Kredit: instagram.com/tuliotv04
Libero.id - Marcus Tulio Tanaka pernah menjadi pemain paling penting di lini bertahan tim nasional Jepang. Aktif bermain pada 2001-2019, bek tengah kelahiran Brasil tersebut membawa Samurai Blue ke babak 16 besar Piala Dunia 2010. Apa kabarnya sekarang?
Marcus Tulio Lyuji Murzani Tanaka lahir di Palmeira d'Oeste, Sao Paulo, Brasil pada 24 April 1981. Ibunya asli Negeri Samba, tapi ayahnya merupakan generasi kedua imigran Jepang di Brasil.
Meski lahir dan tumbuh di Brasil, Tulio sebenarnya tidak terlalu tertarik dengan sepakbola. Bahkan, dia tidak pernah berpikir atau memiliki rencana untuk menjadi pesepakbola profesional. Apalagi, bermain dan membela timnas tanah leluhur ayahnya.
Tulio kecil juga tumbuh sebagai orang Brasil dibanding Jepang. Dia bermain dengan anak-anak seusianya. Dia juga tidak bisa dan tidak pernah belajar Bahasa Jepang karena ayah dan ibunya selalu bicara Bahasa Portugis saat di rumah.
Tapi, semua berubah saat Tulio berusia 15 tahun. Awalnya, pemain berpostur 185 cm tersebut pergi meninggalkan Brasil untuk menyelesaikan sekolah menengahnya di Shibuya Makuhari High Schooll di Chiba pada 2001. Sembari menimba ilmu, dia didorong teman dan guru-gurunya untuk bermain sepakbola membela tim sekolah. Alasannya sangat sederhana, berkaitan dengan darah Brasil yang melekat di tubuhnya.
Tulio tidak butuh waktu lama untuk mengerti sepakbola dan memainkannya dengan baik. Selama sekolah, dia menjadi idola anak-anak perempuan karena kemampuan bermainnya yang bagus. Dia juga masuk tim sekolah di sejumlah kompetisi SMU di Jepang.
Permainan bagus di SMU membuat Tulio memutuskan mengikuti seleksi di tim junior Sanfrecce Hiroshima setelah lulus. Uniknya, dia dinyatakan lulus seleksi dan diterima bergabung dengan skuad.
Ketika Sanfrecce terdegradasi ke J2 League, Tulio dipinjamkan ke Mito Hollyhock. Di sinilah kariernya semakin berkembang dan kemudian mendapatkan paspor Jepang pada 10 Oktober 2003.
Paspor Jepang membuat Tulio bebas bergerak di kompetisi Negeri Matahari Terbit. Lalu, pada awal musim 2004, dia bergabung dengan klub elite di J1 League, Urawa Red Diamonds. Tampil bagus di Urawa dan dengan paspor baru yang dimiliki, Tulio terpilih Jepang U-23 untuk Olimpiade 2004 di Athena.
Setelah tampil memukau pada 3 laga fase grup dan membantu Urawa bersinar di kompetisi dalam negeri maupun Asia, Tulio mendapatkan panggilan ke timnas senior. Dia melakukan debut menghadapi Trinidad and Tobago pada laga uji coba, 9 Agustus 2006.
Itu menjadi tahun yang membanggakan karena Tulio turut membawa Urawa meraih gelar juara J1 League, Piala Kaisar, dan Piala Super Jepang. Dia diberi anugerah Japanese Footballer of the Year, J.League Most Valuable Player, serta masuk dalam J.League Best Eleven.
Penghargaan itu sangat pantas karena Tulio tidak hanya piawai dalam mengawal pertahanan, melainkan juga cerdik dalam mencetak gol untuk. Bersama Urawa, Tulio telah mencetak 37 gol dari 168 pertandingan. Begitu pula saat berseragam Nagoya Grampus Eight dengan kontribusi 36 gol dari 185 laga.
Pada 2010 saat bermain di Piala Dunia, Tulio berbicara kepada media tentang asal-usulnya. Dia sangat senang bercerita hal tersebut. Dia menyebut kakeknya, Yoshiyuki Tanaka, hijrah ke Brasil bersama kedua orang tuanya saat berusia 11 tahun.
Kakek Tulio memiliki bisnis kopi di Sao Paulo dan meninggal saat berusia 92 tahun. Usaha itu kini terus berjalan dan dilanjutkan pamannya. Sebab, ayah Tulio tidak tertarik dengan bisnis, melainkan memilih menjadi pengacara. Tulio juga menyebut ibunya orang Brasil keturunan Italia sehingga dirinya bisa membela tiga timnas.
"Kita seharusnya tidak pernah merusak kebanggaan orang-orang Jepang di Brasil. Bagaimanapun caranya, saya ingin membalas budi kepada kakek saya yang cukup berani untuk menjadi perintis (orang Jepang) di Brasil," kata Tulio saat itu, dilansir AFP.
Di masa kejayaan, Tulio identik dengan rambut panjang yang dikucir di belakang dan teriakan yang memekikkan telingan di lapangan. Dia telah menjadi kebanggaan 1,3 juta komunitas Jepang di Brasil maupun ribuan orang Brasil yang tinggal di Negeri Matahari Terbit.
"Saya memiliki senjata yang tak tertandingi. Heading kuat dalam perebutan bola-bola udara dan semangat juang yang hebat," ujar pemilik 48 caps dan 8 gol untuk Jepang pada 2006-2010 tersebut.
"Saya merasa seolah-olah merasakan listrik mengalir ke seluruh tubuh saya (ketika mendengar lagu kebangsaan Jepang). Saya berpikir, 'Saya benar-benar menjadi orang Jepang'. Akhirnya saya berubah. Saya bangga menjadi orang Jepang, meski lahir dan besar di Brasil," tambah Tulio.
Setelah bertandem dengan Yuji Nakazawa dan bermain empat kali di Piala Dunia 2010, Tulio memutuskan mundur dari timnas. Alasannya, regenerasi. "Semua orang mengenali potensi mencetak gol Tulio. Dia salah satu yang terbaik di timnas kami," kata pelatih Jepang saat itu, Takeshi Okada.
Setelah berhenti dari timnas, Tulio tetap bermain. Tapi, dia hanya berkonsentrasi untuk klub. Tulio tetap bermain untuk Nagoya Grampus Eight setelahnya. Dia bermukim di Toyota Stadium hingga akhir musim 2016 sebelum bergabung ke Kyoto Sanga di J2 League.
Tulio memutuskan pensiun pada akhir musim 2019. Kariernya di kompetisi Jepang dicatatkan dalam 590 pertandingan semua ajang dengan memproduksi 125 gol. Dua trofi J1 League dan satu Liga Champions Asia (LCA) menjadi persembahan Tulio untuk klub.
Setelah pensiun, Tulio tidak kembali ke Brasil. Dia tetap di Jepang. Tapi, dia juga tidak mengambil kursus kepelatihan, agen pemain, maupun pengurus klub. Tulio memilih banting stir menjadi Youtuber.
Layaknya anak milenial, Tulio punya akun Youtube yang diberi nama Fighting King TV. Dengan 46,7 ribu subscribers, chanel Tulio membahas semua hal tentang sepakbola. Dia berbicara mengenai J.League, timnas, hingga kompetisi-kompetisi papan atas Eropa, Asia, hingga Amerika Latin.
Fighting King TV dikemas dengan gaya televisi Jepang yang memadukan hal serius, komedi, dan permainan. Karena itu, tayangan Tulio disaksikan banyak orang di Jepang hingga ratusan ribu setiap edisinya.
Kenalkan Kenzo Riedewald, Pemain Berdarah Suriname-Indonesia yang Siap Bela Timnas U-17
Bima Sakti berencana memasukan namanya ke timnas U-17.Profil Ellie Carpenter, Pemain yang Mampu Saingi Lemparan ke Dalam Pratama Arhan
Dia adalah pemain Timnas Wanita Australia...Profil Julian Schwarzer, Penjaga Gawang Filipina yang Kini Bermain Bersama Arema FC
Pernah bermain di Inggris bersama Fulham...Profil Amara Diouf, Pemain Muda Senegal yang Dianggap Sebagai The Next Sadio Mane
Pada Piala Dunia U-17 2023 Amara Diouf bisa jadi ancaman berbahaya...
Opini