Kisah David Trezeguet, From Zero to Hero Juventus

"Momen terburuk apa yang pernah dialami Trezeguet."

Biografi | 19 October 2021, 02:03
Kisah David Trezeguet, From Zero to Hero Juventus

Libero.id - Saat itu nama Thierry Henry masih belum akrab di telinga pencinta sepakbola. Begitu juga David Trezeguet selama membela tim nasional Prancis.

Skuad Les Bleus asuhan Roger Lemerre saat itu masih bergantung kepada pemain seperti Sylvain Wiltord, Christophe Dugarry, Zinedine Zidane, hingga Nicolas Anelka.

Contohnya saat Prancis berlaga di final Euro 2000. Lamerre memasukkan Wiltord menggantikan Dugarry tak lama setelah pemain Italia, Marco Delvecchio, membawa Gli Azzurri unggul pada 20 menit pertandingan. Situasi itu membuat Lemerre perlu mengubah sesuatu.

Anelka, yang dipercaya memimpin lini depan dalam dua pertandingan pembuka mereka, termasuk kemenangan di semifinal atas Portugal, menunggu di bangku cadangan. Namun, Lemerre justru beralih memasukkan Trezeguet yang menjadi satu-satunya kesempatan tampil.

Saat memasuki menit terakhir perpanjangan waktu, Prancis masih tertinggal satu gol. Francesco Totti memiliki kesempatan membuat keunggulan Italia, namun dinyatakan offside. Sementara pemain pengganti Italia bersiap di pinggir lapangan untuk melakukan perayaan.

Kiper Prancis, Fabian Barthez, meluncurkan tendangan bebas ke tepi kotak penalti Italia walau arah bola di luar ekspektasi.

Trezeguet melompati bek Juventus, Mark Iuliano, dan menggiring bola sambil melepaskan tembakan di bawah tangan kiri Francesco Toldo. Skor berubah 1-1 dan permainan harus dilanjutkan ke waktu tambahan.

Kedua belah pihak semakin cerdik, mereka sering melepaskan tembakan jarah jauh sebagai ekspresi kelelahan yang melumpuhkan otot-otot. Trezeguet menyebabkan kepanikan saat berhasil membawa bola melewati Toldo, namun gagal menjadi gol.

Dengan dua menit tersisa di babak pertama perpanjangan waktu, Robert Pires, yang juga masuk sebagai pemain pengganti, berhasil melepaskan diri. Legenda Arsenal itu membawa bola ke dalam kotak penalti. Sementara Trezeguet menunggu dan mengayunkan kaki kirinya.

Dengan satu jentikan sepatunya dan hanya dengan sentuhan kelimanya dalam permainan itu, Trezeguet menembakkan bola ke sudut atas gawang berkat penyelesaian yang lahir dari naluri.

Gol tersebut membuat Prancis menjadi juara Eropa (2000), tetapi bagi Trezeguet itu juga agak canggung. Dia sudah setuju meninggalkan AS Monaco ke Juventus dan baru saja menghancurkan hati calon pendukungnya. Belum lagi tujuh rekan setim barunya di skuad Italia, yang sebagian besar pilar Nyonya Tua.

Di awal musim debutnya di Turin, Trezeguet berada di bangku cadangan dan tidak dimainkan. Sementara duo pemain Italia, Alessandro del Piero dan Filippo Inzaghi, memulai di depan.

Merasa seperti orang asing bukan hal baru bagi Trezeguet. Dia adalah pemain internasional Prancis yang tumbuh di Argentina. Setibanya di Monaco yang tidak bisa berbahasa Prancis, prestasinya sering didahului oleh Henry yang sudah mencapai puncak  setahun sebelumnya, entah itu menjadi Pemain Muda Terbaik atau pindah ke Juventus.

Bahkan, saat memenangkan dua gelar utama bersama tim nasional, Trezeguet hanya dipercaya membuat tiga starter di dua turnamen. Dia sering menonton dari bangku cadangan, sementara Henry tampil di semua kecuali dua pertandingan.

Memang, meski menyelesaikan musim 2000/2001 sebagai pencetak gol terbanyak Juventus dengan 14 gol, Trezeguet lebih banyak dirotasi karena Carlo Ancelotti memiliki Del Piero, Inzaghi, Darko Kovacevic, dan Vincent Pericard untuk opsi di depan. Untuk semua bakatnya, Trezeguet kembali merasa diabaikan.

Trezeguet sendiri secara terbuka membahas kemungkinan bergabung dengan Liverpool asuhan Gerard Houllier setelah Juventus finis sebagai runner-up di bawah AS Roma pada akhir musim pertamanya.

Namun, nasibnya berubah ketika Inzaghi dijual ke Milan setelah hubungannya dengan Del Piero kurang baik di luar lapangan. Hal itu membuka jalan bagi Trezeguet untuk memantapkan dirinya sebagai pemain utama Nyonya Tua di bawah manajer baru Marcello Lippi.

Dia melakukannya dengan baik, mencetak 32 gol di semua kompetisi untuk membawa Juventus meraih Scudetto dan memenangkan penghargaan Pemain Terbaik Serie A. Del Piero memberi sentuhan yang baik dan memungkinkan Trezegol meningkatkan adrenalin untuk mencetak banyak gol.

Kata 'poacher' sering digunakan sebagai pujian back-handed untuk seorang striker, dan itu dengan sempurna meringkas naluri mencetak gol Trezeguet. Menonton gol-golnya kembali, berapa kali para bek dibiarkan menggaruk kepala atau saling mencaci-maki setelah melihat pemain Prancis itu mencetak gol dari peluang yang tampaknya tidak berbahaya.

Kejam dengan kedua kaki, Trezeguet ahli dalam melepaskan tembakan saat memakai jersey nomor 17 dan sepasang sepatu Adidas Predator.

Dalam sebuah wawancara dengan The Independent pada 2018, Trezeguet mengomentari kurangnya striker murni dalam permainan modern. Dia menggambarkan dirinya sebagai pemain terbaik di area itu.
Sementara Arsene Wenger mengatakannya secara berbeda. “Trezeguet adalah seekor ular, dia agak pendiam dan kemudian tiba-tiba dia membunuhmu.”

Dalam sembilan musim antara 1997/1998 dan 2005/2006, Trezeguet mencetak 218 gol di semua kompetisi untuk Monaco, Juventus, dan Prancis. Rata-rata hanya kurang dari 25 gol per musim. Pada saat itu, dia memenangkan empat gelar liga, dua piala domestik, Piala Dunia, dan Kejuaraan Eropa.

Namun, kesuksesan luar biasa itu bukan tanpa titik terendahnya. Dia menjadi bagian dari skuad Prancis yang dipermalukan di Piala Dunia 2002, diikuti dengan musim yang dilanda cedera di Juventus yang berakhir dengan gagalnya mengeksekusi penalti dalam kekalahan adu penalti mereka dari Milan di final Liga Champions. Momen yang lebih menyakitkan terjadi saat adu penalti yang menentukan di final Piala Dunia 2006 melawan Italia.

“Saya lebih menyesal melewatkan penalti ini dari pada Piala Dunia karena saya merasa tim ini milik saya. Di sini saya melewati momen terbaik dan terjelek,” katanya.

Pada 2004/2005 Trezegol mengalami lebih banyak cedera, diperparah dengan kedatangan Zlatan Ibrahimovic. Tetapi, Trezeguet bangkit kembali pada musim berikutnya, dan 19 gol yang dicetak sebelum tahun baru. Torehan itu membuatnya disebut sebagai penantang pemain terbaik Eropa saat itu.

"Bola emas? Itu pantas untuk pemain yang menghibur orang, seperti Ronaldinho atau Ibrahimovic,” katanya.

”Yang pasti, mereka yang mencetak gol selalu memberikan kesenangan. Jika saya adalah penggemarnya, mereka akan menjadi pemain yang ingin saya lihat. Mereka yang membuat penonton berteriak,” ungkapnya.

Trezeguet melihat dirinya lebih rendah dalam beberapa hal dari Ibrahimovic, tetapi setelah kasus Calciopoli, bisa menentukan siapa yang meninggalkan warisan abadi di Turin.

Rafa Benitez menjatuhkan karier Trezeguet di tengah laporan kepindahan ke Liverpool, sementara Ibrahimovic melompat ke Inter. Trezeguet menjadi salah satu dari Lima Samurai bersama Del Piero, Gianluigi Buffon, Pavel Nedved, dan Mauro Cameronesi yang sukses membawa klub kembali ke Serie A.

Menjelang akhir musim, setelah mencetak golnya yang ke-15 musim itu, Trezeguet memberi isyarat kepada klub di tengah pembicaraan lebih lanjut bahwa dia bisa dijual. Dua minggu kemudian, kontrak baru tiba.

Dua puluh gol diikuti kembali di Serie A pada 2007/2008, tetapi masalah kebugaran membuat penampilannya mulai menurun. Pada saat dia meninggalkan klub untuk Hercules pada 2010, dia adalah pencetak gol dari pemain asing terbanyak untuk klub dan keempat dalam daftar pencetak gol terbanyak sepanjang masa mereka.

“Ini adalah hubungan cinta yang nyata, David (Trezeguet) akan selalu berada di hati semua pendukung Juventus,” kata ketua klub, Andrea Agnelli, setelah kepergian striker itu.

Bagi seorang pria yang tampak seperti orang asing yang berada di bawah bayang-bayang pencetak gol lain sepanjang kariernya, Trezeguet akhirnya menemukan rumah di mana dia akan selalu dicintai.

(diaz alvioriki/yul)

Baca Berita yang lain di Google News




  • 0% Suka
  • 0% Lucu
  • 0% Sedih
  • 0% Kaget

Opini

(500 Karakter Tersisa)

Artikel Pilihan


Daun Media Network