5 Kesalahan Terbesar Jose Mourinho dalam Kariernya

"Selain hebat, pria Portugal ini juga sering mengeluarkan kebijakan kontroversial."

Analisis | 20 August 2021, 04:31
5 Kesalahan Terbesar Jose Mourinho dalam Kariernya

Libero.id - Harus diakui Jose Mourinho merupakan salah satu pelatih sukses di sepakbola Eropa. Berbagai gelar bergengsi dipersebahkan bersama sejumlah klub yang dipimpin. Mulai dari level domestik hingga internasional.

Kehebatan Mourinho di bench telah disejajarkan dengan sejumlah nama pelatih top dunia seperti Sir Alex Ferguson, Marcelo Lippi, Arsene Wenger, Carlo Ancelotti, hingga  Pep Guardiola.

Meski prestasi dunia yang diraih lebih banyak dari jumlah jari tangannya, ternyata perjalanan karier Mourinho tidak selalu mulus. Banyak diantaranya yang justru dinilai kontroversial. Bahkan, berujung kegagalan dramatis. Beberapa bahkan harus diwarnai perselisihan yang tidak penting.

Nah, berikut lima kesalahan terbesar Jose Mourinho selama karier profesionalnya di sepakbola:


1. Teori konspirasi

Mourinho telah menemukan cara untuk mengalihkan perhatian atas kesalahan timnya. Kritiknya terhadap wasit dan otioritas sepakbola telah membuat reputasi Mourinho tercoreng.

Contohnya saat menuduh Barcelona diuntungkan UEFA karena UNICEF menjadi sponsor jersey. Ada lagi saat Chelsea, Mourinho juga didenda 8.900 (Rp149 juta) karena membuat tuduhan palsu tentang wasit yang dianggap berkoleborasi dengan Frank Rijkaard (Barcelona). Ada lagi tuduhan terdapat wasit, Andreas Frisk, di Liga Champions.


2. Taktik "parkir bus" yang pragmatis

"Parkir bus" sekarang menjadi bagian dari bahasa sepakbola dan Mourinho terkait dengannya. Taktik ini dituduhkan kepada Mourinho sebagai pelatih yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan kemenangan.

Di Inter Milan, pragmatismenya dipuji karena mematikan Barcelona dan menyabet treble winners bersejarah pada 2009/2010. Tapi, di Inggris, ini telah dicap sebagai strategi "antisepakbola" karena sedikit fokus yang diberikan pada permainan penguasaan bola menyerang.

Keputusannya untuk meminta orang-orang seperti Cristiano Ronaldo dan Eden Hazard membantu pertahanan sangat tidak populer di mata pengamat.

Era ketika sepak bola menyerang yang atraktif adalah tuntutan untuk menghibur para pendukung justru diputarbalikkan Mourinho. Dia tanpa ampun tetap berpegang pada gayanya untuk menetralisasi lawan-lawannya. Kemudian, mengambil kesempatan dalam serangan balik.


3. Masalah datang di musim ketiga

Musim kedua kedatangan Mourinho di Chelsea membawa mereka ke puncak Liga Premier 2014/2015, dengan orang-orang seperti Eden Hazard, Diego Costa, dan Andre Schuerrle memainkan peran utama.

Mourinho dikenal memiliki perjuangan besar di musim ketiganya di sebuah klub. Dia secara vokal mengkritik banyak orang. Tidak hanya wasit, melainkan juga para pemainnya. Mourinho bahkan berselisih dengan dokter klub, Eva Carneiro, untuk intervensi medis di lapangan saat bermain imbang melawan Swansea City.

Pada Desember 2015, Chelsea berada di urutan 16 klasemen Liga Premier. Itu hanya satu poin di atas zona degradasi dan sekitar 20 poin dari juara Leicester City. Roman Abramovich akhirnya berpisah dengan Mourinho untuk kedua kalinya di pertengahan musim.


4. Bertengkar dengan pemain

Gaya Mourinho memotivasi pemain telah membuat para talenta hebat seperti Frank Lampard, John Terry, hingga Marco Materazzi mempertaruhkan nyawa mereka demi kesetiaan kepada dirinya.

Namun, kadang-kadang, gaya tekanan dan motivasinya telah membuat para pemain salah jalan. Di Real Madrid, misalnya, Mourinho mengkritik legenda klub, Iker Casillas, dan berusaha menggantikan kapten di starting line-up dengan mengontrak Diego Lopez. Ada lagi Sergio Ramos dan Raul Gonzalez.

Bahkan, di Manchester United dia memperlakukan Luke Shaw dengan tidak baik hingga sekarang, meski bukan anak didiknya lagi


5. Kegagalan mengembangkan pemain muda

Mourinho menuntut skuad kompetitif setiap musim untuk memenangkan trofi dengan sedikit ruang untuk kesalahan dan ruang untuk pertumbuhan pemain. Akibatnya, banyak pemain muda potensial. 

Orang-orang seperti Romelu Lukaku, Kevin de Bruyne, atau Mohamed Salah tidak diberi kesempatan untuk berkembang menjadi talenta kelas dunia. Akibatnya, pemain-pemain ini berkembang dan menjadi bintang di klub lain. Sejarah kemudian mencatat Lukaku, De Bruyne, atau Salah sebagai juara di luar Chelsea.

(muhammad alkautsar/anda)

Baca Berita yang lain di Google News




  • 0% Suka
  • 0% Lucu
  • 0% Sedih
  • 0% Kaget

Opini

(500 Karakter Tersisa)

Artikel Pilihan


Daun Media Network