Kisah "Konspirasi Skandinavia" yang Pulangkan Italia dari Euro 2004

"Italia dilatih Trapattoni, memiliki Buffon, Nesta, Cannavaro, Pirlo, Gattuso, Totti, del Piero, Vieri. Tersingkir di putaran grup."

Feature | 25 March 2021, 20:00
Kisah "Konspirasi Skandinavia" yang Pulangkan Italia dari Euro 2004

Libero.id - Euro 2004 akan selalu dikenang suporter Italia sepanjang masa. Dikenal sebagai "Konspirasi Skandinavia", Gli Azzurri harus tersingkir secara menyakitkan dari kompetisi di Portugal.

Kisah ini dimulai ketika UEFA melakukan pembagian grup. Sebagai tim yang tidak diunggulkan, Italia masuk di Grup C bersama unggulan utama Swedia, Denmak, dan Bulgaria. Meski hanya menempati pot 2, materi Gli Azzurri sebenarnya pantas menjadi unggulan utama.

Dilatih Giovanni Trapattoni, Italia memiliki Gianluigi Buffon, Alessandro Nesta, Christian Panucci, Fabio Cannavaro, Gianluca Zambrotta, Andrea Pirlo, Simone Perrotta, Gennaro Gattuso, Mauro Camoranesi, Francesco Totti, Alessandro del Piero, Antonio Cassano, hingga Christian Vieri.

Di pertandingan pertama, Italia bertemu Denmark di Estadio D. Afonso Henriques, Guimaraes, 14 Juni 2004. Dengan sejumlah pemain Serie A seperti Thomas Helveg, John Dahl Tomasson, hingga Martin Jorgensen, pertandingan berakhir imbang tanpa gol. Di tempat lain, Swedia membantai Bulgaria 5-0.

Selanjutnya, pada pertandingan kedua, Italia bertemu Swedia di Estadio do Dragao, Porto, 18 Juni 2004. Dibela trio Freddie Ljungberg, Zlatan Ibrahimovic, dan Henrik Larsson, skor akhirnya 1-1. Sementara di Braga, Denmark memukul Bulgaria 2-0.

Dalam situasi seperti itu, Swedia ada di puncak klasemen dengan 4 poin, diikuti Denmark (4 poin) dan hanya kalah selisih gol. Sedangkan Italia berada di peringkat 3 dengan 2 poin. Artinya, Italia harus menang di pertandingan terakhir melawan Bulgaria dan Swedia atau Denmark kalah.

Jika Italia vs Bulgaria dan Denmark vs Swedia imbang, Gli Azzurri akan kandas. Jika Swedia dan Denmark imbang, Italia butuh kemenangan dengan skor besar atas Bulgaria. Bisa 3-0, 4-0, 5-0, atau lebih. Jika 2-0, tiket menjadi milik Denmark dan Swedia.

Pada 22 Juni 2004, malam hari di Estadio do Bessa, Porto, Derby Skandinavia akhirnya terjadi dalam pertandingan yang menentukan di babak penyisihan. Dipimpin Markus Merk dari Jerman, Swedia tertinggal 1-2 hingga menit 88. Tapi, semenit kemudian, The Yellow Vikings mencetak gol penyama skor 2-2.

Hasil imbang 2-2 bukanlah hasil yang istimewa atau mengejutkan mengingat rivalitas Swedia dan Denmark sebagai sesama tim Skandinavia. Apalagi, hasil itu memastikan Swedia dan Denmark lolos ke perempat final. Dalam kacamata apapun, tidak ada yang salah dengan pertandingan itu.

Tapi, jika ditanyakan kepada orang-orang Italia, jawabannya akan berbeda. Mereka akan mengutuk dan mencaci maki orang-orang Swedia, Denmark, bahkan Jerman karena keberadaan sang wasit. Hasil itu membuat Italia tersingkir!

Pasalnya, pada waktu yang bersamaan di Guimaraes, Italia hanya mampu mengalahkan Bulgaria 2-1 setelah nyaris imbang 1-1. Bahkan, gol penentu kemenangan Gli Azzurri baru lahir setelah Swedia memastikan skor imbang dengan Denmark. Gol Italia dicatatkan Cassano pada menit 94.

Sebagai bangsa yang menyukai teori konspirasi, hasil itu langsung memunculkan berbagai praduga aneh. Salah satunya "Konspirasi Skandinavia". Apalagi, Euro 2004 hanya 2 tahun setelah bencana di Korea Selatan ketika Byron Moreno dengan kasar mengusir Francesco Totti, mengabaikan beberapa tekel kejam tuan rumah, dan menghadiahkan penalti yang bisa diperdebatkan.

Sama seperti "Konspirasi Korea Selatan", "Konspirasi Skandinavia" adalah kambing hitam yang tepat untuk membela diri dari serangan pers dan suporter. Bedanya, insiden di Korea Selatan terlihat jelas di depan mata. Sementara di Portugal, apa yang menimpa Italia, Swedia, dan Denmark hanya sebatas dugaan tanpa didukung fakta logis.

Bahkan, dugaan munculnya konspirasi sudah dilontarkan Italia sejak sebelum kick-off. Dalam sesi konferensi pers jelang pertandingan, wartawan-wartawan Italia membuat marah para pelatih Denmark dan Swedia ketika menyebut hasil akhirnya diatur imbang 2-2.

"Itu konyol. Jangan bicara tentang itu. Kami adalah orang-orang yang jujur. Kami akan keluar untuk menang dalam permainan. Itu saja. Italia dapat berbicara tentang hal-hal ini. Tapi, tidak dengan Denmark dan Swedia. Kami akan jujur untuk mendapatkan hasil," kata Pelatih tim Dinamit saat itu, Morten Olsen, dilansir The Guardian.

Pelatih Swedia, Tommy Soderberg, bahkan sangat marah ketika ditekan oleh wartawan Italia untuk menjawab pertanyaan itu. Dia memukul meja dengan tangannya dan mengepalkan tinju ke dadanya saat dia berkata: "Kami mengatakannya lagi, kami tidak akan membuat kesepakatan dengan Denmark. Ini tentang gairah dan martabat," kata Soderberg.

Tandem Soderberg sebagai pelatih, Lars Lagerback, juga tak kalah marah dengan tuduhan Italia. "Machiavelli adalah orang Italia dan orang Italia ingin berpikir dengan cara Machiavellian. Tapi, tidak mungkin bermain untuk hasil imbang 2-2 melawan Denmark dan saya rasa tidak demikian. Akan berakhir 2-2, itu adalah hasil yang sangat tidak biasa," ungkap Lagerback.

Meski dibantah para pelatih, di lapangan kondisinya berbeda. Selama pemanasan sebelum pertandingan, Erik Edman bertanya kepada Daniel Jensen: "Haruskah kita bermain 2-2?" Bek Denmark itu tersenyum dan berkata: "Ya, mengapa tidak?" Edman lalu berkata: "Oke, kamu kebobolan dulu".

Selama pertandingan, Anders Andersson dari Swedia berteriak: "Ayo, sialan, beri kami istirahat sekarang" kepada Thomas Gravesen dari Denmark saat Swedia kalah 1-2. "Ya, tapi setidaknya anda harus maju," kata Gravesen membalas.

Setelah peluit akhir, dengan hasil imbang 2-2 dikonfirmasi, Striker Swedia, Marcus Allback, mendengar suara di belakangnya, mengatakan: "Mackan, Mackan." Itu adalah rekan setim Allback di Aston Villa, Thomas Sorensen, memanggilnya dengan nama panggilannya. Allback merasa malu dan berteriak: "Biarkan aku pergi, biarkan aku pergi, ini memalukan."

Keesokan paginya salah satu surat kabar di Swedia baru saja memuat judul besar "2-2" di halaman depan dengan caption: "Selamat Italia, anda memberi tip dengan benar" dalam tanda kurung dan juga "Maaf, Italia, anda keluar".

Mayoritas orang Italia marah kepada Swedia dan Denmark atas kejadian itu. Tapi, kemarahan mereka tidak bertahan lama. Salah satu yang segera melupakan kejadian itu adalah Buffon. Dalam sebuah wawancara dengan dengan media Italia, kiper Juventus itu menyebut Italia butuh kambing hitam agar tidak diserang.

"Setelah turnamen semua kembali ke klub masing-masing. Biasa saja karena semua orang membahas transfer yang dilakukan jelang musim baru. Saya sempat bertemu beberapa teman Denmark (yang bermain di Serie A)," ujar Buffon.

"Mereka mengklarifikasi pertandingan tersebut. Saya katakan kepada mereka: 'Jangan khawatir, kami tahu kalian orang-orang profesional. Tapi, kami butuh alasan untuk media dan suporter kami'. Ini Italia. Jika kami gagal, kami akan habis (dihujat pers dan suporter)," tambah kiper yang masih aktif hingga hari ini.

Baca Berita yang lain di Google News




  • 0% Suka
  • 0% Lucu
  • 0% Sedih
  • 0% Kaget

Opini

(500 Karakter Tersisa)
Andi Suryadi (2022-06-21 22:22:37)
Kan dapat gantinya Italia di Word cup 2006.
Komentar Selengkapnya

Artikel Pilihan


Daun Media Network