Dia membawa timnas ke semifinal Asian Games dan emas SEA Games.
Jika Toni Pogacnik dan Anatoli Polosin layak menyandang status pelatih asing terbaik yang pernah bekerja di Indonesia, bagaimana dengan sosok lokal? Jawabannya ada pada Bertje Matulapelwa.
Semasa bekerja untuk PSSI pada 1954-1963, Pogacnik membawa Indonesia mencapai level yang layak dibanggakan. Sebut saja peringkat 4 Asian Games 1954, perempat final Olimpiade 1956, medali perunggu Asian Games 1958, serta beberapa piala pada sejumlah turnamen tidak resmi di Malaysia dan Vietnam.
Hal yang tidak berbeda jauh dikerjakan Polosin ketika menjadi nakhoda tim Garuda pada 1987-1991. Pria asal Uni Soviet yang dikenal dengan latihan fisik ekstrim tersebut mempersembahkan sejumlah prestasi yang belum bisa disamai pelatih-pelatih masa kini. Contohnya, medali emas SEA Games 1991. Ada lagi perunggu SEA Games 1989.
Pencapaian membanggakan dua pelatih asing itu ternyata juga dimiliki Bertje ketika dipercaya PSSI menukangi timnas pada 1985-1987. Pria asal Maluku itu awalnya dipilih menggantikan trio Muhammad Basri, Iswadi Idris, dan Abdul Kadir. Mereka dianggap gagal karena hanya mampu menjadi runner-up pada sebuah turnamen di Thailand pada 1984.
Pada tahun pertama masa tugas di timnas, Bertje belum terlalu sukses. Pada SEA Games 1985, langkah gemulai Indonesia kandas di semifinal. Skuad Garuda dihajar Thailand 7 gol tanpa balas.
Setelah gagal berkibar pada SEA Games di Thailand tersebut, event terbesar yang dilewati pelatih kelahiran 1 Januari 1941 itu adalah Asian Games 1986. Turnamen berlangsung di Seoul dan di luar dugaan Indonesia mampu bersaing dengan negara-negara kuat Asia. Pada fase grup, pasukan Merah-Putih mampu lolos mendampingi Arab Saudi yang menjadi juara.
Ketika mencapai babak 8 besar, Indonesia belum juga terbendung. Bertemu Uni Emirat Arab, mereka menang adu penalti 4-3 setelah bermain imbang 2-2 selama 90 menit waktu normal plus 30 menit extra time. Laga berlangsung ketat dan menarik. Jual-beli serangan dan saling susul skor terjadi sejak kick-off hingga peluit terakhir dibunyikan.
Namun, dewi fortuna belum berpihak kepada para pemain Indonesia. Kerja keras Bertje akhirnya terhenti di semifinal. Menghadapi tuan rumah Korea Selatan, tim Garuda dipermalukan 0-4.
Korsel akhirnya merebut medali emas setelah mengalahkan Saudi 2-0. Sementara Indonesia gagal mendapatkan perunggu setelah dipecundangi Kuwait 5 gol tanpa balas pada play-off perebutan posisi 3.
Bagi Bertje dan para staf pelatih lainnya, kegagalan menyakitkan di Asian Games benar-benar dijadikan pelajaran berharga. Ketika Indonesia bertindak sebagai tuan rumah SEA Games 1987, Indonesia berbenah. Di bawah komando Bertje, pasukan Merah-Putih tampil memuaskan dengan menyelenggarakan sejumlah pertarungan menghibur.
Meski lolos sebagai runner-up grup di bawah Thailand, poin yang didapat kedua tim sama. Di semifinal, Indonesia bertemu Myanmar. Laju skuad Garuda menembus partai pamungkas tidak terbendung setelah menang 4-1 melalui gol-gol Rully Nere, Herry Kiswanto, Ricky Yakobi, dan Robby Darwis.
Saat menginjak pertandingan puncak, Indonesia harus bertemu Malaysia. harimau Malaya melaju setelah mengandaskan Thailand 2-0. Laga berlangsung menarik dengan Indonesia dan Malaysia saling jual-beli serangan. Setelah 90 menit, Bertje dan anak-anak didiknya mencetak sejarah emas SEA Games untuk pertama kalinya. Mereka mengalahkan Malaysia 1-0 lewat gol tunggal Ribut Waidi.
Selain keberhasilan menghadirkan emas, hal yang layak disorot dari skuad asuhan Bertje adalah proses seleksi pemain. Pria yang sempat menukangi PSIM Yogyakarta tersebut harus menggabungkan pemain-pemain dari dua kutub pembinaan sepakbola di Indonesia, Perserikatan dan Galatama.
Pembentukan timnas saat itu tidak mudah. Pasalnya, Perserikatan dan Galatama menjadi dua kompetisi yang bersaing. Gengsi sebagai pemain Perserikatan atau Galatama tidak bisa diredam begitu saja. Selalu saja ada gejolak dan perlawanan dari dalam maupun luar tim.
Dan, setelah melalui sejumlah seleksi yang sangat ketat dan penuh warna, Bertje berhasil memiliki 18 pemain terbaik yang tampil di SEA Games. Mereka adalah Ponirin Meka dan I Gusti Putu Yasa di bawah mistar gawang. Lalu, Muhammad Yunus, Marzuki Nyak Mad, Robby Darwis, Jaya Hartono, Sutrisno, dan France Marcus Wenno di sektor pertahanan.
Untuk lini tengah dihuni Patar Tambunan, Azhari Rangkuty, Rully Rudolf Nere, Herry Kiswanto, serta Tiastono Taufik. Sedangkan barisan penyerang menjadi milik Budi Wahyono, Ribut Waidi, Ricky Yakobi, Nasrul Koro, dan Adityo Darmadi.
Semasa bekerja untuk PSSI pada 1954-1963, Pogacnik membawa Indonesia mencapai level yang layak dibanggakan. Sebut saja peringkat 4 Asian Games 1954, perempat final Olimpiade 1956, medali perunggu Asian Games 1958, serta beberapa piala pada sejumlah turnamen tidak resmi di Malaysia dan Vietnam.
BACA FEATURE LAINNYA
Ketika Lionel Messi Minta Maaf Usai Cetak Gol, Kok Bisa?
Ketika Lionel Messi Minta Maaf Usai Cetak Gol, Kok Bisa?
Ketika mencapai babak 8 besar, Indonesia belum juga terbendung. Bertemu Uni Emirat Arab, mereka menang adu penalti 4-3 setelah bermain imbang 2-2 selama 90 menit waktu normal plus 30 menit extra time. Laga berlangsung ketat dan menarik. Jual-beli serangan dan saling susul skor terjadi sejak kick-off hingga peluit terakhir dibunyikan.
BACA BERITA LAINNYA
Juventus Membeli Pemain 32 Tahun, Tapi Ditaruh di Juventus U-23
Juventus Membeli Pemain 32 Tahun, Tapi Ditaruh di Juventus U-23
Korsel akhirnya merebut medali emas setelah mengalahkan Saudi 2-0. Sementara Indonesia gagal mendapatkan perunggu setelah dipecundangi Kuwait 5 gol tanpa balas pada play-off perebutan posisi 3.
Meski lolos sebagai runner-up grup di bawah Thailand, poin yang didapat kedua tim sama. Di semifinal, Indonesia bertemu Myanmar. Laju skuad Garuda menembus partai pamungkas tidak terbendung setelah menang 4-1 melalui gol-gol Rully Nere, Herry Kiswanto, Ricky Yakobi, dan Robby Darwis.
Selain keberhasilan menghadirkan emas, hal yang layak disorot dari skuad asuhan Bertje adalah proses seleksi pemain. Pria yang sempat menukangi PSIM Yogyakarta tersebut harus menggabungkan pemain-pemain dari dua kutub pembinaan sepakbola di Indonesia, Perserikatan dan Galatama.
Pembentukan timnas saat itu tidak mudah. Pasalnya, Perserikatan dan Galatama menjadi dua kompetisi yang bersaing. Gengsi sebagai pemain Perserikatan atau Galatama tidak bisa diredam begitu saja. Selalu saja ada gejolak dan perlawanan dari dalam maupun luar tim.
Dan, setelah melalui sejumlah seleksi yang sangat ketat dan penuh warna, Bertje berhasil memiliki 18 pemain terbaik yang tampil di SEA Games. Mereka adalah Ponirin Meka dan I Gusti Putu Yasa di bawah mistar gawang. Lalu, Muhammad Yunus, Marzuki Nyak Mad, Robby Darwis, Jaya Hartono, Sutrisno, dan France Marcus Wenno di sektor pertahanan.
Untuk lini tengah dihuni Patar Tambunan, Azhari Rangkuty, Rully Rudolf Nere, Herry Kiswanto, serta Tiastono Taufik. Sedangkan barisan penyerang menjadi milik Budi Wahyono, Ribut Waidi, Ricky Yakobi, Nasrul Koro, dan Adityo Darmadi.