Masalahnya pacar Alphonso Davies ini terikat erat dengan PSG, klub calon lawan Bayern di final.
Final Liga Champions musim ini bisa menyulitkan hidup Alphonso Davies di masa depan. Pasalnya, sang kekasih, Jordyn Huitema, merupakan pesepakbola wanita yang tercatat sebagai striker Paris Saint-Germain Feminine.
Sama-sama berpaspor Kanada, Davies dan Jordyn sudah menjadi kekasih selama lebih 3 tahun. Pasangan itu bertemu saat sama-sama menimba ilmu di tim junior Vancouver Whitecaps. Mereka seangkatan di akademi klub peserta MLS tersebut, meski Davies lahir pada 2 November 2000 dan Jordyn pada 8 Mei 2001.
Terpisah negara dan sama-sama fokus mengejar karier ternyata tidak membuat hubungan mereka renggang. Baik Davies maupun Jordyn terlihat sangat sering memasang foto-foto bersama disertai sejumlah caption romantis. "Tiga tahun bersama orang yang saya cintai. Saya mencintaimu," tulis Jordyn di @jordynmuitema pada 21 April 2020.
Uniknya, ketika Davies akan membantu Bayern memenangi final Liga Champions melawan PSG; Jordyn juga bisa membawa PSG Feminine menjuarai Liga Champions Wanita. Pasalnya, PSG Feminine akan melawan Arsenal Ladies pada perempat final di Estadio Anoeta, San Sebastian, Minggu (23/8/2020) dini hari WIB. Laga itu berlangsung satu hari sebelum final Liga Champions di Lisbon.
Jika Jordyn mampu membawa PSG Feminine mengalahkan Arsenal Ladies, maka lawan yang akan dihadapi di semifinal adalah Bayern Muenchen Women. Artinya, bukan tidak mungkin Davies dan Jordyn akan menjadi pasangan yang sama-sama memenangkan kompetisi sepakbola antarklub paling prestisius di Eropa itu.
"Ini (tampil di final Liga Champions) merupakan impian yang menjadi kenyataan. Ini terasa sangat menyenangkan. Semua orang bahagia dan bermain bagus. Kami senang bahwa kami sudah bisa melaju ke final. Kami sangat antusias. Kami lapar memenangi trofi ini," ujar Davies di situs resmi UEFA.
Sepanjang kompetisi ini dilalui, Davies tampil sangat bagus. Dia menjadi salah satu pemain utama Hans Dieter Flick di sisi kiri. Sejauh ini Davies mendapatkan kesempatan bermain 7 kali dari 10 laga FC Hollywood. Dia sanggup memberi kontribusi 4 assist untuk Bayern.
"Bermain di Liga Champions, menembus final, dan juara adalah keinginan semua pesepakbola di Eropa. Tentu saja saya ingin menjadi bagian dari sejarah itu," tambah pemilik 17 caps bersama tim nasional Kanada itu.
Untuk menjadi seperti sekarang, Davies melalui perjuangan dan perjalanan yang sangat panjang. Pemilik nama lengkap Alphonso Boyle Davies itu dan keluarganya merupakan korban konflik bersenjata di Liberia. Keluarga Davies terpaksa menjadi pengungsi di Buduburam, yaitu sebuah wilayah di Ghana yang berjarak 44 km dari Accra yang sengaja didirikan sebagai tempat penampungan bagi para korban perang sipil di Liberia dan Sierra Leone.
Buduburam bukan kota yang dilengkapi fasilitas terbaik. Ini hanya tempat pengungsian yang kumuh yang disesaki ribuan orang. Di tempat itulah Davies lahir pada 2 November 2000 dari pasangan Debeah dan Victoria Davies.
Beberapa tahun setelah mendapatkan kewarganegaraan Kanada, ibu Davies sempat berkisah bahwa perjuangan hidup mereka di Liberia penuh ketakutan dan ancaman kematian setiap harinya. "Kami harus melewati tubuh-tubuh yang mati hanya untuk mendapatkan makanan," kata Victoria, dilansir Sky Sports.
Demi mengubah nasib dan menyediakan masa depan untuk seluruh keluarga, ayah Davies memutuskan kabur dari Liberia menuju kamp pengungsian di Ghana. "Kehidupan di sana (Liberia) sangat keras dan berbahaya. Sulit hidup di tempat itu karena terkadang satu-satunya jalan untuk selamat adalah membawa senjata. Padahal, kami tidak mau dan tidak berniat menggunakannya," ungkap Debeah.
Setelah meninggalkan Liberia, bukan berarti masalah selesai. Orang tua Davies harus berjalan ratusan kilometer menyusuri pantai barat Benua Hitam hingga akhirnya tiba di Buduburam. Di sinilah kemudian Davies lahir.
Saat Davies berusia lima tahun, keluarga itu memutuskan meninggalkan Buduburam dan hijrah ke Kanada. Mereka akhirnya menetap di Edmonton. Di sanalah awal dari perjalanan karier profesional sang putra bungsu. Sepakbola menjadi bagian penting dalam kehidupan Davies kecil. Dia diterima bermain di Vancouver Whitecaps.
Menghabiskan waktu beberapa tahun di tim junior, Davies naik ke tim utama. Setelah dua tahun, Bayern membawa Davies ke Jerman dengan nilai transfer 17 juta pounds. Saat itu, dia baru berusia 17 tahun. Nilai tersebut merupakan yang terbesar untuk pemain dari Kanada dan MLS.
BACA BERITA LAINNYA
Lukaku Cetak Gol Simpel Cantik, Tapi ke Gawangnya Sendiri
Lukaku Cetak Gol Simpel Cantik, Tapi ke Gawangnya Sendiri
Uniknya, ketika Davies akan membantu Bayern memenangi final Liga Champions melawan PSG; Jordyn juga bisa membawa PSG Feminine menjuarai Liga Champions Wanita. Pasalnya, PSG Feminine akan melawan Arsenal Ladies pada perempat final di Estadio Anoeta, San Sebastian, Minggu (23/8/2020) dini hari WIB. Laga itu berlangsung satu hari sebelum final Liga Champions di Lisbon.
BACA FEATURE LAINNYA
Ini Nilai Klausul Pelepasan Setiap Pemain Barcelona, Messi Bukan yang Tertinggi
Ini Nilai Klausul Pelepasan Setiap Pemain Barcelona, Messi Bukan yang Tertinggi
"Ini (tampil di final Liga Champions) merupakan impian yang menjadi kenyataan. Ini terasa sangat menyenangkan. Semua orang bahagia dan bermain bagus. Kami senang bahwa kami sudah bisa melaju ke final. Kami sangat antusias. Kami lapar memenangi trofi ini," ujar Davies di situs resmi UEFA.
"Bermain di Liga Champions, menembus final, dan juara adalah keinginan semua pesepakbola di Eropa. Tentu saja saya ingin menjadi bagian dari sejarah itu," tambah pemilik 17 caps bersama tim nasional Kanada itu.
Buduburam bukan kota yang dilengkapi fasilitas terbaik. Ini hanya tempat pengungsian yang kumuh yang disesaki ribuan orang. Di tempat itulah Davies lahir pada 2 November 2000 dari pasangan Debeah dan Victoria Davies.
Beberapa tahun setelah mendapatkan kewarganegaraan Kanada, ibu Davies sempat berkisah bahwa perjuangan hidup mereka di Liberia penuh ketakutan dan ancaman kematian setiap harinya. "Kami harus melewati tubuh-tubuh yang mati hanya untuk mendapatkan makanan," kata Victoria, dilansir Sky Sports.
Demi mengubah nasib dan menyediakan masa depan untuk seluruh keluarga, ayah Davies memutuskan kabur dari Liberia menuju kamp pengungsian di Ghana. "Kehidupan di sana (Liberia) sangat keras dan berbahaya. Sulit hidup di tempat itu karena terkadang satu-satunya jalan untuk selamat adalah membawa senjata. Padahal, kami tidak mau dan tidak berniat menggunakannya," ungkap Debeah.
Setelah meninggalkan Liberia, bukan berarti masalah selesai. Orang tua Davies harus berjalan ratusan kilometer menyusuri pantai barat Benua Hitam hingga akhirnya tiba di Buduburam. Di sinilah kemudian Davies lahir.
Saat Davies berusia lima tahun, keluarga itu memutuskan meninggalkan Buduburam dan hijrah ke Kanada. Mereka akhirnya menetap di Edmonton. Di sanalah awal dari perjalanan karier profesional sang putra bungsu. Sepakbola menjadi bagian penting dalam kehidupan Davies kecil. Dia diterima bermain di Vancouver Whitecaps.
Menghabiskan waktu beberapa tahun di tim junior, Davies naik ke tim utama. Setelah dua tahun, Bayern membawa Davies ke Jerman dengan nilai transfer 17 juta pounds. Saat itu, dia baru berusia 17 tahun. Nilai tersebut merupakan yang terbesar untuk pemain dari Kanada dan MLS.