Kisah Nahas yang Selalu Menghantui Perjalanan Pahit Inggris

"Sudah menunggu lebih dari setengah abad."

Feature | 13 July 2021, 17:21
Kisah Nahas yang Selalu Menghantui Perjalanan Pahit Inggris

Libero.id - Inggris bersorak dan seluruh masyarakat bergembira menyambut kemenangan The Three Lions saat mengangkat trofi Piala Dunia 1966. Namun, perlakuan berbeda diperlihatkan Pelatih Sir Alf Ramsey. Dengan gaya khas masamnya, dia bersikeras perayaan tersebut harus diredam.

Pahlawan The Three Lions yang sukses mencetak hat-trick spektakuler, Geoff Hurst, bangun keesokan harinya sembari bersantai memotong rumput dan mengingat indahnya kemenangan bersama tim di Piala Dunia.

Di saat perayaan kemenangan, mereka tidak tahu bahwa Inggris akan menanggung penderitaan yang luar biasa selama 55 tahun ke depan. Kutukan itu tampaknya belum berakhir sampai hari ini.

Ketika pasukan Gareth Southgate berlaga di stadion kebanggaan, Wembley, saat menyambut Italia di laga final Euro 2020. Semua menduga sepertinya kutukan panjang mereka akan segera berakhir. Namun, harapan besar itu tak pernah terwujud.

Sekali lagi, The Three Lions harus kandas dalam adu penalti, harapan besar seketika menjadi sirna dan air mata mengalir di setiap sudut tribun Wembley meratapi tim kesayangannya kembali kalah setelah penantian panjang yang sudah lebih dari setengah abad.

Tapi, setelah perjuangan keras dan harapan itu sudah hampir terwujud hingga sedekat itu, rasanya lebih buruk dari sebelumnya. Sebab, Inggris telah menunggu lebih dari setengah abad untuk kemenangan mereka dalam kompetisi international. 

Fans yang sudah lama menderita, seperti melihat kegagalan demi kegagalan, kisah-kisah sial, dan penampilan yang penuh kesalahan sejak 1966. Mereka belum lagi melihat kapten mereka, Harry Kane, mengangkat trofi kemenangan di Euro 2020. 

Sejarah kekecewaan Inggris yang tidak diinginkan, kesalahan, luka sepakbola yang ditimbulkan oleh diri sendiri dan dirampok oleh kecurangan terang-terangan dari orang lain. Itu semua dimulai hanya dalam dua tahun dari kemenangan gemilang itu. 

Lolos ke semifinal Euro 1968, Inggris hanya harus melewati jalan setapak melewati Yugoslavia. Namun, dalam insiden yang terulang pada tiga kesempatan lain di turnamen besar, pemain kunci Alan Mullery dikeluarkan dari lapangan karena melakukan kekerasan. 

“Mereka melakukan semua hal kotor, melakukan tekel dan wasit kejam,” ujar Mullery. “Dengan satu menit tersisa, saya melakukan itu terhadap Dobrivoje Trivic.” 

“Saya sudah muak dengan mereka yang melukai orang, jadi saya menendangnya. Saya menyesalinya sekarang dan itu adalah sesuatu yang harus saya jalani selama sisa hidup saya,” timpal Mullery. 

“Saya tidak bisa mengubah 1966, tapi hari ini kami memberi penggemar satu hari untuk diingat,” ujar Mullery saat mengingat kembali laganya di semifinal Euro 1968.

Di perempat final Piala Dunia 1970 di Meksiko, Inggris unggul 2-0. Mereka terus melaju ke semifinal, namun Bobby Charlton secara kontroversial digantikan dengan alasan untuk menghemat energinya.
Inggris akhirnya kalah 3-2 dan Charlton berkata dengan sedih: "Saya merasa saya bisa berlari sepanjang hari." 

Kesedihan juga dirasakan Gary Lineker saat menonton Inggris untuk pertama kalinya di pertandingan itu. “Ayah saya mengadakan sekolah kartu dengan teman-temannya sekali atau dua kali seminggu di rumah kami. Engelbert Humperdinck, seorang pemuda Leicester, termasuk di antara banyak orang yang biasa datang dan bermain sepanjang malam,” tuturnya. 

“Satu-satunya hal yang bisa menghentikan permainan kartu tanpa akhir itu adalah (timnas) Inggris,” kenang Lineker.

“Itu tetap dengan saya bagaimana ketika Inggris bermain dengan Jerman Barat di perempat final turnamen itu, semua orang meletakkan tangan mereka tidak peduli apa yang mereka pegang – berbalik dan fokus pada televisi. Dan, kemudian semuanya berakhir, Inggris kalah, dan orang-orang itu berbalik dan ayah saya mulai membagikan kartu lagi. Seperti itu,” timpalnya.

“Saya dibiarkan patah hati. Tapi, momen itu memulai perjalanan saya sebagai pendukung Inggris,” ujarnya.

Selama 20 tahun berikutnya, Inggris gagal lolos ke Piala Dunia 1974 dan 1978 dan dikeluarkan dari turnamen 1982 setelah seri tanpa gol berturut-turut. 

“Kami terbang kembali dengan istri dan pacar, saya masuk ke mobil saya dan kembali ke Ipswich. Saat Anda kembali ke rumah, itu memukul Anda,” kata mantan bek Inggris, Terry Butcher. “Anda merasa ada sesuatu yang hilang karena Anda telah menjalani mimpi ini selama lima minggu, tapi itu tidak menghasilkan apa-apa.”

Momen 'Tangan Tuhan' Diego Maradona yang terkenal menggagalkan Inggris pada 1986. Pada turnamen tersebut, Ray Wilkins menjadi orang pertama yang diusir keluar lapangan di Piala Dunia saat hasil imbang 0-0 yang memalukan melawan Maroko.

Sementara penebusan tampak mungkin di Italia, saat tim Bobby Robson mencapai semifinal. Pertandingan itu terkenal dengan tangis Paul Gascoigne karena mereka kalah adu penalti dari Jerman.
“Sepakbola adalah permainan sederhana. Dua puluh dua orang mengejar bola selama 90 menit dan pada akhirnya, Jerman selalu menang,” ujar Lineker.

Tidak pernah ada headline surat kabar The Sun yang menangkap suasana hati lebih baik daripada ketika Inggris kalah dari Swedia saat mereka tersingkir dari Euro 1992.

Bunyinya: "Swedia 2 (Lobak) Inggris 1".

Pelatih Graham Taylor sampai tidak pernah pulih dari penghinaan miris tersebut.

Sementara Pelatih The Three Lions saat ini, Gareth Southgate, telah merasakan lebih banyak siksaan di semifinal ketika dia gagal mengeksekusi tendangan penalti saat melawan Jerman di Euro 1996. Hasil itu membawa Inggris gagal mendapatkan tempat terakhir.

Inggris tersingkir dari Piala Dunia 1998 melalui adu penalti setelah David Beckham dikeluarkan dari lapangan. Patung dirinya digantung di tiang lampu di jalan setelah momen tersebut.

Timnas Inggris yang ketika itu di bawah asuhan Sven Goran Eriksson juga dikalahkan oleh gol kebetulan Ronaldinho untuk kekalahan tragis The Three Lions 2-1 dari Brasil di perempat final Piala Dunia 2002. “Kami kalah adu penalti lagi dari Portugal di perempat final Euro 2004,” timpal Southgate.

Inggris mengulang aksi serupa di Piala Dunia 2006, meski Inggris sempat menahan imbang tanpa gol Jerman di perempat final. Namun, Inggris akhirnya kandas setelah Wayne Rooney diusir keluar lapangan seperti Mullery, Beckham, dan Wilkins. Momen itu menjadi luka lain yang ditimbulkan sendiri dan keempat kalinya di turnamen besar Inggris mendapat kartu merah.

“Jerman mempermalukan Three Lions asuhan Fabio Copello dengan kemenangan 4-1 yang membuat kami tersingkir dari Piala Dunia Afrika Selatan pada 2010,” kenang Southgate.

Italia menyingkirkan Inggris yang saat itu di bawah asuhan Roy Hodgson dari Euro 2012 di babak perempat final, lagi-lagi melalui adu penalti.

Hodgson kembali gagal membawa tim lolos dari grup di Piala Dunia 2014 sebelum tersingkir dari Islandia di Euro 2016. Itu benar-benar titik tragis yang pernah dialami oleh timnas Inggris. 

Saat orang Islandia merayakannya dengan euforianya yang terkenal, para penggemar Inggris di stadion meneriakkan dengan nada mengejek: "Anda tidak cocok untuk mengenakan kaus itu."

Southgate kemudian mengambil alih di tengah gembar-gembor yang diredam, tetapi dalam dua tahun telah membangun tim muda yang percaya diri yang mencapai final Piala Dunia dalam 22 menit di Moscow.

Namun, para singa Inggris tidak memiliki kekuatan untuk mempertahankan keunggulan melawan Kroasia hingga akhirnya kalah 2-1. Tapi, bulan ini kepercayaan tumbuh tidak hanya di antara timnya tetapi juga di seluruh negeri. 

Mereka telah sukses mengalahkan Jerman di Wembley, melihat sebuah bentuk pencapaian yang sangat luar biasa, ketika The Three Lions sukses membalaskan dendam kusumatnya. 
Lagu kebanggaan bangsa Inggris dinyanyikan begitu lantang oleh para punggawa Three Lions dan para penggemar yang begitu menanti gelar juara musim panas ini, bahkan mereka bernyanyi lebih keras daripada kapan pun sejak Euro 1996.

Penulis lagu Ian Broudie berkata: “Ini adalah permohonan. Jika tim Anda kalah, air mata akan menetes ke gelas Anda saat Anda menangis, 'Ini pulang'. Jika mereka menang, Anda berteriak, 'Ini pulang' dari belakang bus." 

Dengan mengalahkan Italia, pasti akan membuat bangsa Inggris bersorak di setiap sudut kota. Namun, justru kini sebaliknya. Tur Kesengsaraan kembali berlanjut, bahkan setelah setengah abad lebih perjuangan meraih gelar juara harus kembali tidak tercapai. Piala Dunia di Qatar pada 2022 nampaknya akan diincar timnas Inggris untuk memperbaiki semua keadaan.

(muhammad alkautsar/yul)

Baca Berita yang lain di Google News




  • 0% Suka
  • 0% Lucu
  • 0% Sedih
  • 0% Kaget

Opini

(500 Karakter Tersisa)

Artikel Pilihan


Daun Media Network