Kisah Roy Larner, Hooligan Millwall Jadi Pahlawan Setelah Lawan 3 Teroris ISIS

"Tidak selamanya hooligans negatif. Mereka juga punya sisi positif."

Feature | 31 March 2021, 15:00
Kisah Roy Larner, Hooligan Millwall Jadi Pahlawan Setelah Lawan 3 Teroris ISIS

Libero.id - Di Inggris, Millwall dikenal sebagai klub dengan budaya hooliganisme yang kental. Film Green Street, yang dibintangi Elijah Wood, jadi salah satu bukti. Tapi, tidak selamanya pendukung The Lions negatif. Contohnya, Roy Larner, yang melawan teroris di London Borough Market pada 2017.

Dikenal sebagai London Bridge Attack, aksi serangan teroris oleh anggota dan simpatisan ISIS itu terjadi pada 3 Juni 2017. Malam itu, sebuah pasar yang dikenal sebagai London Borough Market di dekat Jembatan London di Sungai Thames menjadi saksi teror kejam 3 teroris.

Serangan itu dilakukan dengan menggunakan mobil minibus Master Renault putih yang disewa di Harold Hill, Havering, oleh Khuram Shazad Butt. Awalnya, dia bermaksud menyewa truk berkapasitas 7,5 ton. Tapi, ditolak karena gagal memberikan rincian pembayaran.

Para penyerang dipersenjatai dengan pisau dapur berukuran 30 cm dengan mata pisau keramik yang tajam dan diikat di pergelangan tangan dengan tali kulit agar tidak mudah terlepas. Mereka juga menyiapkan sabuk peledak bom palsu dengan membungkus botol air dengan pita abu-abu.

Pukul 21.58, minibus melakukan perjalanan ke selatan melintasi Jembatan London, dan kembali 6 menit kemudian, menyeberangi jembatan ke utara, membuat putar balik di ujung utara, dan kemudian berkendara ke selatan melintasi jembatan. Di sana, mereka menabrak beberapa pejalan kaki, menewaskan dua orang.

Saksi mata mengatakan minibus itu melaju dengan kecepatan tinggi dan menabrak pembatas jalan di Borough High Street. Minibus rusak dan tidak bisa dikendarai lagi. Lalu, tiga orang di dalamnya, yaitu Butt serta kedua rekannya, Rachid Redouane dan Youssef Zaghba, meninggalkan kendaraan, bersenjatakan pisau.

Mereka lari menuruni tangga ke Green Dragon Court. Di sana, mereka beraksi dengan menusuk 5 orang di luar dan di dekat pub Boro Bistro hingga meninggal. Lalu, mereka kembali menaiki tangga ke Borough High Street dan menyerang 3 orang lainnya.

Polisi tanpa senjata mencoba melawan para penyerang. Tapi, ditusuk. Lalu, seorang Spanyol yang ada di tempat itu, Ignacio Echeverria, membantu polisi dengan memukul Redouane dan Zaghba dengan skateboardnya. Tapi, Echeverria gagal dan kemudian ikut menjadi korban.

Masyarakat yang ada di tempat itu juga membantu dengan melemparkan botol dan kursi ke arah teroris. Saksi mata melaporkan bahwa para penyerang berteriak-teriak menyebut nama Tuhan dan agama tertentu.  

Orang-orang di sekitar restoran dan bar lain di sepanjang Stoney Street juga diserang. Seorang tukang roti dari Rumania memukul kepala salah satu penyerang dengan peti sebelum memberikan perlindungan kepada 20 orang di dalam toko roti di dalam London Borough Market.

Beberapa orang lain yang memiliki keberanian lebih juga mencoba melawan untuk menghentikan aksi teroris itu. Salah satu yang dicatat dalam sejarah dan menjadi perbincangan di seluruh Inggris adalah Roy Larner. Dia berasal dari Peckham, London, dan mengidentifikasikan dirinya sebagai pendukung garis keras Millwall.

Saat itu, Larner sedang berada di restoran steak Black and Blue. Ketika insiden terjadi, pria yang ketika itu berusia 46 tahun sedang makan malam. Tiba-tiba muncul keributan. Sebagai hooligan di era 1980 dan 1990-an darah Larner mendidih. Dia segera menghampiri 3 teroris itu dan menantangnya berkelahi.

Pergumulan terjadi. Dia melawan layaknya singa seperti julukan Millwall, yaitu "The Lions". Tapi, dengan tangan kosong dan melawan 3 orang, Larner tumbang dan segera dilarikan di rumah sakit. Oleh fans sepakbola Inggris dia dijuluki "Singa Jembatan London".

Beruntung, Larner selama dengan 8 tusukan di tubuhnya. Dia ditemui The Sun di rumah sakit untuk menceritakan kejadian heroik. "Mereka memiliki pisau panjang dan mulai berteriak tentang Tuhan. Kemudian, menyebut agama tertentu," ujar Larner, dikutip The Sun pada 2017.

"Seperti orang idiot, saya balas berteriak kepada mereka. Saya berpikir saya harus mengeluarkan kotoran ini (teroris). Saya mengambil beberapa langkah ke arah mereka dan berkata, 'Sialan kamu! Saya Millwall!'. Jadi, mereka mulai menyerang saya," tambah Larner.

"Saya sendirian melawan mereka bertiga. Itulah mengapa saya sangat terluka. Itu hanya saya, mencoba meraihnya dengan tangan kosong dan berpegangan. Saya sedang berayun. Saya ditusuk dan diiris delapan kali. Mereka menghajar saya di kepala, dada, dan kedua tangan saya. Ada darah di mana-mana," ungkap Larner.

Ajaibnya, Larner selamat dari serangan tersebut dan dibawa ke RS St Thomas dalam kondisi kritis sebelum menjalani operasi untuk luka pisau. "Setelah saya berada di mobil (ambulans), saya baru menyadari bahwa saya berada dalam kondisi yang buruk. Saya sudah dirajam habis-habisan," beber Larner.

Setelah beberapa hari dalam perawatan dokter, Larner diizinkan pulang dan segera mendapatkan penyambutan istimewa dari manajemen Millwall. Bahkan, suporter klub-klub lain di Inggris kagum dengan aksi Larner.

"Seorang suporter Millwall mendapatkan luka (tusukan) yang sangat buruk (akibat melawan teroris). Tapi, ada kalanya anda benar-benar menginginkan banyak penggemar Millwall, dan itu salah satunya," kata pembawa acara Good Morning,  Piers Morgan, yang merupakan pendukung fanatik Arsenal, mengatakannya kepada pemirsa di siaran langsung televisi.

Millwall dan penggemarnya telah lama dikaitkan dengan mentalitas kekerasan. Mereka menjadi klub paling dibenci di Inggris karena aksi kotor pada 1970, 1980, hingga 1990-an. Mereka rajin berkelahi dan memiliki slogan legendaris, "Tidak ada yang menyukai kami, kami tidak peduli".

Akibat reputasi buruknya, Lexi Alexander pernah membuat film yang disukai banyak penggemar sepakbola berjudul "Green Street". Film Hollywood yang memiliki 2 seri lanjutan tersebut menceritakan persaingan Millwall dengan West Ham United di era ketiga hooliganisme masih menjadi masalah akut sepakbola Inggris.

"Dia bukan penakut. Dia anakku. Dia akan memberi sebaik yang dia dapat. Dia cukup lincah dan tidak akan pernah mundur dari perkelahian. Dia tidak akan peduli siapa itu atau jika mereka memiliki pisau atau senjata," kata Ibu Larner, Phyllis Larner, yang menyebut anaknya sebagai hooligan di masa mudanya.

Akhirnya, ketiga penyerang tersebut ditembak mati oleh petugas bersenjata dari Kepolisian Kota London dan Kepolisian Metropolitan London. Butuh 8 menit setelah panggilan darurat awal dibuat bagi petugas untuk melumpuhkan teroris.

Rekaman CCTV menunjukkan tiga penyerang bersenjata di London Borough Market itu sengaja berlari ke arah petugas bersenjata. Para penyerang ditembak mati 20 detik kemudian. Sebanyak 46 peluru ditembakkan oleh tiga anggota Kepolisian Kota London dan lima petugas Kepolisian Metropolitan London.

Baca Berita yang lain di Google News




  • 0% Suka
  • 0% Lucu
  • 0% Sedih
  • 0% Kaget

Opini

(500 Karakter Tersisa)

Artikel Pilihan


Daun Media Network