Selain Greysia/Apriyani, Inilah 7 Emas Olimpiade Milik Indonesia dari Bulutangkis

"Tradisi emas sempat terhenti sejenak sebelum berlanjut terus hingga sekarang. Salut!"

Feature | 02 August 2021, 22:32
Selain Greysia/Apriyani, Inilah 7 Emas Olimpiade Milik Indonesia dari Bulutangkis

Libero.id - Sejak bulutangkis menjadi olahraga resmi Olimpiade, Indonesia selalu menjadi negara yang dominan. Kecuali 2012, kontingen Merah-Putih selalu bisa membawa pulang medali emas.

Olimpiade di London akan terus tercatat dalam buku sejarah sebagai yang paling buruk dilalui bulutangkis Indonesia. Jangankan emas, perunggu atau perak saja PBSI tidak bisa mempersembahkan. Indonesia hanya mendapatkan dua perak dan satu perunggu dari angkat besi.

Terlepas dari era kegelapan tersebut, bulutangkis Indonesia selalu tidak pernah mengecewakan. Mereka menjadi satu-satunya cabang olahraga yang konsisten mengumandangkan Indonesia Raya di gelandang Olimpiade. Jika ditotal termasuk 2020, delapan emas sudah dipersembahkan.

Berikut ini 7 medali emas yang disumbangkan bulutangkis Indonesia di Olimpiade selain di Tokyo tahun ini:


1. Susi Susanti (1992)

Orang pertama yang mengumandangkan Indonesia Raya di Olimpiade adalah Susi Susanti. Tampil di tunggal putri, atlet asal Tasikmalaya itu mengalahkan musuh besarnya, pebulutangkis Korea Selatan, Bang Soo-hyun. Susi sempat tertinggal 5-11 di set pertama sebelum balik memimpi 11-5 dan 11-3.

Beberapa tahun kemudian, Susi mengungkapkan apa yang sebenarnya terjadi sebelum final. "Perasaan malam itu (sebelum pertandingan) mata saya sudah dipejamkan, tapi tetap tidak  bisa tidur, otaknya mikir terus," ujar Susi pada 2020, dilansir Badminton Indonesia.

"Makan juga dipaksa demi jaga kondisi. Padahal, tidak nafsu makan sama sekali. Akhirnya, malam itu saya cuma makan nasi abon dan ikan asin. Sama minum segelas susu," ucap Susi menggambarkan ketegangan sebelum pertandingan bersejarah bagi Indonesia itu.

Sebelum bertanding, Susi juga meminta  tidak diganggu. Sebab, pertemuan atlet dengan banyak orang sebelum bertanding bisa mengganggu persiapan dan konsentrasi atlet itu sendiri.

"Tiap atlet punya kebiasaan yang berbeda sebelum tanding. Ada yang dengar musik, menyendiri, dan berdoa. Kalau ketemu orang, ada saja yang bilang, 'harus juara ya, harus dapat emas ya'. Itu semua justru membuat beban atlet tersebut semakin berat," ungkap Susi.


2. Alan Budikusuma (1992)

Sebelum Susi benar-benar bertanding, Indonesia sebenarnya sudah memastikan emas saat Alan Budikusuma dan Ardy Wiranata memastikan memenangi semifinal tunggal putra. Hanya saja, apakah Alan atau Ardy yang akan mendapatkan kalungan emas akan ditentukan di pertandingan final setelah Susi mengalahkan Soo-hyun.

Meski itu adalah pertandingan sesama atlet Indonesia, bukan berarti situasinya mudah. Baik Alan maupun Ardy sangat serius untuk menjadi peraih emas. Mereka bertarung dengan penuh semangat dan tanpa main mata. Itu terbukti dari skor akhirnya ketika Alan unggul 15-12, 18-13.   


3. Rexy Mainaky/Ricky Subagja (1996)

Rexy Mainaky/Ricky Subagja adalah pasangan ganda putra terbaik Indonesia pada dekade 1990-an. Keduanya sukses merajai berbagai ajang bulutangkis internasional baik individual maupun beregu. Puncaknya di Atlanta saat tampil di final Olimpiade.

Saat itu, Rexy/Ricky mengalahkan musuh bebuyutan asal Malaysia, Cheah Soon Kit/Yap Kim Hock lewat pertandingan keras, penuh drama, dan menegangkan dalam tiga set. Sempat tertinggal 5-15, Rexy/Ricky balik unggul 15-13 pada set kedua. Lalu, pada set penentuan, mereka kembali memimpin 15-12.


4. Tony Gunawan/Candra Wijaya (2000)

Di ganda putra saat itu, dominasi atlet-atlet Korea Selatan sangat nyata di Sydney. Mereka menempatkan dua pasangan di semifinal. Mereka adalah Lee Dong-soo/Yoo Yong-sung dan Ha Tae-kwon/Kim Dong-moon. Sementara satu semifinalis lainnya berasal dari Malaysia, Choong Tan Fook/Lee Wan Wah.

Namun, Tony Gunawan/Candra Wijaya adalah unggul pertama. Mereka sukses mengalahkan Tae-kwon/Dong-moon di semifinal sebelum bertemu Dong-soo/Yong-sung. Ini adalah final ideal karena Dong-soo/Yong-sung adalah unggul kedua. Tony/Candra akhirnya unggul 15-10, 9-15, 15-7.


5. Taufik Hidayat (2004)

Pada masanya, Taufik Hidayat adalah atlet paling populer di Indonesia. Bukan semata permainan yang memikat di lapangan, melainkan juga kehidupan atet asal Bandung itu jadi sorotan. Tampangnya yang rupawan, membuat Taufik digosipkan memiliki hubungan dengan banyak artis cantik Indonesia.

Tapi, saat Olimpiade 2004, Taufik benar-benar melupakan semua berita miring terkait petualangan percintaannya. Dia fokus 100% saat menghadapi tunggal terbaik Korea Selatan, Shon Seung-mo, di final. Taufik unggul 15-8, 15-7, sekaligus menyelamatkan wajah Indonesia dari kegagalan membawa emas Olimpiade.


6. Hendra Setiawan/Markis Kido (2008)

Hendra Setiawan nyaris menjadi atlet Indonesia pertama yang mendapatkan dua emas Olimpiade di dua edisi berbeda. Pasalnya, berpasangan dengan Mohammad Ahsan di Olimpiade 2020, Hendra gagal mencapai final.

Padahal, ketika berpasangan dengan almarhum Markis Kido, Hendra tampil luar biasa di Olimpiade 2008. Itu tidak mudah karena atlet-atlet Indonesia harus tampil di kandang macam. Meski berstatus unggulan utama, tampil di China melawan atlet dan suporter China bukan pekerjaan yang mudah.

Tapi, Hendra/Markis mampu melakukannya. Melawan jagoan tuan rumah, Fu Haifeng/Cai Yun, mereka tampil percaya diri. Sempat tertinggal 12-21, Hendra/Markis bangkit untuk berbalik unggul 21-11 di set kedua. Puncaknya, pada set ketiga mereka unggul 21-16.


7. Liliyana Natsir/Tontowi Ahmad (2016)

Setelah hancur lebur di Olimpiade 2012 London, Liliyana Natsir/Tontowi Ahmad menjadi penyelamat bulutangkis Indonesia di Olimpiade 2016 Rio de Janeiro. Butet/Owi tampil dominan atas pasangan Malaysia, Chan Peng Soon/Goh Liu Ying. Keduanya unggul 21-14, 21-12.

Kemenangan itu sebenarnya mengejutkan. Pasalnya, Praveen Jordan/Debby Susanto saat itu sedang bagus-bagusnya. Praveen/Debby datang ke Olimpiade setelah menjadi juara All England 2016. Tapi, faktanya justru Butet/Owi yang tampil lebih konsisten dan menghasilkan prestasi puncak. 

(andri ananto/anda)

Baca Berita yang lain di Google News




  • 0% Suka
  • 0% Lucu
  • 0% Sedih
  • 0% Kaget

Opini

(500 Karakter Tersisa)

Artikel Pilihan


Daun Media Network