Kisah Red Bull Bragantino, "Banteng Merah" Cabang Brasil yang Sedang Berkibar

"Dua tahun lalu masih di kasta kedua. Musim ini, tampil di final kompetisi Amerika Latin."

Biografi | 20 November 2021, 21:00
Kisah Red Bull Bragantino, "Banteng Merah" Cabang Brasil yang Sedang Berkibar

Libero.id - Dalam kurun waktu 15 tahun terakhir perusahaan minuman energi, Red Bull, melakukan invasi yang sangat masif di olahraga. Jika dulu dikenal dengan olahraga ekstrim dan motorsport, sekarang sudah merambah sepakbola. Tidak tanggung-tanggung, mereka punya banyak klub di sejumlah negara.

Raksasa minuman asal Austria yang didirikan Dietrich Mateschitz itu pertama kali mengakuisisi klub sepakbola pada 2005. Klub itu adalah SV Austria Salzburg di Bundesliga Austria.

Ini klub yang berbeda dengan SSV Markranstadt sebagai cikal bakal RB Leipzig di Jerman. Austria adalah klub elite di negera asalnya. Mereka memiliki sejarah membanggakan. Mereka telah memenangkan tiga gelar Bundesliga Austria pada 1990-an dan pada 1993/1994 mencapai final Piala UEFA. 

Kasus Austria mirip dengan Clube Atletico Bragantino. Klub Brasil ini baru di akuisisi Red Bul pada 5 April 2019. Ini menjadi klub kedua Red Bull di Negeri Samba setelah Red Bull Brazil dibentuk pada 19 November 2007.

Tapi, Bragantino memiliki pencapaian yang jauh lebih baik dari kakaknya. Sejak 2020, Bragantino bermain Campeonato Brasileiro Serie A atau kompetisi kasta tertinggi. Sementara sang kakak belum beranjak dari Campeonato Paulista Serie A2 atau kompetisi kasta kedua di negera bagian Sao Paulo (setara kasta keenam).

Beda dengan kedatangan Red Bull di Jerman yang menuai penolakan, di Brasil berbeda. Kehadiran Red Bull dan Bragantino telah membuat sepakbola berkembang ke arah yang lebih baik. Ini adalah klub yang paling cepat progresivitasnya dalam hal manajemen dan persepakbolaan di Brasil. Hanya dalam waktu tidak sampai 3 tahun klub sudah berada di kasta tertinggi.

Tapi, seperti Red Bull di Jerman, "Toro Loko" (Banteng Merah) di Brasil juga mempunyai target menggusur dominasi klub-klub tradisional seperti Sao Paulo, Corinthians, Flamengo, Fluminense, Santos, Palmeiras, Gremio, Internacional, hingga Cruzeiro. 

Salah satu langkah mereka adalah menggabungkan dua Red Bull yang dimiliki. Mereka juga mengalihkan fokus dari markas asli Red Bull di Campinas (kandang Red Bull Brazil) ke markas baru di Braganca (kandang Red Bull Bragantino). Baik Campinas maupun Braganca sama-sama berada di Sao Paulo, negara bagian terpadat setelah Rio de Janeiro.

"Campinas besar, tapi tidak dapat menerima klub ketiga (setelah Ponte Preta dan Guarani), terutama klub yang diciptakan dari nol oleh perusahaan asing," kata Jurnalis peliput Brgantino dari Correio de Atibaia, Rodrigo Seixas.

Jadi, pada 2019, Red Bull memutuskan langkah itu. Rumah baru mereka harus berada di negara bagian Sao Paulo. Tapi, tidak di ibu kotanya yang homonim. Negara bagian adalah mesin ekonomi Brasil, menyumbang 31,8% dari PDB nasional pada 2019, dan memiliki jaringan transportasi dan infrastruktur terbaik. Tapi, ibukota Sao Paulo terlalu penuh karena ada Corinthians, Sao Paulo, dan Palmeiras. 

"Kebanyakan klub Brasil adalah asosiasi nirlaba. Mereka adalah klub olahraga dengan presiden yang dipilih. Tapi, Bragantino adalah perusahaan komersial yang sama sekali berbeda," tambah Seixas.

Bagi Kepala Operasi Sepakbola Red Bull Brasil, Thiago Scoro, dua Red Bull di Brasil adalah kombinasi yang sempurna. Red Bull Brasil sengaja dibiarkan eksis sebagai akademi dan tim satelit. Sementara Bragantino telah menjadi pusat operasi dengan tujuan prestasi dan bisnis.

Langkah itu mereka ambil karena Red Bull Brazil gagal menjadi tim yang diharapkan. Jadi, mereka membela Bragantino sebagai klub kedua. Awalnya, Bragantino tetap mempertahankan statusnya dengan nama maupun logo. Hanya sponsor Red Bull yang terpampang di jersey. 

Tapi, ketika Red Bull Brazil ternyata tidak bisa diharapkan, maka secara otomatis Bragantino berubah total. "Kami harus berinvestasi pada pemain, staf teknis, teknologi, dan peralatan untuk meningkatkan operasional kami di sepakbola," kata Scoro.

Efeknya langsung terasa. "Toro Loko" memimpin setelah pertandingan ketujuh Serie B 2019 dan tidak pernah melepaskannya. Setelah 38 pertandingan, mereka tetap di puncak untuk mendapatkan tiket promosi ke Serie A.

Pada musim perdana Bragantino di kasta tertinggi, hasilnya juga tidak mengecewakan. Mereka finish di posisi 10 dan berhak mendapatkan kesempatan tampil di fase grup Copa Sudamericana 2021. Itu adalah kompetisi sekelas Liga Europa di Eropa atau Piala AFC di Asia. 

Bagaimana dengan 2021? Hasilnya jauh lebih moncer. Di Serie A, Bragantino menempati posisi keempat klasemen sementara dari 34 pertandingan. Masih ada empat pertandingan lagi untuk mendapatkan tiket otomatis fase grup Copa Libertadores 2022. Sebab, untuk juara sudah tidak mungkin karena secara matematika hanya menyisakan Atletico Mineiro dan Flamengo. 

Untuk trofi, Bragantino bisah berharap pada Copa Sudamericana. Di ajang ini, mereka tergabung di Grup G bersama Emelec (Ekuador), Talleres (Argentina), dan Deportes Tolima (Kolombia). Hasilnya, memuncaki grup dan lolos ke fase knock-out.

Langkah "Toro Loko" berlanjut ke babak 16 besar dengan mengalahkan Independiente del Valle (Ekuador). Kemudian, berlanjut di perempat final dengan menyingkirkan Rosario Central (Argentina). Di semifinal, giliran Libertad (Paraguay) yang dipulangkan.

Pada pertandingan puncak Minggu (21/11/2021) pagi WIB, Bragantino sudah ditantang klub senegara Athletico Paranaense. Laga akan digelar satu kali di Estadio Centenario, Montevideo, Uruguay.

Pakar keuangan sepakbola Brasil, Rodrigo Capelo, pernah menulis di Globo Esporte pada 2021 tentang pujian terhadap Brgantino. "Di Brasil, mereka adalah satu-satunya klub yang mengadopsi praktik transparansi. Di era Bragantino, anda jarang melihat orang berjalan-jalan dengan mengenakan kaus. Di era Red Bull, anda akan melihat lima atau enam orang setiap hari dengan seragam klub," kata Capelo.

"Red Bull telah mempromosikan donor darah. Mereka telah mempromosikan program untuk merawat hutan di wilayah tersebut. Mereka mengadakan acara. Red Bull telah berhasil membawa tim lebih dekat ke penggemar," tambah Capelo.

Tentu saja langkah Red Bull di Brasil yang berhasil dipertanyakan mengapa berbeda hasilnya di Eropa. Di Jerman, Red Bull bahkan menjadi musuh bersama semua pendukung tradisional klub sepakbola karena dianggap merusak tradisi 50+1.

Padahal, di Brasil, klub sepakbola sebenarnya hampir mirip dengan Jerman. Meski tidak seesktrim sistem 50+1, sebagian besar klub Brasil adalah asosiasi nirlaba dengan anggota yang memilih presiden. Akibatnya, klub sudah seperti lembaga politik. Agar terpilih kembali, presiden klub sering menghambuskan uang untuk pencitraan dirinya dan bukan mengembangkan klub. Bahkan, terjerat utang.

Cruzeiro adalah contoh paling jelas dari banyak contoh "klub politik" di Brasil. Mereka pernah menjadi kekuatan dominan di sepakbola Brasil. Tapi, mereka pada 2022 akan menghabiskan musim ketiga berturut-turut di Serie B. Pada 2020, total utang mereka 897 juta real (Rp2,2 triliun).

"Red Bull menciptakan budaya baru (di sepakbola Brasil) dan menyelamatkan kredibilitas (sepakbola) Brasil," ucap Scoro.

Sukses terus berlanjut, berkat masukan uang tunai Red Bull dan operasi internasional yang sangat profesional. Seperti klub mana pun yang menjadi bagian dari grup yang lebih besar, Bragantino tiba-tiba memiliki akses ke statistik tingkat lanjut, metode taktis dan pelatihan, jaringan kepanduan, serta kontak tanpa akhir.

Mereka sudah mendatangkan lusinan pemain. Kebanyakan anak muda yang tidak mendapat kesempatan bermain di klub besar tradisional Brasil. Tapi, ada juga pemain dari Venezuela, Ekuador, Kolombia, Uruguay, dan Argentina. Para pemuda terpikat oleh fasilitas yang ditawarkan, janji waktu bermain dan gagasan bahwa mereka akan berada di etalase untuk tim Eropa.

"Ini adalah bagian dari strategi kami sebagai klub dan sebagai grup. Kami ingin Red Bull Bragantino menjadi pusat bakat untuk Amerika Selatan," kata Scoro.

Jadi, jika mereka bisa mengalahkan Athletico dan menjuarai Copa Sudamericana untuk pertama kalinya dalam sejarah, ini akan menjadi langkah awal bagi masa depan Bragantino. Bukan tidak mungkin musim-musim berikutnya mereka akan menjuarai Serie A, Copa Libertadores, hingga Piala Dunia Antarklub.

(atmaja wijaya/anda)

Baca Berita yang lain di Google News




  • 0% Suka
  • 0% Lucu
  • 0% Sedih
  • 0% Kaget

Opini

(500 Karakter Tersisa)

Artikel Pilihan


Daun Media Network