Ketika gerakan protes Belarus memunculkan simpati di stadion sepakbola di Rusia
Demonstrasi besar di Belarus menuntut reformasi politik, khususnya pengunduran diri Presiden Alexander Lukashenko, sudah merembet ke sepakbola. Teriakan Zyvie Bielarus! (Hidup Belarus!), yang menjadi slogan oposisi muncul di sejumlah stadion di Belarus dan Rusia.

Gelombang protes terbesar dalam sejarah Belarus itu dimulai 24 Mei 2020 dan berkembang menjadi salah satu tampilan paling signifikan dari perlawanan rakyat Eropa Timur sejak jatuhnya Uni Soviet. Meski Lukashenko memenangkan Pemilihan Umum melawan kandidat oposisi, Svetlana Tikhanovskaya, para demonstran menyebutnya sebagai kecurangan dan penuh manipulasi.

Demonstrasi semakin memuncak ketika hasil Pemilu dipaksakan untuk memenangkan sang incumbent dengan 80,1% suara. Akibatnya, ribuan orang turun ke jalan. Tidak hanya di ibu kota, Minsk, melainkan juga kota-kota lainnya di segala penjuru negeri. Mereka menentang presiden yang dijuluki "Diktator terakhir di Eropa" itu.

Aksi protes direspons pemerintah dengan sangat keras. Polisi dan militer dikerahkan untuk bertarung melawan demonstran di jalanan. Peluru karet, peluru tajam, gas air mata, hingga pukulan membabi buta dialamatkan kepada para pengunjuk rasa damai. Ribuan orang luka-luka dan dan ratusan lainnya ditahan.

Foto-foto dan rekaman video yang tersebar di media sosial langsung viral. Lebih banyak rakyat yang turun ke jalan karena bersimpati dengan demonstran. Solidaritas juga mengalir dari stadion. Pada 6 Agustus 2020 atau dua hari sebelum hasil Pemilu diumumkan, suporter meneriakan "Zyvie Bielarus!" sepanjang pertandingan Shakhtyor Soligorsk kontra Dynamo Brest.

Tindakan berani tersebut terhitung sebagai hal yang jarang terjadi di sepakbola Belarus. Pasalnya, di bawah pemerintahan Presiden Lukashenko, membahas politik secara terbuka haram hukumnya.

Dampak dari aksi suporter Soligorsk dan Brest telah membuat Pemerintah Belarus dan Asosiasi Sepakbola Belarus (FFB) berang. Hari berikutnya, mereka memaksa menghentikan penjualan tiket pertandingan Dynamo Minsk melawan Smolevichi. Langkah itu disusul penundaan semua pertandingan liga kasta tertinggi.

Larangan itu ternyata tidak bisa memadamkan perlawanan dari lapangan hijau. Aksi suporter Belarus justru mendapatkan dukungan sang tetangga, Rusia. Pada 15 Agustus 2020, dalam pertandingan Liga Rusia antara CSKA Moskow dengan FC Tambov di VEB Arena, Moscow, aksi tidak terduga muncul. Ketika pemain muda Belarus yang membela CSKA, Ilya Shkurin, mencetak gol pada menit 55, fans merespons dengan dengan teriakan "Zyvie Bielarus!" berulang-ulang.



Satu hari setelah pertandingan itu, Shkurin secara resmi mengumumkan tidak akan bersedia membela timnas Belarus selama Presiden Lukashenko masih berkuasa. "Pemain CSKA asal Belarus Ilya Shkurin menolak membela tim nasional selama rezim Lukashenko masih berada di sana," tulis salah satu kelompok suporter CSKA di akun Twitter miliknya, @WeAreCSKA1911.

Dukungan kepada Shkurin dan demonstran Belarus juga datang dari Pelatih CSKA, Viktor Goncharenko. Pria berkebangsaan Belarus tersebut mengritik pemerintah di negara asalnya atas kekerasan polisi terhadap pengunjuk rasa damai.

"Saya pikir itu tidak dapat diterima. Saya sangat menentang pemukulan terhadap orang-orang di negara kami yang damai dan luar biasa. Polisi sipil, Polisi antihuru hara, dan tentara harus melindungi orang-orang, bukan memukuli mereka," kata pelatih yang membawa BATE Borisov menjuarai Liga Belarus 2008, 2009, 2010, 2011, dan 2012 itu, dilansir Reuters.

Namun, Rusia memang bukan tempat yang nyaman buat orang-orang yang mendukung gerakan demonstrasi. Beberapa  fans CSKA yang bernyanyi mendukung demonstrasi Belarus langsung ditahan. Mereka dilarang menghadiri pertandingan sepakbola di Rusia selama 18 bulan.

Langkah itu paradoks karena pada saat bersamaan, lagu berjudul "Peremen" (Perubahan) yang diidentikkan dengan gerakan mendobrak tirai besi Uni Soviet dimainkan di laga CSKA versus Tambov. Oleh CSKA lagu tersebut kemudian didedikasikan untuk gerakan demonstrasi di Belarus.

"Lagu ini adalah simbol untuk Belarus. Itulah yang diminta orang-orang Belarus sekarang. Sangat tidak disangka mendengar lagu ini dimainkan di stadion. Itu tidak dimainkan oleh fans secara independen, melainkan klub!" ungkap Robert Ustian, Ketua kelompok suporter CSKA Fans Against Racism.

"Ketika klub besar seperti CSKA memainkan lagu ini, pelatih mengatakan hal-hal yang sama, seorang bintang muda mengatakan apa yang dia katakan, dan fans bernyanyi, sulit untuk mengatakan bahwa tidak ada orang yang mencoba mengirim pesan dukungan (kepada rakyat Belarus),"  tambah Ustian.

Hanya saja, Ustian tidak tahu apakah CSKA akan menjadi pusat demonstrasi Belarus di Rusia atau tidak. Sebab, dia sadar bahwa Negeri Beruang Merah juga menghadapi situasi yang sama dengan Belarus lantaran dipimpin presiden yang sudah berkuasa sangat lama dengan cara-cara antidemokrasi.

"Di Rusia, kami terbiasa dengan polisi yang memperlakukan fans seperti binatang. Tapi, apa yang kami lihat dan dengar dari orang-orang di Belarus adalah tingkat baru kebrutalan dan kekejaman. Di Rusia, rezim telah mempelajari peran penggemar sepakbola dalam perubahan politik dari apa yang terjadi dengan Dynamo Kiev di (revolusi) Ukraina. Kremlin tahu bagaimana mengirimkan pesan kepada para penggemar di sini. Saya tidak bisa melihat hal-hal di luar kendali," pungkas Ustin.