Harta mereka puluhan hingga ratusan miliar rupiah. Tapi masih mau jadi wasit.
Menjadi wasit di sepak bola Eropa memiliki kebanggaan luar biasa. Wasit bisa menjadi profesi yang menghasilkan pemasukan besar layaknya pemain sepakbola. Sang pengadil lapangan bisa lebih kaya jika memiliki pekerjaan lain yang menjanjikan penghasilan besar.
Sejarah sepakbola Benua Biru menunjukkan, terdapat sejumlah anggota korps jersey hitam yang memiliki kekayaan luar biasa dari luar lapangan. Contohnya, Bjorn Kuipers.
Sosok terkenal asal Belanda kelahiran Oldenzaal, 28 Maret 1973, itu layak dinobatkan sebagai wasit paling tajir di dunia. Pertama, bayaran yang tinggi ketika memimpin pertandingan-pertandingan Liga Champions, tim nasional, maupun Eredivisie. Kedua, status Kuipers sebagai pemilik sejumlah supermarket terkenal di Negeri Kincir Angin.
Kuipers memiliki jaringan supermarket yang berpusat di Oldenzaal. Toko serba ada itu berlabel "Jumbo Kuipers". Berkat supermarket tersebut, Kuipers memiliki kekayaan USD 13,5 juta pada 2018 (Sekitar Rp 200 miliar). Setiap tahunnya, Jumpo Kuipers menghasilkan pemasukan USD 2,2 juta-USD3,3 juta.
Diawali dengan kesuksesan di Oldenzaal, Kuipers meluaskan jangkauan Jumbo Kuipers. Pada 2019, dia memberanikan diri membuka cabang di beberapa kota besar di Belanda. Bahkan, Jumbo Kuipers berencana membuka cabang di negeri-negeri tetangga seperti Belgia, Luksemburg, Jerman, dan Prancis.
Hebatnya, kesuksesan Kuipers di bisnis retail juga merambah ke sepak bola. Sebagai wasit bintang 5, Kuipers termasuk kesayangaan UEFA dan FIFA. Dia memimpin banyak pertandingan besar di Piala Dunia 2014 serta 2018. Kuipers juga memimpin Piala Super Eropa 2011, final Liga Eropa 2012/2013 dan 2017/2018, final Liga Champions 2013/2014, final Piala Konfederasi 2013, hingga final Piala Dunia U-20 2017.
"Bjorn Kuipers wasit yang sangat bagus. Dia tidak pernah mengecewakan kami. Standarnya selalu tinggi. Banyak wasit muda di Belanda yang belajar memimpin pertandingan dari melihat rekaman Kuipers," ujar Koordinator wasit di Asosiasi Sepak bola Belanda, Dick van Egmond, dilansir Goal International.
Seperti Kuipers, Jonas Eriksson juga wasit yang tajir. Serupa dengan Kuipers, pria asal Swedia tersebut merupakan pengusaha yang cukup sukses dan disegani. Pada 1993, Eriksson mendirikan IEC, yaitu sebuah perusahaan dunia hiburan dan olahraga. IEC membeli hak siar sejumlah event olahraga untuk dijual lagi kepada stasiun televisi di Swedia maupun Skandinavia.
Berkat kesuksesan IEC menguasai pasar di negaranya, kehidupan Eriksson lebih dari cukup. Eriksson semakin kaya setelah pada 2007 menjual 15% saham IEC kepada Arnaud Lagardere. Dari penjualan tersebut, dia mendapatkan dana segar mencapai USD11 juta.
"Sebagai wasit saya tetap berusaha menjalankan tugas sebaik-baiknya dan seadil-adilnya sesuai peraturan yang berlaku. Saya mempunyai hidup yang fantastis sebagai pengusaha. Namun, sepakbola benar-benar membuat saya jauh lebih bahagia," Eriksson dalam sebuah kesempatan, di situs resmi UEFA.
Memulai karier sebagai pengadil lapangan pada 1994, Eriksson memutuskan pensiun pada 2018 dengan lebih dari 100 pertandingan internasional. Dia adalah wasit Piala Super Eropa 2013, ofisial keempat final Liga Champions 2014/2015, serta final Liga Eropa 2015/2016. Eriksson juga memimpin Piala Dunia 2014.
Reputasi Eriksson di sepak bola Eropa sangat harum seperti Kuipers. Keduanya dianggap titisan wasit legendaris era 1990-an, Pierluigi Collina. Sama seperti Eriksson dan Kuipers, Collina juga layak masuk katergori wasit tajir.
Bedanya, pengadil asal Italia tersebut mendedikasikan hidupnya 100% untuk sepakbola. Sempat bekerja sebagai konsultan, Collina memutuskan fokus sebagai wasit. Keputusan itu tepat karena Collina dikenal banyak orang sebagai pengadil lapangan terbaik dunia pada dekade 1990-an hingga 2000-an.
Popularitas yang tinggi menjadikan Collina lumbung uang. Wasit yang dikenal dengan kepala plontos itu menjadi brand ambassador dari banyak produk komersial ternama. Sebut saja Adidas, Master Card, Opel, PES, hingga Coca-cola. Ketika itu, dia dikontrak jutaan euro.
Pada masa kejayaan, pria yang kini bergabung di Komisi Wasit FIFA tersebut berkeliling dunia untuk menjadi bintang tamu di banyak acara sepakbola maupun amal. Collina bisa mendapatkan bayaran hingga USD 230 ribu pertahun. Dia memiliki kekayaan mencapai USD 4,4 juta (Rp 65 miliar).
Sebagai petinggi FIFA di Komite Wasit, Collina saat ini punya tugas lebih berat, khususnya terkait video assistant referee alias VAR. "Tugas kami saat ini adalah menyakinkan banyak orang agar VAR menjadi alat bantu yang konsisten," ucap Collina, beberapa hari lalu, di situs resmi FIFA.
Sejarah sepakbola Benua Biru menunjukkan, terdapat sejumlah anggota korps jersey hitam yang memiliki kekayaan luar biasa dari luar lapangan. Contohnya, Bjorn Kuipers.
BACA FEATURE LAINNYA
3 Pemain Naturalisasi Asal Belanda yang Tampil Memalukan di Timnas Indonesia
3 Pemain Naturalisasi Asal Belanda yang Tampil Memalukan di Timnas Indonesia
"Bjorn Kuipers wasit yang sangat bagus. Dia tidak pernah mengecewakan kami. Standarnya selalu tinggi. Banyak wasit muda di Belanda yang belajar memimpin pertandingan dari melihat rekaman Kuipers," ujar Koordinator wasit di Asosiasi Sepak bola Belanda, Dick van Egmond, dilansir Goal International.
BACA FEATURE LAINNYA
25 Pemain Tersubur dalam Satu Musim 40 Tahun Terakhir
25 Pemain Tersubur dalam Satu Musim 40 Tahun Terakhir
Berkat kesuksesan IEC menguasai pasar di negaranya, kehidupan Eriksson lebih dari cukup. Eriksson semakin kaya setelah pada 2007 menjual 15% saham IEC kepada Arnaud Lagardere. Dari penjualan tersebut, dia mendapatkan dana segar mencapai USD11 juta.
Memulai karier sebagai pengadil lapangan pada 1994, Eriksson memutuskan pensiun pada 2018 dengan lebih dari 100 pertandingan internasional. Dia adalah wasit Piala Super Eropa 2013, ofisial keempat final Liga Champions 2014/2015, serta final Liga Eropa 2015/2016. Eriksson juga memimpin Piala Dunia 2014.
Bedanya, pengadil asal Italia tersebut mendedikasikan hidupnya 100% untuk sepakbola. Sempat bekerja sebagai konsultan, Collina memutuskan fokus sebagai wasit. Keputusan itu tepat karena Collina dikenal banyak orang sebagai pengadil lapangan terbaik dunia pada dekade 1990-an hingga 2000-an.
Popularitas yang tinggi menjadikan Collina lumbung uang. Wasit yang dikenal dengan kepala plontos itu menjadi brand ambassador dari banyak produk komersial ternama. Sebut saja Adidas, Master Card, Opel, PES, hingga Coca-cola. Ketika itu, dia dikontrak jutaan euro.
Pada masa kejayaan, pria yang kini bergabung di Komisi Wasit FIFA tersebut berkeliling dunia untuk menjadi bintang tamu di banyak acara sepakbola maupun amal. Collina bisa mendapatkan bayaran hingga USD 230 ribu pertahun. Dia memiliki kekayaan mencapai USD 4,4 juta (Rp 65 miliar).
Sebagai petinggi FIFA di Komite Wasit, Collina saat ini punya tugas lebih berat, khususnya terkait video assistant referee alias VAR. "Tugas kami saat ini adalah menyakinkan banyak orang agar VAR menjadi alat bantu yang konsisten," ucap Collina, beberapa hari lalu, di situs resmi FIFA.