Libero.id - Piet de Visser telah mendedikasikan hidupnya untuk sepak bola. Setelah sukses berkarier sebagai pemain dan pelatih di Belanda, de Visser terpaksa pensiun dini karena jantungnya yang bermasalah.
Tetapi kesehatan yang buruk itu tidak dapat menghalangi keterlibatannya dalam permainan, de Visser dengan cepat mengalihkan pandangannya untuk mencari talenta muda terbaik di seluruh dunia. Dari pemain dan pelatih, de Visser menjelma jadi pencari bakat yang jeli, tangkas, dan punya insting murni.
Miliarder asal Rusia, Roman Abramovich sangat terkesan dengan kemampuannya dalam menemukan seorang pemain, dan bos Chelsea itu mempekerjakan de Visser sebagai pencari bakat pribadinya.
Reputasi de Visser dibangun karena kode taktis yang hanya dapat dipahami oleh dia dan sekretarisnya, bagian dari rencana de Visser adalah menganalisis dengan cermat kemampuan pemain dalam lima tahapan.
Ia mengukur keterampilan mereka, visi mereka, fisik mereka, mentalitas dan karakter mereka, sambil menandai mereka dengan sistem penilaian plus dan minus.
Kemampuannya dalam melihat potensi pemain membuat de Visser menjadi penasihat pemain untuk the Blues selama lebih dari satu dekade. Para pemain seperti Robben, Alex, Courtois mungkin tidak akan menghiasi London Barat jika bukan karena dirinya.
Selama petualangan mencari bakat muda profesional pertamanya di PSV Eindhoven, de Visser berhasil menguji metodologinya. Dialah orang di balik perekrutan bek Brasil Alex, penyerang Jefferson Farfán dan kiper Heurelho Gomes.
Kisah Piet ditampilkan dalam acara TV global The History of Football, yang ditayangkan di saluran History pada tahun 2018 silam. De Visser berkata: “Semua hidup saya adalah sepakbola."
“Para pemain bagus menemukan diri mereka sendiri. Tapi aku mengintai mereka," katanya
“Pemandu/pencari bakat adalah pekerjaan yang sangat sulit, tapi itu ada dalam diri saya ketika saya masih kecil. Tapi pemain yang membuat kariernya sendiri, bukan pencari bakat."
De Visser menyadari hasratnya untuk pekerjaan yang satu ini dan itulah yang ia pikirkan mula-mula setelah pensiun sebagai pelatih pada tahun 1992.
Dia berkata: “Saya memiliki masalah dengan hati saya. Ayah saya mengidapnya dan dia meninggal dalam usia sangat muda karena serangan jantung. Dokter berkata ada saat Anda jatuh dan Anda mati. Saya berhenti dan saya pergi bepergian."
“Kemudian saya melihat Ronaldo di St Brieux, di turnamen kecil. Dan dengan gerakannya - saya mendapat kehidupan baru."
Saya berkata, 'Hei' Saya ingin menjadi pemandu bakat untuk menemukan pemain seperti Ronaldo."
“Dia (Ronaldo) sangat fenomenal. Dia menguasai bola saat bergerak dan menggiring bola dengan kecepatan penuh,"
Selama hari-hari awalnya bermain di klub divisi dua Belanda FC Den Bosch, Ruud van Nistelrooy yang berusia 17 tahun sebetulnya juga menarik perhatian de Visser.
Namun pada saat itu, Ronaldo lebih menonjol di lini depan PSV. Mesin gol Belanda harus menunggu gilirannya dan tidak sampai lama ketika Ronaldo pergi untuk bergabung dengan raksasa Spanyol Barcelona, Nistelrooy akhirnya bisa mengikuti jejaknya.
“Saya memantau dia dan saya membawanya ke PSV. Tetapi pada awalnya, mereka tidak menginginkannya," kata de Visser.
“Dia (Nistelrooy) tidak tahu, tapi saya pikir dia bisa menjadi pemain yang sangat hebat.
“Kami akhirnya membawanya ke PSV dan mereka menjualnya dengan harga yang besar ke Manchester United.
“Dia bermain fantastis dengan David Beckham, Cristiano Ronaldo dan Roy Keane. Dia selalu mencetak gol, dia adalah salah satu striker terhebat.”
De Visser juga berbicara tentang kegembiraannya dalam menemukan bakat seperti Kevin De Bruyne - salah satu talenta muda paling mengesankan yang pernah dilihatnya.
“Pemain terbaik yang pernah saya cari - Ronaldo, Neymar, pemain hebat, David Luiz dan Kevin De Bruyne,” katanya.
“Salah satu pencarian bakat terbaik saya, Kevin De Bruyne, datang dari tim muda hingga tim utama. Dan dari sentuhan pertama bola, saya jatuh cinta padanya.
"Dia hampir 10 di mata saya. Dan aku tidak pernah memberi nilai 10 sebelumnya."
Nama lainnya ialah David Luiz yang berusia 20 tahun saat dia bermain di divisi ketiga Brasil untuk Vitória. Dan sekarang, lebih dari satu dekade kemudian, bek Arsenal tersebut masih mengakui pengaruh de Visser terhadap karier profesionalnya.
Luiz berkata: “Dari Piet saya belajar arti sebenarnya dari kasih sayang dalam sepak bola."
“Tidak ada orang lain yang saya kenal yang lebih mampu menyampaikan esensi dari permainan indah ini selain Piet. Piet, dalam hidup saya, adalah perwakilan utama dari antusiasme dalam sepak bola.”
Selama bertahun-tahun, bakat yang diajukan de Visser tidak luput dari perhatian beberapa pemain dan pelatih paling terkenal di dunia. Manajer Tottenham, José Mourinho, juga dengan cepat memuji gaya dan metode kepanduan de Visser.
Mourinho berkata: “Saya tidak bisa mencari cara seperti yang dia lakukan. Keinginannya untuk mengetahui segalanya tentang pemain di empat penjuru dunia sangat berharga."
Kecintaan De Visser pada permainan selalu menjadi faktor kunci dalam kemampuannya untuk mencari bakat terbaik. Dan selama tiga dekade terakhir, dia adalah yang terbaik, dan dia berujar akan 'rahasia' di balik itu,
“Saya melihat permainannya. Anda harus berkonsentrasi pada setiap aksi para pemain, ”ucapnya.
“Saya melihat mentalitas. Itulah mengapa saya tidak hanya pergi ke pertandingan, saya juga pergi ke tempat latihan.
“Saya ingin mencium bau rumput. Saya melihat semua hal yang dilakukan pemain. Saya suka sepak bola dan saya akan memberi tahu dunia bahwa saya suka sepak bola," tutupnya.
Kenalkan Kenzo Riedewald, Pemain Berdarah Suriname-Indonesia yang Siap Bela Timnas U-17
Bima Sakti berencana memasukan namanya ke timnas U-17.Profil Ellie Carpenter, Pemain yang Mampu Saingi Lemparan ke Dalam Pratama Arhan
Dia adalah pemain Timnas Wanita Australia...Profil Julian Schwarzer, Penjaga Gawang Filipina yang Kini Bermain Bersama Arema FC
Pernah bermain di Inggris bersama Fulham...Profil Amara Diouf, Pemain Muda Senegal yang Dianggap Sebagai The Next Sadio Mane
Pada Piala Dunia U-17 2023 Amara Diouf bisa jadi ancaman berbahaya...
Opini