Kisah Pilu Laurie Cunningham, Pemain Inggris Pertama di Real Madrid

"Dia meninggal di usia 33 tahun. Dia meninggalkan seorang istri dan seorang anak."

Biografi | 25 February 2021, 17:32
Kisah Pilu Laurie Cunningham, Pemain Inggris Pertama di Real Madrid

Libero.id - Kompetisi yang bagus membuat jumlah pemain Inggris yang berkompetisi di luar negeri tidak sebanyak Spanyol, Jerman, atau Belanda. Dari sedikit nama itu, beberapa diantaranya membela klub sebesar Real Madrid. Salah satunya Laurie Cunningham. Sayang, kariernya berakhir tragis.

Sebelum Steve McManaman, David Beckham, Michael Owen, atau Jonathan Woodgate, Cunningham telah lebih dulu berada di Estadio Santiago Bernabeu. Pemilik nama lengkap Laurence Paul Cunningham itu membela Los Blancos pada 1979-1984 setelah bersinar bersama West Bromwich Albion.

Lahir di Archway, London, 8 Maret 1956, Cunningham adalah anak dari mantan joki balap kuda asal Jamaika. Dia sempat ditolak Arsenal sebelum bergabung dengan Leyton Orient pada 1974.

Sempat bermain di skuad utama Leyton, Cunningham bergabung dengan West Brom pada 1977 saat Johnny Giles menjadi pelatih. Dia bekerja sama dengan pemain kulit hitam lainnya, Cyrille Regis dan Brendon Batson. Itu adalah kedua kalinya tim asal Inggris secara bersamaan menurunkan 3 pemain kulit hitam (yang pertama Clyde Best, Clive Charles, dan Ade Coker untuk West Ham United pada 1972).

Bersama Cunningham, West Brom menjadi salah satu tim Inggris yang paling atraktif. Cunningham segera menarik perhatian setelah menjadi pemain kulit hitam kedua yang mengenakan jersey tim nasional dalam pertandingan persahabatan Inggris U-21 melawan Skotlandia U-21 di Bramall Lane, 27 April 1977.

Performa bagus di West Ham dan Inggris membuat Cunningham mencetak sejarah baru. Pada musim panas 1979, dia tercatat sebagai pemain Inggris pertama yang ditransfer ke Madrid. Saat itu, Los Blancos membayar West Brom 950.000 pounds. Dia mencetak 2 gol pada debut dan membantu Madrid memenangkan La Liga dan Copa del Rey 1979/1980.

Cunningham memulai musim 1980/1981 dengan baik dan kembali dipanggil ke Inggris setelah sempat diabaikan pada Euro 1980. Cunningham juga tetap dipercaya menjadi pemain utama Madrid hingga cedera datang. Dia harus absen untuk menjalani pemulihan patah jari kaki.

Ajaibnya, Cunningham pulih tepat pada waktu ketika Madrid bersiap menghadapi final Piala Eropa (Liga Champions) 1980/1981 melawan Liverpool di Paris. Tapi, Los Blancos menyerah 0-1.

Kegagalan di final plus cedera yang sempat dialami membuat karier Cunningham di Madrid perlahan mulai meredup. Puncaknya ketika manajemen mendatangkan Johnny Metgod untuk bergabung dengan Uli Stielike sebagai 2 pemain asing yang diizinkan bermain di La Liga ketika itu. Akibatnya, Cunningham dipinjamkan ke Manchester United pada 1983.

Kemudian, Cunningham meninggalkan Madrid setelah musim 1982/1983 untuk bergabung dengan Sporting Gijon dan pindah ke Marseille di Ligue 1. Tapi, dia hanya bertahan 1 musim sebelum kembali ke Inggris untuk bergabung dengan Leicester City.

Cunningham kembali ke Spanyol untuk bermain untuk Rayo Vallecano di Segunda Division 1986/1987. Dia pindah ke Charleroi di Belgia untuk kampanye 1987/1988 dan pada Tahun Baru kembali ke Inggris dengan kontrak jangka pendek dengan Wimbledon. Di sana dia berhasil membantu The Dons mengalahkan Liverpool di final Piala FA 1987/1988.

Meski berasal dari Inggris, Cunningham ternyata menikmati masa-masa tinggalnya di Spanyol. Selain karena menyukai iklim di Negeri Matador, istrinya juga berasal dari Spanyol. Karena itu, pada 1988/1989 dia memutuskan kembali bermain di Spanyol. Dia memilih Rayo Vallecano lagi. Dia membantu klub promosi ke La Liga pada akhir musim itu.

Sayangnya keinginan Cunningham membela Rayo Vallecano di kompetisi elite tidak pernah terwujud. Tragedi datang pada musim panas 1989 jelang bergulirnya kompetisi 1989/1990.

Hari itu, 15 Juli 1989, pagi hari, Cunningham sedang menuju tempat latihan Rayo Vallecano di pinggiran Madrid. Seperti biasa dia mengemudikan kendaraannya melewati jalan bebas hambatan 6 lajur. Semuanya berjalan seperti biasa hingga sebuah musibah tak terduga tiba.

Dalam kecepatan tinggi, mobil yang dikendarai Cunningham lepas kendali dan menabrak pembatas jalan sebelum terguling serta hancur berkeping-keping. Polisi yang datang ke TKP beberapa menit kemudian segera mengeluarkan tubuh Cunningham dari dalam mobil yang hancur.

Polisi segera membawa Cunningham ke rumah sakit yang jaraknya hanya 1 km dari lokasi kecelakaan. Tapi, akibat luka parah yang diderita, Cunningham menghembuskan napas terakhir ketika ambulans tiba di IGD. Dia meninggal di usia 33 tahun. Dia meninggalkan seorang istri dan seorang anak.

Kematian Cunningham ditangisi banyak orang. Suporter Rayo Vallecano, West Brom, Sporting Gijon, Wimbledon, hingga Madrid saat itu menangis terisak-isak. Warisannya masih bisa dijumpai di sejumlah tempat hingga hari ini.

Banner besar bergambar dirinya selalu hadir di salah satu sudut Campo de Futbol de Vallecas ketika Rayo Vallecano bertanding. Ketika Cunningham (jika masih hidup) merayakan ulang tahun ke-60 pada 8 Maret 2016, suporter Rayo Vallecano secara khusus menyiapkan koreo untuk mengenang sang legenda.

Pada November 2004, Cunningham juga dinobatkan sebagai salah satu dari 16 pemain terhebat West Brom dalam jajak pendapat yang diselenggarakan sebagai bagian dari perayaan ulang tahun klub ke-125. Manajemen mengumumkan gambar mural Cunningham akan ditampilkan di The Hawthorns.

Kemudian, pada Oktober 2013, Nubian Jak Community Trust meluncurkan plakat biru di luar Brisbane Road. Pada September 2015, English Heritage memasang plakat biru di rumah masa kecil Cunningham di 73 Lancaster Road, Stroud Green, London.

Ada lagi sebuah patung karya Graham Ibbeson diresmikan di Coronation Gardens, Leyton, dekat Brisbane Road, didirikan pada November 2017. Itu sebagai penghormatan kepada Cunningham dan dedikasinya selama bermain di Leyton Orient.

Patung lain karya Ibbeson diresmikan di pusat kota West Bromwich pada Mei 2019. Karya tersebut memperingati waktu Cunningham di West Brom bersama rekan setim kulit hitamnya, Brendon Batson dan Cyrille Regis. "ketiga pemain membuka gerbang untuk mengizinkan pemain kulit hitam menjadi pesepakbola pada saat mereka terkunci," ujar Jim Cadman, dilansir BBC.

Baca Berita yang lain di Google News




  • 0% Suka
  • 0% Lucu
  • 0% Sedih
  • 0% Kaget

Opini

(500 Karakter Tersisa)

Artikel Pilihan


Daun Media Network