Kisah Friday Oyele Zico, Pesepakbola Sudan yang Tumbuh dalam Kondisi Perang

"Pernah dibina oleh Manchester United, bagaimana kariernya kini?"

Biografi | 08 November 2021, 04:57
Kisah Friday Oyele Zico, Pesepakbola Sudan yang Tumbuh dalam Kondisi Perang

Libero.id - Belum banyak yang tahu tentang siapa itu  Friday Oyele Zico Paul. Kisah hidupnya dalam menjalani karier sebagai pesepakbola sangat mengharu biru. Ia adalah korban perang di negaranya Sudan.

Friday Zico sendiri lahir di Sudan Selatan pada November 1994 silam, ia tumbuh di kota kecil bernama Magwi dalam keadaan konflik bersenjata tak berkesudahan.

Zico adalah bagian dari suku Acholi, salah satu suku dari 162 suku yang membentuk Sudan Selatan.

"Suku kami telah mengalami perang saudara. Pemberontak menculik anak-anak dan mengubah mereka menjadi tentara," terang Zico

Di tempatnya itu, anak-anak kerap dipaksa menjadi tentara atau lebih parahnya berakhir sebagai budak. Dan nasib Zico 
ada pada kotak kedua, dimana ia dijadikan budak suruhan untuk hal-hal keji.

"Saya adalah salah satu dari mereka yang ditangkap oleh Joseph Kony, pemimpin Lord Resistance Army, pembunuh jutaan orang dan terus meningkat," imbuhnya.

Dengan segala cara akhirnya Zico berhasil  melarikan diri dari Magwi pada 2004 ke Uganda, dan dalam masa pelarian itu Zico sempat mencari suaka dan untungnya diterima oleh pemerintah Australia.

"Usai tiba di Uganda, kami menjadi pengungsi dan pemerintah Australia menerima kami. Saat itu, John Howard adalah perdana menterinya," terang Zico.

"Kami dibawa ke Perth, Australia. Kami tidak terlalu banyak bertanya tentang ke mana kami akan pergi selama kami tahu itu aman untuk ditinggali," imbuhnya.

Singkat cerita Zico tumbuh besar di Australia dan mulai mengenal lagi bakat lamanya yakni sepak bola, ia bahkan bermain untuk beberapa klub lokal di Perth.

Sudan Selatan kemudian merdeka pada 2011 dan mencoba membangun sepak bola, namun perang kembali pecah pada 2013 dan pelan-pelan kondisi mulai stabil lagi.

Pada 2015, tepatnya setelah 10 tahun pergi dari negara tersebut, Zico dipanggil negara kelahirannya untuk membela tim nasional.

Diakui oleh Zico hal tersebut bukanlah keputusan yang mudah. "Bukan keputusan yang mudah untuk kembali ke Sudan Selatan setelah mengetahui apa yang terjadi di sana," kata Zico.

"Negara ini belum stabil dan berisiko. Saya berbicara dengan begitu banyak orang untuk kembali ke sini karena kami sebenarnya diminta kembali pada 2012.

"Sebelum perang saudara pecah. Ribuan orang dibiarkan mati dan ketika itu terjadi, kami terlalu takut untuk kembali," terangnya lebih lanjut.

Terlepas dari itu, talenta Zico sebagai pesepakbola andalan Sudan Selatan tak lepas dari peran Manchester United yang sempat membinanya selama kurang lebih tiga bulan, dimana Zico melakukan training intensif di akademi United 

Andai tak terganjal izin kerja, saat ini Zico mungkin sudah menjadi bagian dari The Reds Devil asuhan Ole Gunnar Solskjaer.

"Saya punya kesempatan mencoba keberuntungan di Manchester United. Saya pikir David Moyes adalah pelatihnya, itu sekitar akhir 2013," ucap Zico lagi.

"Dan saya bermain dalam pertandingan untuk Stockport di Manchester melawan Fleetwood Town. Saya dibina selama tiga bulan atau lebih oleh staf mereka yang baik."

"Sungguh luar biasa, saya dihargai sangat tinggi, itu satu hal positif yang akan selalu saya bawa. Sayangnya, saya tidak memperoleh izin kerja.

"Sementara, saya harus pergi dan menghabiskan waktu bersama tim U-21 pada 2013." ucapnya.

Saat ini pesepakbola berusia 26 tahun itu berposisi bek kiri itu bermain untuk klub Australia yakni Armadale FC.

(gigih imanadi darma/mag)

Baca Berita yang lain di Google News




  • 0% Suka
  • 0% Lucu
  • 0% Sedih
  • 0% Kaget

Opini

(500 Karakter Tersisa)

Artikel Pilihan


Daun Media Network