Libero.id - Setiap pekerjaan selalu diikuti oleh resiko. Tapi resiko apa yang Anda bayangkan dari menjadi seorang pesepakbola profesional? Cedera, kehilangan waktu bersantai, atau hal-hal lainnya?
Singkirkan kalimat-kalimat remeh itu, sebab gelandang As Monaco, Aurelien Tchouameni baru-baru ini diancam akan dihabisi nyawanya.
Insiden itu terjadi saat klubnya berhasil mengalahkan Sparta Prague 2-0 di leg pertama babak kualifikasi ketiga Liga Champions.
Pemain timnas Prancis U-21 ini mencetak gol pembuka untuk tim Ligue 1 lewat sebuah sundulan pada menit ke-37, sebelum striker Jerman, Kevin Volland menggandakan keunggulan Monaco di babak kedua.
OUR TURN TO BE HEARD ✊? pic.twitter.com/XxgkpRuBZc
— Tchouameni Aurélien (@atchouameni) August 4, 2021
Dan setelah gol yang ia buat, suporter tuan rumah entah mengapa melakukan tindakan tak terpuji : mereka bernyanyi dengan nada rasis, dan bahkan terkesan mengancam akan membunuh.
Tchouameni lantas memposting di Twitter dengan mnengatakan bahwa pesan kebencian tidak akan mempengaruhinya secara pribadi.
"Saya tidak akan membiarkan kebencian memenangkan pertandingan ini," kata gelandang itu.
Aurélien Tchouaméni with a goal for Monaco - could we see him on the end of a Mason Mount corner one day? ? pic.twitter.com/qqXUSSSkps
— ? ? ? ? ? ? (@_CFCHarry) August 3, 2021
Protes ke Wasit
Menyusul gol Tchouameni, ia dan rekan satu timnya berlari kearah pelatih Monaco Niko Kovac dan ofisial UEFA, termasuk wasit asal Inggris, Michael Oliver.
Hal itu dilakukan untuk protes tentang dugaan nyanyian rasisme dari para suporter yang ditujukan kepadanya.
Mengikuti protokol UEFA, wasit Oliver lantas menghentikan pertandingan selama tiga menit.
Sebuah pesan lantas ditampilkan di layar monitor Stadion Letna untuk memperingatkan para suporter bahwa jika masih terjadi pelecehan rasis, maka pertandingan akan dihentikan sepenuhnya.
Tchouameni mempertanyakan prosedur yang dimiliki UEFA untuk menangani perilaku rasis. Ia menanyakan mengapa pemain yang dilecehkan secara rasial tidak terlibat dalam memutuskan protokol.
Ia juga mempertanyakan mengapa permainan bisa dihentikan untuk memeriksa apakah seorang pemain offside "seinci" tetapi hal yang sama tidak dapat dilakukan untuk nyanyian rasis dari tribun.
"Kemarin, kamera klub kami ada di lapangan dan menangkap semuanya," tambahnya. "Itu keras dan jelas."
Menanggapi hal itu, pelatih Monaco mengatakan setelah pertandingan bahwa ia merasa sangat sedih dan muak karena hal ini masih berlanjut di abad ke-21
(diaz alvioriki/gie)
17-09-2023 | ||
Lorient | 2 - 2 | AS Monaco |
03-09-2023 | ||
AS Monaco | 3 - 0 | Racing Club de Lens |
26-08-2023 | ||
Nantes | 3 - 3 | AS Monaco |
Media Malaysia Soroti 9 Pemain Timnas Indonesia yang Pilih Ikut Pendidikan Polisi
Di Malaysia, mimpi pemain muda gabung Real Madrid. Di Indonesia, jadi Polisi.Tegas! Termasuk Rumput, PSSI Pasti Benahi JIS Sesuai Arahan FIFA
PSSI pastikan jalankan semua rekomendasi FIFA.Sindir Pemain Timnas yang Daftar Polisi? Marselino Ferdinan Pose jadi Maling
Ada-ada saja ulah pemuda Indonesia yang satu ini.Piala AFF U-23 2023 di Depan Mata, 4 Pemain Timnas ini Justru Ikut Pendidikan Polisi
Cita-cita pemain itu seharusnya main di Real Madrid. Bukan jadi Polisi atau PNS.Asnawi Mangkualam Berpakaian Layaknya Artis K-Pop, Ini Tanggapan Kocak Netizen
Makin terbiasa dengan budaya di Korsel wkwk...
Opini