Libero.id - Freddie Ljungberg bergabung bersama Arsenal bertepatan saat Arsene Wenger merevolusi tim. Seperti halnya revolusi Prancis yang membawa banyak perubahan, kehadiran Ljungberg melengkapi kekuatan lini tengah The Gunners.
Ljungberg memang memberi warna di lini tengah The Gunners saat itu. Dia dapat berkolaborasi dengan baik bersama Patrick Vieira, Emmanuel Petit, dan Robert Pires. Kemampuan Ljungberg dapat bermain di mana saja, terutama di lini tengah membuatnya menjadi elemen kunci dalam kisah sukses Meriam London.
Banyak pihak mengatakan keputusan Wenger sangat tepat mendapatkan Ljungberg. Mereka berasumsi penandatanganan pria asal Swedia itu dapat memberikan banyak manfaat di Highbury, kandang Arsenal sebelum hijrah ke Emirates Stadium. Apalagi, Ljungberg tampil impresif bersama timnas Swedia saat menghadapi Inggris di kualifikasi Piala Eropa 2000.
Fakta ini pula yang melandasi Wenger mengizinkan transfer tanpa pernah melihat penampilan sang gelandang secara langsung. Itu mungkin benar, tapi itu bukan momen pembelian impulsif. Sistem pemantauan Arsenal telah mengamati kemajuan Ljungberg selama 12 bulan atau mungkin lebih. Ljungberg telah membuat Wenger sadar telah mendapatkan salah satu gelandang terbaik di masanya.
Apa pun yang mempengaruhi langkah itu, Ljungberg bergabung dengan The Gunners pada 1998. Dia mendapat bayaran sebesar 3 juta pounds. Itu terlihat seperti bisnis yang cerdik seiring berjalannya musim berikutnya.
Karier Ljungberg di Arsenal bertahan hingga 2007 sebelum pindah ke West Ham United. Dia kemudian menyeberangi Samudera Atlantik menuju daratan Amerika. Namun, waktunya bersama Arsenal yang menentukan kariernya.
Untuk menekankan betapa pentingnya pemain Swedia itu bagi The Gunners, perlu dicatat bahwa Ljungberg memiliki peran vital di setiap pertandingan Arsenal. Dia memiliki rata-rata menjalani 40 pertandingan per musim. Ljungberg selalu membawa Arsenal menjadi penantang serius dalam perburuan gelar juara.
Karena itu, tidak mengherankan jika dia menjadi sosok legendaris bersama The Gunners. Semua penggemar menghargai pemain seperti Ljungberg, yang memberikan segalanya terlepas dari tingkat kemampuannya. Ljungberg selalu memberikan performa terbaik hingga sukses menemui takdirnya meraih kejayaan.
Sebuah gol dalam debutnya melawan Manchester United bukanlah cara yang buruk untuk memperkenalkan diri ke klub barunya saat itu, terutama saat melawan tim top yang tak terbantahkan. Dengan Ljungberg yang konsisten memperkuat posisi sayap, tim asuhan Wenger semakin memperjelas hegemoninya di liga.
Gol kemenangan 3-0 itu menjadi pertanda kesuksesan besar yang akan diraih tim selanjutnya. Bukan hanya Arsenal yang menantang supremasi MU saat itu, tapi Arsenal memiliki pemain dengan bakat tak ternilai dalam mencetak gol-gol penting.
Selain itu, saat gol pembukaan melawan MU, Ljungberg juga mencetak gol penyeimbang dalam pertempuran lain melawan The Reds yang membuka pintu untuk bangkitnya kembali Arsenal dalam kemenangan 3-1. Ditambah satu gol dalam kemenangan vital 2-1 di Anfield. Dia juga memiliki perbedaan tersendiri, yaitu populer sebagai pemain pertama yang mencetak gol di final Piala FA 2001. Sayang bagi The Gunners, dua gol di penghujung pertandingan dari Michael Owen membuat Arsenal kehilangan medali pada musim itu.
Arsenal dan Ljungberg kemudian kembali pada musim berikutnya. Ljungberg mencetak gol kedua melawan Chelsea untuk membawa gelar juara bersama tim London Utara tersebut. Dalam prosesnya, dia juga menjadi pemain pertama dalam empat dekade yang mencetak gol di final Piala FA berturut-turut.
Sementara mengenai topik kesuksesan gelar juaranya, kemampuan untuk mengisi ruang di berbagai posisi terkadang menyebabkan pengawasan tersendiri terhadap kemampuan seorang pemain sepak bola. Sehingga, fleksibilitas serta kemauan hebat dari pemain berdarah Swedia menjadi pertimbangan penting untuk dirinya bisa ditempatkan sesuai kebutuhan di tim. Dia dapat memperluas kesempatannya untuk tetap berkarier, tapi kualitas Ljungberg berbicara di atas itu.
Ketika Marc Overmars dan Petit meninggalkan London Utara pada musim panas 2000, Wenger memiliki sedikit keraguan Ljungberg dapat mengisi kekosongan di lini tengah. Namun, Ljungberg membuktikannya dengan membawa Arsenal meraih status 'Invincibles' yang sangat terkenal setelah tak terkalahkan di liga.
Seiring berlalunya waktu, masalah cedera terus mendera pinggul dan pergelangan kaki. Itu menjadi faktor yang melemahkan Ljungberg. Hal-hal seperti itu sering terjadi dengan pemain yang tampil konsisten, dan mendorong rasa sakit dan sakit ke bagian belakang pikiran untuk mencari waktu permainan yang teratur.
Akan tetapi, selalu ada hutang yang harus dibayar untuk keberanian seperti itu meskipun memiliki keuletan yang mengagumkan. Efektivitas Ljungberg yang tak terelakkan harus rela digunduli oleh masalah cedera kronis yang dideritanya. Pada musim 2006/2007, dia hanya tampil dalam 26 pertandingan untuk The Gunners, terendah sejak musim pertamanya di London Utara. Itu pertanda bahwa masa akhir itu sudah dekat. Pencapaian golnya juga mulai meredup, dengan hanya dua gol di musim itu dan musim sebelumnya.
Pada Juli 2007, Ljungberg dipindahkan ke West Ham United. Jika The Hammers mengira bahwa mereka telah menandatangani kontrak sebelumnya, mereka salah. Meski masih menawarkan kehebatan yang khas, Ljungberg butuh waktu tujuh bulan untuk mencetak gol pertamanya dengan begitu banyak kisah dilematis hingga akhir musim. Kedua belah pihak akhirnya sepakat menyelesaikan kerja sama.
Walau begitu, Ljungberg mengonfirmasi bahwa dia telah memberikan segalanya. “Di West Ham, saya sangat menikmati waktu saya di sana. Tapi, keputusan perpisahan adalah yang terbaik untuk kami berdua,” ujarnya dilansir Givemesport.com
Setelah sempat absen dari permainan, dan ketika akhirnya memutuskan gantung sepatu pada 2014, terlihat jelas bahwa hubungan asmara antara pemain asal Swedia dan Arsenal masih membara begitu kuat.
Terbukti, dia bergabung kembali dengan mantan klubnya dalam perannya sebagai duta besar pada 2013, sebelum menjadi anggota staf pelatih akademi tiga tahun kemudian. Perpindahan ke VfL Wolfsburg sebagai asisten pelatih Andries Jonker pada Februari 2017 adalah kurva pembelajaran yang curam dan tidak menyenangkan, apalagi staf pelatih diberhentikan enam bulan kemudian.
Pada Mei 2018, dia disambut kembali sebagai Pelatih Kepala skuad Arsenal U-23. Dia kemudian dipromosikan menjadi asisten pelatih di tim utama. Tampaknya janji yang jauh lebih cocok untuk bintang Swedia yang diremehkan dan sering diabaikan Arsenal adalah kembali untuk mendidik talenta muda bersama Arsenal.
Kenalkan Kenzo Riedewald, Pemain Berdarah Suriname-Indonesia yang Siap Bela Timnas U-17
Bima Sakti berencana memasukan namanya ke timnas U-17.Profil Ellie Carpenter, Pemain yang Mampu Saingi Lemparan ke Dalam Pratama Arhan
Dia adalah pemain Timnas Wanita Australia...Profil Julian Schwarzer, Penjaga Gawang Filipina yang Kini Bermain Bersama Arema FC
Pernah bermain di Inggris bersama Fulham...Profil Amara Diouf, Pemain Muda Senegal yang Dianggap Sebagai The Next Sadio Mane
Pada Piala Dunia U-17 2023 Amara Diouf bisa jadi ancaman berbahaya...
Opini