Dragan Dzajic
Libero.id - Komunisme berlaku di seluruh Eropa Timur selama empat setengah dekade antara akhir Perang Dunia Kedua dan runtuhnya Tembok Berlin memiliki dampak besar pada persepakbolaan di Eropa kala itu.
Banyak pemain hebat yang dihasilkan selama tahun-tahun komunis karena terlepas dari sistem yang banyak bertentangan dengan demokrasi yang ditawarkan seperti sekarang, ada satu jenis pemain yang sulit dikembangkan oleh para pelatih dari negara-negara timur dibandingkan dengan rekan-rekan barat mereka, yakni pemain sayap .
Dari Blok Timur kiper brilian seperti Yashin, kemudian playmaker seperti Boniek dan Dobrin serta penyerang yang mematikan seperti Dragoslav Sekularac, Christian Streich dan Georgi Asparuhov adalah bukti pemain yang dihasilkan dari rezim pemerintahan yang komunis, tapi pemain sayap berkualitas tinggi adalah jenis yang jauh lebih langka karena konsep persamaan hak yang selalu menghalangi, maka panggung pribadi untuk pemain sayap berbakat dari barat seperti Paco Gento dan Jimmy Johnstone adalah sesuatu yang sering membuat para pemain blok timur iri.
Kadang-kadang pemain yang terlalu bagus untuk menahan diri muncul dan harus menemukan semacam jalan tengah untuk menjadi kreatif inspirasional tanpa menyimpang dari konsep kolektif yang lebih besar – Ferenc Bene dari Hungaria, Grzegorz Lato dari Polandia dan Oleg Blokhin dari Uni Soviet semuanya mencoba menemukan jalan tengah dan salah satu satunya juga memunculakn pemain sayap terhebat di Eropa timur, Dragan Dzajic.
Pada tahun 1961, seorang pemuda berpakaian sederhana bernama mengenakan sepatu bot besar seperti petani meninggalkan desa kecil bernama desa Ub dan melakukan perjalanan 100 mil ke ibu kota Yugoslavia, Beograd. Ia kemudian menelepon di Stadion Partizan untuk masa trial klub, namun karena pada waktu itu adalah akhir musim di mana tidak ada klub mengadakan masa percobaan, maka ia diminta untuk kembali lagi lain waktu. Karena tidak akan membayar ongkos untuk kedua kalinya, pemuda itu berjalan ke stadion Red Star di mana Milanic, pelatih tim junior, melihatnya beraksi dan menawarinya kontrak empat tahun langsung di tempat. Dzajic muda kemudian dibayar 23 Poundsterling untuk bakatnya dan penggemar Red Star sampai hari ini mengakui bahwa Dzajic adalah legenda klub berjuluk 'Crvena zvezda' tersebut.
Pemain sayap kontemporer pada waktu itu selalu terampil dan Dzajic adalah pemain yang paling menonjol dari rekan-rekannya karena ia bisa melakukan banyak hal dan permainannya diperkuat oleh naluri bawaan untuk membuat keputusan yang tepat pada waktu yang tepat dan tidak pernah khawatir soal keputusannya dalam memberikan umpan.
Dzajic kemudian membuat debut untuk Red Star pada tahun 1963 setelah baru berusia 17 tahun dan tim nasional Yugoslavia pertamanya 12 bulan kemudian. Pada tahun 1968 ia adalah salah satu pemain penyerang paling terkenal di Eropa dan merupakan pencetak gol terbanyak serta terpilih sebagai top skor dari Piala Eropa 1968 sekaligus Team of the Tournament. Selama akhir 1960-an dan awal 1970-an, ia berada di masa jayanya dan Red Star menjadi tim yang sangat bergantung padanya.
Selama kurang lebih 15 tahun berkarier, Dzajic kerap kali menyiksa bek sayap lawan sampai bingung dengan kontrol bolanya yang hampir tak tersentuh, kemudian mencetak gol untuk dirinya sendiri atau, lebih sering lagi memberikan umpan kepada rekan setimnya di posisi yang tepat. Jelas bila berkaca pada saat ini, ia adalah pemain yang akan dipuja oleh pelatih modern karena untuk semua keahliannya.
Džajić Sjajna vest iz UEFA, moramo da izvučemo pouke https://t.co/SY454o02zj #rtsvesti pic.twitter.com/WHTAetUfxl
— RTS_Sport (@RTS_Sport) February 5, 2018
Dzajic menghabiskan belasan tahun bersama Red Star memenangkan lima gelar nasional, empat piala nasional, dan satu Piala Mitropa. Pada usia 29, ia diizinkan untuk pindah ke luar negeri dan bergabung dengan tim kecil nan ambisius asal Prancis, Bastia, di mana ia membantu mengubah nasib mereka dan mengubahnya menjadi salah satu tim yang diperhitungkan dalam kompetisi utama Prancis sebelum kembali ke rumah untuk satu musim terakhir di Red Star di tahun 1978.
Dan kini, jelas mantan warga negara Yugoslavia maupun Eropa Timur secara keseluruhan tidak akan pernah melihat orang-orang seperti Dzajic lagi.
(muflih miftahul kamal/muf)
Kenalkan Kenzo Riedewald, Pemain Berdarah Suriname-Indonesia yang Siap Bela Timnas U-17
Bima Sakti berencana memasukan namanya ke timnas U-17.Profil Ellie Carpenter, Pemain yang Mampu Saingi Lemparan ke Dalam Pratama Arhan
Dia adalah pemain Timnas Wanita Australia...Profil Julian Schwarzer, Penjaga Gawang Filipina yang Kini Bermain Bersama Arema FC
Pernah bermain di Inggris bersama Fulham...Profil Amara Diouf, Pemain Muda Senegal yang Dianggap Sebagai The Next Sadio Mane
Pada Piala Dunia U-17 2023 Amara Diouf bisa jadi ancaman berbahaya...
Opini