Mengawali karier dari kiper. Suka memukul orang!
Eric Cantona adalah legenda Manchester United yang kontroversial. The King pernah menghadapi pengadilan Inggris dan dihukum kerja sosial akibat melancarkan tendangan kungfu ke pendukung Crystal Palace.
Namun, tahukah anda bahwa tingkah gila Cantona sudah terjadi sejak memulai karier di Prancis. Lahir di Marseille pada 24 May 1966 dari pasangan Albert Cantona dan Eleonore Raurich. Sejak kanak-kanak Cantona sudah mendapatkan ilmu dan teknik sepakbola dari sang ayah, yang sempat menjadi kiper di klub lokal di kampung halamannya.
Sebagai orang Marseille, Cantona dan keluarga menjadi suporter Olympique Marseille. Sejak usia 6 tahun, Cantona sering diajak sang ayah dan saudara-saudaranya mengunjungi Stade Velodrome di hari pertandingan. Mereka duduk di kursi paling depan.
Sayang, harapan Cantona untuk bisa bergabung dengan Akademi Marseille tidak terwujud. Dia justru bergabung dengan klub lokal SO Les Caillols sebagai penjaga gawang. Masalahnya, Caillolais adalah klub kecil yang selalu menjadi lumbung gol lawan.
Cantona lalu meminta berganti posisi menjadi pemain depan. Keinginannya dikabulkan. Caillols lalu mengikuti sebuah turnamen junior di Cannes dan juara. Cantona tampil cemerlang untuk menjadi pemain terbaik. Akibatnya, dia menerima undangan trial di Auxerre di bawah arahan pelatih legendari Prancis, Guy Roux.
Setelah 2 tahun di tim junior, Cantona akhirnya mendapatkan kesempatan bermain di skuad utama. Sempat dipinjamkan ke klub lain, Cantona akhirnya menjadi pemain utama Auxerre. Namun, seiring penampilan yang stabil, masalah lain muncul. Dia memiliki temperamental yang membuat pelatih dan rekan-rekannya geleng-geleng kepala.
Pada 1987, Cantona mendapatkan hukuman pertamanya dari manajemen Auxerre akibat memukul Bruno Martini hingga matanya memar. Bebas dari hukuman, Cantona kembali berulah. Pada 1988, di dihukum 3 bulan setelah melakukan tekel brutal kepada pemain FC Nantes, Michel der Zakarian. Saat itu Cantona melompat dan menginjak tubuh Der Zakarian dengan kedua kakinya.
Bosan dengan ulah kurang terpuji di Auxerre, manajemen membiarkan Cantona hijrah ke Marseille. Di klub kesayangan waktu kecil ternyata tidak membuat sifat Cantona berubah. Cantona menghina pelatih tim nasional Prancis, Henri Michel, dalam sebuah wawancara di televisi. "Dia seperti sekantong kotoran," ucap pria berpostur 187 cm tersebut pada saat itu, dilansir The Guardian.
Akibat komentar yang kurang pantas itu, Cantona mendapatkan hukuman larangan membela Les Bleus. Namun, sanksi itu akhirnya dicabut setelah Michel Platini menggantikan Michel sebagai pelatih.
Lepas dari hukuman timnas, Cantona kembali berulah. Pada 1989 dalam sebuah pertandingan persahabatan demi kepentingan amal dengan Torpedo Moscow, Cantona diganti. Dia marah dan melempar pelatih Marseille ketika itu, Gerard Gili, dengan jersey yang dikenakan. Cantona juga tidak lupa melempar wasit dengan baju gantinya.
Kesal dengan insiden tersebut, bos besar Marseille pada masa itu, Bernard Tapie, memutuskan menjual Cantona ke Montpellier. Di Stade de la Mosson, dia kembali berulah. Pemain yang identik dengan nomor punggung 7 di MU tersebut melempar sepatu ke kepala rekan setimnya, Jean-Claude, saat kalah dari Lille. Cantona pun dihukum dua laga oleh Montpellier.
Dari Montpellier, Cantona dibuang ke Nimes pada 1991. Lagi-lagi, sikap kurang terpuji ditunjukkan Cantona. Dalam sebuah laga, dia melempar bola ke wasit setelah tidak puas dengan keputusan yang dibuat. Saat disidang Komdis FFF, Cantona kembali berulah. Dia menyebut anggota Komdis "idiot". Akibatnya, larangan 2 bulan pertandingan dijatuhkan.
Putus asa dengan kondisi kariernya, Cantona akhirnya mengambil sikap pensiun dini pada 16 Desember 1991. Namun, Platini selaku pelatih timnas sekaligus penggemar berat Cantona berhasil merevisi keputusan itu. Atas saran Gerard Houllier, Cantona pindah ke Inggris untuk memulai hidup yang baru.
"Dia (Platini) menasehati saya untuk tidak menandatangani kontrak dengan Marseille. Dia juga merekomendasikan saya pergi ke Inggris," ucap Cantona ketika itu, dilansir The Observer.
Dan, seperti yang sudah diketahui bersama, Cantona menjadi bintang di Inggris. Meski sempat melakukan sejumlah aksi tidak terpuji saat berseragam MU maupun Leeds United, Cantona sempat dinobatkan sebagai Pemain Terbaik versi Professional Footballers' Association. Dia juga memiliki 5 trofi kompetisi elite Inggris bersama Leeds dan MU sebelum akhirnya beralih profesi menjadi aktor.
BACA BIOGRAFI LAINNYA
Kisah Howard Wilkinson, Pelatih Inggris Terakhir yang Juara Liga Premier Inggris
Kisah Howard Wilkinson, Pelatih Inggris Terakhir yang Juara Liga Premier Inggris
Setelah 2 tahun di tim junior, Cantona akhirnya mendapatkan kesempatan bermain di skuad utama. Sempat dipinjamkan ke klub lain, Cantona akhirnya menjadi pemain utama Auxerre. Namun, seiring penampilan yang stabil, masalah lain muncul. Dia memiliki temperamental yang membuat pelatih dan rekan-rekannya geleng-geleng kepala.
BACA BERITA LAINNYA
Gelandang Ini Dansa Saat 1 dari 2 Positif Corona di Atletico Adalah Pemain
Gelandang Ini Dansa Saat 1 dari 2 Positif Corona di Atletico Adalah Pemain
Akibat komentar yang kurang pantas itu, Cantona mendapatkan hukuman larangan membela Les Bleus. Namun, sanksi itu akhirnya dicabut setelah Michel Platini menggantikan Michel sebagai pelatih.
Kesal dengan insiden tersebut, bos besar Marseille pada masa itu, Bernard Tapie, memutuskan menjual Cantona ke Montpellier. Di Stade de la Mosson, dia kembali berulah. Pemain yang identik dengan nomor punggung 7 di MU tersebut melempar sepatu ke kepala rekan setimnya, Jean-Claude, saat kalah dari Lille. Cantona pun dihukum dua laga oleh Montpellier.
Dari Montpellier, Cantona dibuang ke Nimes pada 1991. Lagi-lagi, sikap kurang terpuji ditunjukkan Cantona. Dalam sebuah laga, dia melempar bola ke wasit setelah tidak puas dengan keputusan yang dibuat. Saat disidang Komdis FFF, Cantona kembali berulah. Dia menyebut anggota Komdis "idiot". Akibatnya, larangan 2 bulan pertandingan dijatuhkan.
Putus asa dengan kondisi kariernya, Cantona akhirnya mengambil sikap pensiun dini pada 16 Desember 1991. Namun, Platini selaku pelatih timnas sekaligus penggemar berat Cantona berhasil merevisi keputusan itu. Atas saran Gerard Houllier, Cantona pindah ke Inggris untuk memulai hidup yang baru.
"Dia (Platini) menasehati saya untuk tidak menandatangani kontrak dengan Marseille. Dia juga merekomendasikan saya pergi ke Inggris," ucap Cantona ketika itu, dilansir The Observer.
Dan, seperti yang sudah diketahui bersama, Cantona menjadi bintang di Inggris. Meski sempat melakukan sejumlah aksi tidak terpuji saat berseragam MU maupun Leeds United, Cantona sempat dinobatkan sebagai Pemain Terbaik versi Professional Footballers' Association. Dia juga memiliki 5 trofi kompetisi elite Inggris bersama Leeds dan MU sebelum akhirnya beralih profesi menjadi aktor.