Siapa tidak kenal Sampdoria era Vialli, Mancini dan Pagliuca.
Sepak bola Italia kehilangan salah satu yang terbaik ketika Vujadin Boskov meninggal pada 27 April 2014. Boskov menghembuskan nafas terakhirnya, saat berada di negara asalnya Serbia, tiga minggu sebelum ulang tahun yang ke-83.
Nafas Boskov selesai, tapi dia berjalan ke alam baka sambil menenteng sepotong sejarah calcio (sepak bola dalam bahasa Italia). Banyak yang bertanya-tanya siapakah Boskov, dan mengapa dia sangat lanyak untuk dikenang, terutama oleh pecinta Serie A.
Serie A pada medio 80-90-an akhir merupakan kompetisi paling prestisius di daratan Eropa. Klub-klub Italia merajai sebagian besar kompetisi Eropa, bukan cuma jago kandang. Materi pemain bintang yang berlimpah menjadikan Serie A sangat disegani.
Karier Boskov dari Pemain Hingga Melatih
Boskov menghabiskan sebagian besar karier bermainnya dengan Vojvodina. Selama 14 tahun ia juga mewakili Yugoslavia dalam 57 kali laga dan capaian tertingginya yakni ikut membantu negara pecehan Uni Soviet itu meraih medali perak di Olimpiade Helsinki tahun 1952.
Boskov juga pernah dua musim di Young Boys, klub lokal Swiss, baik sebagai pemain lalu pelatih.
Dia pindah kembali ke Vojvodina sebagai direktur teknik dan pada tahun 1966, dan memenangkan gelar domestik Yugoslavia untuk pertama kalinya dalam sejarah. Kesuksesan selanjutnya ketika menukangi ADO Den Haag, dan mempersembahkan Piala Belanda 1974-75.
Bahkan Boskov pernah melatih Real Madrid. Boskov membawa Los Merengues merebut trofi La Liga dan Copa Del Rey musim 1979-80. Tetapi Boskov kalah pada Final Piala Eropa 1981 dari Liverpool.
Pada 1984 Boskov kembali ke Italia. Alih-alih melatih tim besar, Boskov justru memilih Ascoli, klub kasta kedua untuk membuktikan kualitasnya sebagai juru taktik. Dan Boskov, sekali lagi berhasil mempersembahkan gelar pada klub yang dia latih. Dan musim itu 1984-85 Ascoli menerima mahkota Serie B.
Bersama Sampdoria
Tak lama berselang, kabar kehebatan Boskov sampai di kota pelabuhan Genoa, dan Boskov akhirnya diboyong untuk meracik tim yang serba pas-pasan itu.
Dia dikenal karena sifat kebapakan. Dia juga jenius dan seorang dengan mental juara sejati. Dia memimpin Sampdoria dari 1986 hingga 1992, di tengah dominasi AC Milan dan Inter Milan dengan sederet pemain bintangnya.
Di tangan Boskov, Sampdoria mampu menerobos dominasi itu. Mereka berhasil meraih gelar scudetto pada musim 1990-91. Mereka juga mampu memenangka Piala Winners Eropa.
Waktu itu Sampdoria dihuni pemain-pemain menjanjikan, di antaranya kiper Gianluca Pagliuca, veteran Pietro Vierchowod dan Toninho Cerezo, ditambah Attilio Lombardo dan Gianluca Vialli dan Roberto Mancini.
“Tim itu bermain sepakbola tanpa rasa takut. Kami bermain bebas dan lepas,” kata Mancini kepada Gazzetta dello Sport. "Mungkin kita bukan tim yang paling berbakat, tetapi Boskov mengingatkan kita setiap hari bahwa kita bukan apa-apa tanpa kerja keras dan kekompakan."
Hal senada juga dibeberkan Pagliuca, "Selain menjadi pelatih hebat, dia adalah seorang psikolog hebat dan orang yang sangat cerdas."
Boskov juga pernah melatih Napoli dan AS Roma. Dialah yang memberi kesempatan pada Francesco Totti, ketika berusia 16 tahun untuk menjalani debutnya di Roma pada Maret 1993.
“Saya masih ingat hari debut saya bersamanya di... bagaimana saya bisa lupa? Terima kasih Tuan karena telah memberi saya kesempatan itu,” kata Totti.
Terakhir kali Boskov menjadi pelatih untuk timnas Yugoslavia pada gelaran Euro 2000 (sebelum pecah jadi Serbia). Namun dari semua klub dan negara yang ia latih, Boskov mengaku paling tertantang dan berkesan saat melatih Sampdoria.
“Dalam hidup saya, saya telah menang, tetapi Scudetto dengan Sampdoria adalah yang paling indah, paling manis. Karena saya memenangkannya di liga paling sulit dan paling seimbang di dunia dan karena itu adalah yang pertama untuk klub yang belum merayakannya dalam setengah abad keberadaannya. Ini seperti saat anak pertama Anda lahir. Sukacita itu lebih besar.”
Nafas Boskov selesai, tapi dia berjalan ke alam baka sambil menenteng sepotong sejarah calcio (sepak bola dalam bahasa Italia). Banyak yang bertanya-tanya siapakah Boskov, dan mengapa dia sangat lanyak untuk dikenang, terutama oleh pecinta Serie A.
BACA BERITA LAINNYA
Tendangan Bebas Mason Mount vs Wolves Fotokopi Waktu Dia Masih Bocah
Tendangan Bebas Mason Mount vs Wolves Fotokopi Waktu Dia Masih Bocah
Boskov juga pernah dua musim di Young Boys, klub lokal Swiss, baik sebagai pemain lalu pelatih.
Bahkan Boskov pernah melatih Real Madrid. Boskov membawa Los Merengues merebut trofi La Liga dan Copa Del Rey musim 1979-80. Tetapi Boskov kalah pada Final Piala Eropa 1981 dari Liverpool.
Bersama Sampdoria
Tak lama berselang, kabar kehebatan Boskov sampai di kota pelabuhan Genoa, dan Boskov akhirnya diboyong untuk meracik tim yang serba pas-pasan itu.
Di tangan Boskov, Sampdoria mampu menerobos dominasi itu. Mereka berhasil meraih gelar scudetto pada musim 1990-91. Mereka juga mampu memenangka Piala Winners Eropa.
Waktu itu Sampdoria dihuni pemain-pemain menjanjikan, di antaranya kiper Gianluca Pagliuca, veteran Pietro Vierchowod dan Toninho Cerezo, ditambah Attilio Lombardo dan Gianluca Vialli dan Roberto Mancini.
“Tim itu bermain sepakbola tanpa rasa takut. Kami bermain bebas dan lepas,” kata Mancini kepada Gazzetta dello Sport. "Mungkin kita bukan tim yang paling berbakat, tetapi Boskov mengingatkan kita setiap hari bahwa kita bukan apa-apa tanpa kerja keras dan kekompakan."
Hal senada juga dibeberkan Pagliuca, "Selain menjadi pelatih hebat, dia adalah seorang psikolog hebat dan orang yang sangat cerdas."
Boskov juga pernah melatih Napoli dan AS Roma. Dialah yang memberi kesempatan pada Francesco Totti, ketika berusia 16 tahun untuk menjalani debutnya di Roma pada Maret 1993.
“Saya masih ingat hari debut saya bersamanya di... bagaimana saya bisa lupa? Terima kasih Tuan karena telah memberi saya kesempatan itu,” kata Totti.
Terakhir kali Boskov menjadi pelatih untuk timnas Yugoslavia pada gelaran Euro 2000 (sebelum pecah jadi Serbia). Namun dari semua klub dan negara yang ia latih, Boskov mengaku paling tertantang dan berkesan saat melatih Sampdoria.
“Dalam hidup saya, saya telah menang, tetapi Scudetto dengan Sampdoria adalah yang paling indah, paling manis. Karena saya memenangkannya di liga paling sulit dan paling seimbang di dunia dan karena itu adalah yang pertama untuk klub yang belum merayakannya dalam setengah abad keberadaannya. Ini seperti saat anak pertama Anda lahir. Sukacita itu lebih besar.”