liga Eropa mewakili Rusia dan Eto'o menjadi pencetak gol terbanyak. Lalu, pada 2012/2013, Anzhi menempati peringkat 3, menjadi runner-up Piala Rusia, dan terhenti di babak 16 besar Liga Eropa.
Aksi mengejutkan Anzhi tentu saja membuat media-media Eropa Barat penasaran. BBC Sport sampai harus mengirimkan jurnalis untuk melakukan investigasi. Sebab, ada banyak hal tidak masuk akal yang terjadi. Salah satunya fakta bahwa Dagestan adalah wilayah miskin di Rusia yang secara de facto sedang terjadi peperangan antara kelompok separatis dengan pemerintah pusat.
Ternyata, semua pemain Anzhi tinggal dan berlatih di Moscow dengan alasan keamanan. Kemudian, 2 jam sebelum pertandingan, sebuah pesawat pribadi mewah akan terbang ke Makhachkala mengangkut para pemain. Setelah laga selesai, mereka diterbangkan kembali ke Moscow.
Fakta lain yang mengejutkan berkaitan dengan sumber dana Anzhi. Untuk mendanai klub, Kerimov menggunakan uang dari hasil money laundering maupun penggelapan pajak. Di masa-masa selanjutnya, bisnis ilegal itu sempat membuat Kerimov ditahan Polisi Prancis saat mendarat di Bandara Nice. Pemerintahan Presiden Donald Trump di Amerika Serikat (AS) juga membekukan aset Kerimov.
Terbongkarnya bisnis-bisnis kotor Kerimov plus krisis ekonomi yang terjadi di Rusia berdampak negatif pada masa depan Anzhi. Pada 7 Agustus 2013, Kerimov memutuskan mengurangi anggaran tahunan tim hingga dua pertiga. Padahal, sejak 2011, anggaran Anzhi mencapai 180 juta euro per musim.
Akibatnya, pada 15 Agustus 2013, Yuri Zhirkov, Igor Denisov, dan Aleksandr Kokorin dikirim ke Dynamo Moscow dengan biaya yang tidak diungkapkan. Padahal, ketiga pemain tersebut telah dibeli dalam 2 musim sebelumnya, dengan total biaya yang melebihi 50 juta euro.
Pelepasan mereka dilanjutkan dengan Christopher Samba, Vladimir Gabulov, dan Aleksei Ionov. Ketikanya juga terbang ke Dynamo. Kemudian, pemain yang bertahan harus bersedia dipotong gaji hingga 80%. Jika tidak bersedia, mereka harus pindah.
Akibatnya, pilihan pindah diambil Samuel Eto'o dan Willian ke Chelsea; Lassana Diarra, Mbark Boussoufa, dan Arseniy Logashov ke Lokomotiv Moscow; João Carlos ke Spartak Moscow; dan Oleg Shatov ke Zenit Saint Petersburg. Penyingkiran berlanjut hingga Januari 2014 dengan penjualan Lacina Traoré ke Monaco seharga 18 juta euro dan pelepasan Jucilei ke klub Al-Jazira di Uni Emirat Arab (UEA).
Pemotongan anggaran dan penjualan pemain bintang mengakibatkan Anzhi tampil sangat buruk di Liga Premier Rusia 2013/2014. Mereka menjadi juru kunci dan terdegradasi setelah hanya menang 3 kali plus mengoleksi 20 poin.
Setelah selesai dengan tanggung jawab kepada para megabintang yang dibujuk datang ke Dagestan, Kerimov melanjutkan dengan menjual mayoritas sahamnya. Pada 28 Desember 2016, dia menyerahkan Anzhi kepada Osman Kadiev. Tidak disebutkan berapa uangnya. Tapi, pemilik baru berkewajiban melunasi semua hutang Anzhi.
Sayang, semua sudah terlambat. Pada akhir musim 2017/2018, Anzhi turun kasta ke Divisi I setelah kalah di play-off degradasi dari FC Yenisey Krasnoyarsk. Tapi, pada 13 Juni 2018, Amkar Perm kehilangan lisensi klub profesional sehingga dipaksa degradasi ke Divisi II (kasta ketiga) dan posisinya digantikan Anzhi.
Meski mendapatkan kemurahan dewi fortuna, Anzhi tidak bisa memanfaatkannya di lapangan. Sepanjang musim 2018/2019, mereka harus berjuang di papan bawah. Pada akhir musim, Anzhi kembali terdegradasi otomatis (tanpa play-off) setelah kekalahan 0-1 dari Arsenal Tula.
Pada 15 Mei 2019, Direktur Anzhi, Absalutdin Agaragimov, mengumumkan klub gagal mendapatkan lisensi profesional untuk bermain di Liga Premier Rusia maupun Divisi I. Lalu, pada 26 Juni 2019, Anzhi mengkonfirmasi hanya mendapatkan lisensi untuk bermain di Divisi II.
Bukan hanya terbuang ke kasta ketiga. Anzhi juga mendapatkan hukuman dari Asosiasi Sepakbola Rusia (RFU) tidak dapat mendaftarkan pemain baru akibat masalah pembayaran gaji musim-musim sebelumnya yang tidak beres. Anzhi hanya mengandalkan pemain-pemain U-20 sehingga pada musim 2019/2020 hanya mampu finish di posisi 15 dari 16 peserta Grup 3. Beruntung, hanya juru kunci yang terdegradasi ke Divisi III (amatir).
Untuk musim 2020/2021, Anzhi masih bermain di Divisi II. Mereka tergabung di Grup 2. Dari 15 pertandingan yang sudah dijalani, mereka ada di posisi 6 klasemen sementara. Hanya juara yang memiliki kesempatan promosi dan juru kunci yang terdegradasi.
Profil Frank Wormuth, Pria Jerman yang Akan Bantu Bima Sakti di Piala Dunia U-17 2023
Semoga berhasil menjalankan tugas.Lawan Pemuncak Klasemen, Persik Kediri Malah Kehilangan 3 Pemain Andalan
Pertandingan yang diramal akan menarik.Bertandang ke Markas Sendiri, Begini Persiapan Bali United Hadapi Arema FC
Pertandingan yang cukup unik bagi Bali United.Beda dengan Piala Dunia Pria, FIFA Sebut Piala Dunia Wanita Justru Rugi
Piala Dunia Wanita 2023 akan kick-off dalam hitungan hari.Unik! 5 Pemain Timnas Indonesia Bakal Dilatih Park Hang-seo Jika Gabung Persib Bandung
Semuanya baru sebatas rumor. Bisa benar, bisa salah.
Opini