Libero.id - Sepakbola harus berterima kasih kepada Ken Aston. Jika bukan karena wasit asal Inggris, yang berprofesi sebagai guru sekolah itu, tidak akan muncul kartu kuning dan kartu merah.
Kenneth George Aston lahir di Colchester, Essex, 1 September 1915. Lulus dari St Luke's College di Exeter, Aston bekerja di sebuah sekolah menengah di kampung halamannya, dalam usia yang masih sangat muda. Sebagai pengajar, dia mendidik muridnya dengan ketegasan, keadilan, dan kasih sayang.
Sebagai guru yang hidup di era tersebut, Aston harus menjalankan banyak peran dalam profesinya dan tidak hanya di dalam ruang kelas. Di Inggris, olahraga selalu menjadi bagian penting dari kurikulum sekolah dan guru sering kali berperan sebagai wasit.
Aston menginjak usia 20 tahun dan anak baru di dunia pengajaran ketika tiba-tiba diminta untuk memimpin pertandingan sepakbola. Mungkin adil untuk mengatakan bahwa murid-muridnya lebih disiplin daripada para pemain Piala Dunia 1962 di Chile atau 1966 di Inggris.
Perintah untuk menjadi wasit tampaknya membuat Aston kecanduan. Setelah menjalankan tugas negara dengan menjadi anggota militer selama Perang Dunia II, Aston memilih menjadi wasit di Liga Inggris sambil terus menjalankan aktivitas sebagai guru sekolah.
Sebagai wasit, Aston bukan kaleng-kaleng. Pertama, dia menciptakan seragam wasit hitam yang ikonik, meski belum berbahan kaus seperti saat ini. Kedua, pada 1947, Aston memperkenalkan bendera hakim garis berwarna cerah, satu kuning dan satu merah. Itu menggantikan bendera yang disediakan oleh tim tuan rumah, dengan warna tim tuan rumah.
Aston menjelaskan alasan memilih warna cerah untuk bendera hakim garis itu berkaitan dengan cuaca di London yang sering berkabut saat pertandingan dilaksanakan. Dia menyebut warna tim tuan rumah terkadang tidak dapat terlihat dalam kabut.
Dia menjelaskan, pergi ke toko kelontong membeli kain bahan jas hujan berwarna merah dan kuning. Lalu, membuat satu set bendera berwarna cerah, yang dia gunakan di pertandingan dengan hasil tidak diganggu kabut.
Selain baju dan bendera, satu prestasi Aston yang layak mendapatkan acungan dua jempol dan dikenang FIFA hingga hari ini adalah kartu merah dan kartu kuning. Sama seperti dua barang sebelumnya, penciptaan kartu merah dan kartu kuning juga didasarkan pada ketidaksengajaan dan pengalaman.
Semua berawal dari Piala Dunia 1962. Saat itu, Italia menghadapi Chile di Grup 2. Laga berlangsung di Estadio Nacional de Santiago, 2 Juni 1962. Aston memimpin pertandingan keras menjurus kasar yang oleh media dikenal sebagai Battle of Santiago.
Pelanggaran pertama terjadi dalam waktu 12 detik setelah kick-off. Lalu, pemain Italia, Giorgio Ferrini, diusir keluar lapangan pada menit kedelapan setelah melakukan pelanggaran terhadap Honorino Landa. Tapi, dia menolak meninggalkan lapangan karena tidak paham dengan istruksi Aston, yang menggunakan Bahasa Inggris, sementara Ferrini hanya mengerti Bahasa Italia. Polisi turun tangan mengusir sang pemain.
Selanjutnya, Aston tidak bisa melakukan apa-apa setelah pemain sayap Chile, Leonel Sanchez, memukul ke bek kanan Italia, Mario David, sebagai pembalasan karena dilanggar beberapa detik sebelumnya. Ketika David mencoba untuk menendang Sanchez di kepala beberapa menit kemudian, dia diusir.
Kekerasan berlanjut ketika Sanchez mematahkan hidung Humberto Maschio dengan sebuah pukulan. Tapi, Aston kembali tidak bisa berbuat apa-apa karena saat itu FIFA belum memiliki instrumen untuk menghukum pemain.
Dalam buku berjudul The Complete Book of the World Cup, Cris Freddi menyebut pertandingan itu sebagai "pertunjukan horor, yang terakhir dari tiga pertandingan besar Piala Dunia". Pasalnya, pada hari yang sama, Yugoslavia mengalahkan Uruguay 3-1 dengan Vladimir Popovic dan Angel Ruben Cabrera dikeluarkan dari lapangan. Semuanya terjadi karena wasit tidak memiliki simbol yang ditakuti pemain.
Setelah 1962, Piala Dunia 1966 juga menginspirasi Aston untuk menciptakan kartu. Saat itu, Inggris bertanding melawan Argentina di perempat final dan dipimpin wasit asal Jerman Barat, Rudolf Kreitlein. Dia bingung saat hendak mengusir kapten La Albiceleste, Antonio Rattin, keluar lapangan.
Kreitlein menganggap Rattin layak dikeluarkan karena telah melakukan pelanggaran keras. Masalahnya, Kreitlein tidak bisa berbicara dalam Bahasa Spanyol. Dia hanya mengerti Bahasa Jerman dan Inggris. Sementara Rattin hanya bisa Bahasa Spanyol.
#WC1962: referee Ken Aston sends off two players during #Chile v #Italy; "#BattleOfSantiago" pic.twitter.com/spe2w2dHFY
— OldFootballPhotos (@OldFootball11) March 16, 2018
Ketika insiden terjadi, Aston bekerja di Komite Wasit FIFA. Dia memperkenalkan wasit cadangan, yang sekarang dikenal sebagai "ofisial keempat". Pada pertandingan Inggris melawan Argentina, Aston sendirilah yang menjadi wasit cadangan itu dan mengamati dari pinggir lapangan. Dia membantu Kreitlein menjelaskan maksudnya kepada Rattin menggunakan Bahasa Spanyol, yang kebetulan dia kuasai.
Malam harinya setelah pertandingan, Aston mengemudi dari Wembley menuju rumahnya di kawasan Lancaster Gate. Dalam perjalanan itu, dia melewati persimpangan lampu lalu lintas di Kensington High Street. Tiba-tiba Aston menyadari skema kode warna di perempatan jalan (merah, kuning, hijau) dapat berguna dengan baik tanpa orang mengerti bahasanya.
Sesampainya di rumah, Aston bercerita kepada istrinya, Hilda, tentang kejadian di lapangan dan lampu lalu lintas yang baru saja dilihat. Istrinya pergi mengambil kertas berwarna kuning dan merah, memotongnya seperti kartu remi, dan diberikan kepada Aston.
Keesokan harinya, Aston membaca berita di surat kabar tentang pertandingan Inggris vs Argentina itu. Dia membaca pengakuan Bobby dan Jack Charlton yang ternyata "dicatat" (istilah untuk peringatan kepada pemain oleh wasit sebelum ada kartu kuning). Masalahnya, Kreitlein tidak melaporkannya sehingga timbul kebingungan.
Karena statusnya sebagai anggota Komite Wasit FIFA, Aston bertekad mengajukan konsep kartu kuning dan kartu merah kepada lembaganya. "Saat saya berkendara di Kensington High Street, lampu lalu lintas berubah menjadi merah. Saya berpikir: kuning, santai saja. Merah, berhenti, kamu pergi!" kata Aston, dilansir situs resmi FIFA.
Ide Aston diterima FIFA. Kartu kuning dan kartu merah diperkenalkan pada Piala Dunia FIFA 1970 di Meksiko. Evgeny Lovchev menjadi penerima kartu kuning pertama dalam sejarah pada menit 31 saat Uni Soviet melawan Meksiko. Sementara kartu merah pertama di Piala Dunia baru tercipta pada 1974 ketika Carlos Caszely membela Chile melawan Jerman Barat.
Here is Ken Aston 4 years later, helping Rudolf Kreitlein exit the Wembley pitch after the quarterfinal match between England and Argentina. Both (Aston & Kreitlein) were instrumental to develop the yellow and red cards implemented some years later. pic.twitter.com/mQewKByZCn
— Viejos Estadios (@ViejosEstadios) March 16, 2018
"Pertandingan itu harus berupa permainan dua babak dengan 22 pemain di atas panggung dan wasit sebagai direktur. Tidak ada naskah, tidak ada plot, dan anda tidak tahu akhirnya. Tapi, idenya adalah untuk memberikan kesenangan," ujar Aston.
Aston meninggal pada tanggal 23 Oktober 2001 dalam usia 86 tahun. Tapi, penemuannya abadi. Kartu merah, kartu kuning, warna seragam wasit, bendera untuk asisten wasit, hingga ofisial keempat digunakan hingga hari ini. Tanpa perlu berbicara, pemain akan mudah mengenali simbol-simbol ciptaan Aston tersebut.
Kenalkan Kenzo Riedewald, Pemain Berdarah Suriname-Indonesia yang Siap Bela Timnas U-17
Bima Sakti berencana memasukan namanya ke timnas U-17.Profil Ellie Carpenter, Pemain yang Mampu Saingi Lemparan ke Dalam Pratama Arhan
Dia adalah pemain Timnas Wanita Australia...Profil Julian Schwarzer, Penjaga Gawang Filipina yang Kini Bermain Bersama Arema FC
Pernah bermain di Inggris bersama Fulham...Profil Amara Diouf, Pemain Muda Senegal yang Dianggap Sebagai The Next Sadio Mane
Pada Piala Dunia U-17 2023 Amara Diouf bisa jadi ancaman berbahaya...
Opini