Saat digelar pertama kali pada 1994/1995, Liga Indonesia menggabungkan dua kutub pembinaan, Perserikatan dan Galatama. Dari 19 orang itu terdapat satu pemain asing.
Sejak sepakbola profesional diperkenalkan di Indonesia pada 1994, kompetisi mengalami pasang surut. Berbagai perubahan format plus konflik antarpengurus tercipta. Para pemain atau pelatih datang dan pergi setiap tahun.
Saat digelar pertama kali pada 1994/1995, Liga Indonesia menggabungkan dua kutub pembinaan, Perserikatan dan Galatama. Pada edisi perdana, 34 tim berpartisipasi. Dengan label Liga Dunhill, kompetisi dibagi 2 grup, barat dan timur, yang masing-masing diikuti 17 tim.
Format 2 grup yang mengacu pada wilayah sempat berubah menjadi 3 grup sebelum akhirnya menjadi 1 grup dan berubah lagi menjadi 2 grup. Sempat pula terjadi dualisme kompetisi akibat perseteruan para pengurus serta kevakuman aktivitas setelah dihukum FIFA terkait intervensi pemerintah.
Meski masalah datang silih berganti, Liga Indonesia ternyata hanya gagal menyelesaikan kompetisi 2 kali, yaitu 1997/1998 saat krisis ekonomi dan 2015 akibat konflik di PSSI. Sementara pada 2016, kompetisi tidak resmi bertajuk Indonesia Soccer Championship digelar untuk mengisi kekosongan pertandingan.
Berikut ini 19 kapten yang memimpin tim kebanggaannya menjuarai kompetisi sepakbola di era Liga Indonesia:
1. Robby Darwis (Persib 1994/1995)
Kang Robby tercatat dalam buku sejarah sebagai kapten pertama juara Liga Indonesia. Pada edisi perdana, Persib mengalahkan Petrokimia Putra Gresik 1-0 lewat gol tunggal Sutiono. Laga sempat diwarnai kontroversi ketika gol Jacksen Tiago dianulir wasit, Zulkifli Chaniago, tanpa alasan yang jelas. Beberapa tahun kemudian, Jacksen menuding ada permainan untuk membuat Maung Bandung juara.
2. Herry Kiswanto (Bandung Raya 1995/1996)
Herry benar-benar tampil sempurna pada Liga Indonesia edisi kedua sebagai pemimpin Bandung Raya. Meski Peri Sandria dan Dejan Gluscevic menjadi headline media karena ketajaman di depan gawang, kharisma Herry sebagai kapten tidak bisa dibantah. Dia disegani kawan dan lawan karena statusnya sebagai libero yang hanya mendapatkan 1 kartu kuning dari 17 tahun karier lapangan hijau. Setelah juara, Herry memutuskan gantung sepatu.
3. Aji Santoso (Persebaya 1996/1997)
Kepemimpinan Aji di Persebaya terus dikenang hingga hari ini ketika sudah beralih profesi menjadi pelatih. Sebagai bek kiri, kecepatan, tusukan, dan umpan-umpan Aji berandil besar pada sukses Persebaya 1996/1997. Sebagai kapten, dia adalah panutan rekan-rekannya. Pada final melawan Bandung Raya, Aji menjadi pemain pertama Bajul Ijo yang mencetak gol kemenangan 3-1.
4. Ali Sunan (PSIS 1998/1999)
Peran Ali sebagai pemimpin PSIS terlihat jelas pada musim 1998/1999. Bukan hanya di dalam, melainkan juga luar lapangan. Pasalnya, kompetisi musim itu digelar di tengah-tengah krisis ekonomi dan politik yang sedang melanda Indonesia. Akibatnya, final yang seharusnya digelar di Jakarta terpaksa dipindahkan ke Manado. Dalam kondisi chaos peran Ali sebagai kapten sangat menonjol. Dia membuat para pemain PSIS tenang dan sepenuhnya fokus melawan Persebaya di final.
5. Bima Sakti (PSM 1999/2000)
Bima memang dilahirkan menjadi pemimpin. Setelah menjadi kapten PSSI Primavera, pria kelahiran Balikpapan tersebut juga didaulat menjadi pemimpin di sejumlah klub Liga Indonesia, termasuk PSM pada 1999-2001. Bersama Kurniawan Dwi Yulianto, Hendro Kartiko, serta Carlos de Mello, Bima menjadi dinamo di lini tengah Juku Eja saat mengalahkan PKT Bontang di final 1999/2000.
6. Budiman Yunus (Persija 2001)
Pengalaman juara bersama Bandung Raya pada 1995/1996 benar-benar membuat Budiman percaya diri saat didaulat Sofyan Hadi untuk memimpin Persija di Liga Indonesia 2001. Sebagai mantan pemain Persib, Budiman dengan mudah diterima suporter Macan Kemayoran. Pasalnya, pada masa tersebut belum ada rivalitas yang tidak logis antara pendukung kedua klub.
Berposisi asli sebagai bek kiri, Budiman justru dipasang sebagai gelandang jangkar saat final kontra PSM. Hasilnya, dia menghadirkan keseimbangan sehingga memudahkan Bambang Pamungkas dan Imran Nahumarury membawa Macan Kemayoran unggul 3-2.
7. Khusaeri (Petrokimia 2002)
Peran Khusaeri saat Petrokimia menjuarai Liga Indonesia 2002 tidak perlu dibantah. Itu bisa dilihat saat final melawan Persita Tengerang. Kebo Giras tertinggal sejak menit pertama lewat gol Ilham Jayakesuma. Tapi, Khusaeri meminta rekan-rekannya tenang. Pelan dan pasti, Petrokimia menyusun serangan yang rapi. Hasilnya, gol penyama skor lahir pada menit 73. Mental Petrokimia bangkit saat perpanjangan waktu dimulai. Baru berjalan 3 menit, golden goal tercipta melalui Yao Eloii.
8. Harianto (Persik 2003 dan 2006)
Untuk pertama kalinya Liga Indonesia tidak melangsungkan partai final lantaran menganut sistem kompetisi murni dengan 20 kontestan. Hasilnya, Persik menjadi fenomena. Macam Putih baru promosi dan langsung juara. Selain Musikan sebagai pencetak gol utama bersama Julio Lopez, peran Harianto sebagai kapten tak terbantahkan. Apalagi, 3 tahun berselang, Persik kembali juara. Saat itu, liga kembali ke format 2 grup dan Persik mengalahkan PSIS 1-0 di final. Pada musim tersebut, Cristian Gonzales giliran yang menjadi buah bibir.
9. Mursyid Effendi (Persebaya 2004)
Setelah dihukum akibat skandal sepakbola gajah di Piala Tiger 1998, Mursyid sepenuhnya mengabdikan diri untuk Persebaya. Totalitas kepada Bajul Ijo ditunjukkan ketika menghadirkan gelar juara Liga Indonesia 2004. Saat itu, dengan sistem kompetisi murni, Persebaya juara setelah unggul selisih gol dari PSM dalam poin yang sama, 61.
10. Eduard Ivakdalam (Persipura 2005, 2008/2009)
Edu adalah pemain bernomor 10 sejati milik Persipura. Dia hadir ketika Boaz Solossa muda sedang merintis karier sebelum akhirnya diberikan tongkat estafet sebagai pemimpin Mutiara Hitam. Warisan berharga Edu adalah dua trofi Liga Indonesia. Pada 2005, Persipura juara setelah mengalahkan Persija di final. Sementara pada 2008/2009, Mutiara Hitam mengumpulkan poin terbanyak di Indonesia Super League.
11. Charis Yulianto (Sriwijaya 2007/2008)
Musim 2017/2008 menjadi salah satu era keemasan Sriwijaya. Dengan Charis sebagai pemimpin skuad, Laskar Wong Kito mampu mengakhiri kompetisi dengan dua gelar. Klub dari Palembang itu menjuarai Indonesia Super League sekaligus Copa Indonesia.
12. Pierre Njanka (Arema 2009/2010)
Njanka menjadi kapten asing pertama dan satu-satunya yang menjuarai kompetisi sepakbola kasta tertinggi di Indonesia. Mantan pemain belakang timnas Kamerun itu datang ke Malang ketika Singo Edan sedang berada dalam generasi emas. Ditukangi Robert Alberts dan diperkuat sejumlah pemain top, termasuk duo Singapura, Noh Alam Shah dan Muhamad Ridhuan. Saat itu, Arema unggul 5 poin dari Persipura selaku runner-up.
13. Boaz Solossa (Persipura 2010/2011, 2013)
Estafet kepemimpinan Persipura akhirnya beralih dari Eduard Ivakdalam kepada Boaz. Menyandang status bocah ajaib, Boaz tampil luar biasa untuk memimpin Mutiara Hitam menguasai kompetisi elite Indonesia. Tidak tanggung-tanggung, dua kali Boaz membawa Persipura juara, yaitu 2010/2011 dan 2013. Bahkan, jika dihitung dengan Indonesia Soccer Championship 2016, maka Boaz sudah tiga kali memimpin klub asal Papua itu juara. Itu menjadikan dia kapten tim yang paling sering juara di kompetisi Indonesia.
14. Elie Aiboy (Semen Padang IPL 2011/2012)
Elie adalah tulang punggung dan pemimpin Semen Padang saat menjuarai Indonesua Premier League 2011/2012. Kompetisi yang awalnya ilegal itu berubah menjadi legal dengan menggusur Indonesia Super League. Sebagai tim yang paling mapan diantara kontestan IPL lain, Kabau Sirah mengakhiri musim dengan gelar juara. Saat itu, liga hanya diikuti 12 peserta dan berjalan tertatih-tatih.
15. Ponaryo Astaman (Sriwijaya ISL 2011/2012)
Tidak terima menjadi kompetisi ilegal, Indonesia Super League 2011/2012 tetap nekad bergulir, meski tanpa sponsor utama. Hasilnya, Sriwijaya kembali menguasai puncak klasemen akhir. Dipimpin Ponaryo, Laskar Wong Kito mengalahkan Persipura dalam perburuan trofi juara. ISL musim itu tetap berlangsung dengan 18 peserta, meski beberapa diantaranya mengalami dualisme dengan klub IPL.
16. Firman Utina (Persib 2014)
Setelah menanti sangat lama, Persib akhirnya menjuarai kompetisi elite Indonesia lagi. Maung Bandung berhasil mengalahkan Persipura lewat adu penalti di Palembang lewat kepemimpinan Firman sebagai kapten tim. Pertandingan puncak berlangsung sangat ketat dan panas, yang ditandai kartu merah Bio Paulin serta Vladimir Vujovic. Kompetisi musim itu juga diwarnai kontroversi Persebaya dan Bhayangkara FC.
17. Indra Kahfi (Bhayangkara 2017)
Ketika Liga 1 digulirkan, kejutan muncul di edisi perdana. Bhayangkara yang penuh kontroversial dan menyandang status kuda hitam justru mampu menjadi juara dibawah kepemimpinan Indra sebagai kapten. Diwarnai masalah kesalahan administrasi yang melibatkan pertandingan Mitra Kukar, The Guardian dinobatkan sebagai pemenang setelah unggul head to head dari Bali United. Regulasi yang abu-abu membuat tudingan miring mengarah kepada klub milik Polri tersebut. Apalagi, Bhayangkara tidak mendapatkan lisensi tampil di kompetisi Asia karena tidak memiliki fasilitas penunjang yang memadai.
18. Ismed Sofyan (Persija 2018)
Loyalitas Ismed untuk Persija terbayar lunas saat Liga 1 2018 berakhir. Bersama Bambang Pamungkas, pemain asal Aceh tersebut mengantarkan Macan Kemayoran juara liga lagi setelah puasa sejak 2001. Macan Kemayoran memuncaki klasemen akhir dengan keunggulan 1 poin dari PSM.
19. Fadil Sausu (Bali United 2019)
Setelah merasa dicurangi pada Liga 1 2017, Bali akhirnya menggelar pesta juara. Dengan Fadil berperan sebagai kapten, Serdadu Tridatu mendominasi kompetisi 2019. Mereka memastikan juara ketika kompetisi masih menyisakan banyak pertandingan. Di akhir musim, Bali unggul 10 poin dari Persebaya selaku runner-up. Bintang pada musim tersebut adalah Stefano Cugurra Teco. Pasalnya, pada musim sebelumnya dia membawa Persija juara.
Saat digelar pertama kali pada 1994/1995, Liga Indonesia menggabungkan dua kutub pembinaan, Perserikatan dan Galatama. Pada edisi perdana, 34 tim berpartisipasi. Dengan label Liga Dunhill, kompetisi dibagi 2 grup, barat dan timur, yang masing-masing diikuti 17 tim.
BACA FEATURE LAINNYA
Di Mana Mereka? 16 Pemain yang Sejak 2006 Disebut "The Next Lionel Messi"
Di Mana Mereka? 16 Pemain yang Sejak 2006 Disebut "The Next Lionel Messi"
Kang Robby tercatat dalam buku sejarah sebagai kapten pertama juara Liga Indonesia. Pada edisi perdana, Persib mengalahkan Petrokimia Putra Gresik 1-0 lewat gol tunggal Sutiono. Laga sempat diwarnai kontroversi ketika gol Jacksen Tiago dianulir wasit, Zulkifli Chaniago, tanpa alasan yang jelas. Beberapa tahun kemudian, Jacksen menuding ada permainan untuk membuat Maung Bandung juara.
2. Herry Kiswanto (Bandung Raya 1995/1996)
Herry benar-benar tampil sempurna pada Liga Indonesia edisi kedua sebagai pemimpin Bandung Raya. Meski Peri Sandria dan Dejan Gluscevic menjadi headline media karena ketajaman di depan gawang, kharisma Herry sebagai kapten tidak bisa dibantah. Dia disegani kawan dan lawan karena statusnya sebagai libero yang hanya mendapatkan 1 kartu kuning dari 17 tahun karier lapangan hijau. Setelah juara, Herry memutuskan gantung sepatu.
BACA BERITA LAINNYA
Gareth Bale Menuding Real Madrid Mempersulitnya Pergi
Gareth Bale Menuding Real Madrid Mempersulitnya Pergi
Kepemimpinan Aji di Persebaya terus dikenang hingga hari ini ketika sudah beralih profesi menjadi pelatih. Sebagai bek kiri, kecepatan, tusukan, dan umpan-umpan Aji berandil besar pada sukses Persebaya 1996/1997. Sebagai kapten, dia adalah panutan rekan-rekannya. Pada final melawan Bandung Raya, Aji menjadi pemain pertama Bajul Ijo yang mencetak gol kemenangan 3-1.
4. Ali Sunan (PSIS 1998/1999)
Peran Ali sebagai pemimpin PSIS terlihat jelas pada musim 1998/1999. Bukan hanya di dalam, melainkan juga luar lapangan. Pasalnya, kompetisi musim itu digelar di tengah-tengah krisis ekonomi dan politik yang sedang melanda Indonesia. Akibatnya, final yang seharusnya digelar di Jakarta terpaksa dipindahkan ke Manado. Dalam kondisi chaos peran Ali sebagai kapten sangat menonjol. Dia membuat para pemain PSIS tenang dan sepenuhnya fokus melawan Persebaya di final.
5. Bima Sakti (PSM 1999/2000)
Bima memang dilahirkan menjadi pemimpin. Setelah menjadi kapten PSSI Primavera, pria kelahiran Balikpapan tersebut juga didaulat menjadi pemimpin di sejumlah klub Liga Indonesia, termasuk PSM pada 1999-2001. Bersama Kurniawan Dwi Yulianto, Hendro Kartiko, serta Carlos de Mello, Bima menjadi dinamo di lini tengah Juku Eja saat mengalahkan PKT Bontang di final 1999/2000.
Pengalaman juara bersama Bandung Raya pada 1995/1996 benar-benar membuat Budiman percaya diri saat didaulat Sofyan Hadi untuk memimpin Persija di Liga Indonesia 2001. Sebagai mantan pemain Persib, Budiman dengan mudah diterima suporter Macan Kemayoran. Pasalnya, pada masa tersebut belum ada rivalitas yang tidak logis antara pendukung kedua klub.
Berposisi asli sebagai bek kiri, Budiman justru dipasang sebagai gelandang jangkar saat final kontra PSM. Hasilnya, dia menghadirkan keseimbangan sehingga memudahkan Bambang Pamungkas dan Imran Nahumarury membawa Macan Kemayoran unggul 3-2.
Peran Khusaeri saat Petrokimia menjuarai Liga Indonesia 2002 tidak perlu dibantah. Itu bisa dilihat saat final melawan Persita Tengerang. Kebo Giras tertinggal sejak menit pertama lewat gol Ilham Jayakesuma. Tapi, Khusaeri meminta rekan-rekannya tenang. Pelan dan pasti, Petrokimia menyusun serangan yang rapi. Hasilnya, gol penyama skor lahir pada menit 73. Mental Petrokimia bangkit saat perpanjangan waktu dimulai. Baru berjalan 3 menit, golden goal tercipta melalui Yao Eloii.
8. Harianto (Persik 2003 dan 2006)
Untuk pertama kalinya Liga Indonesia tidak melangsungkan partai final lantaran menganut sistem kompetisi murni dengan 20 kontestan. Hasilnya, Persik menjadi fenomena. Macam Putih baru promosi dan langsung juara. Selain Musikan sebagai pencetak gol utama bersama Julio Lopez, peran Harianto sebagai kapten tak terbantahkan. Apalagi, 3 tahun berselang, Persik kembali juara. Saat itu, liga kembali ke format 2 grup dan Persik mengalahkan PSIS 1-0 di final. Pada musim tersebut, Cristian Gonzales giliran yang menjadi buah bibir.
9. Mursyid Effendi (Persebaya 2004)
Setelah dihukum akibat skandal sepakbola gajah di Piala Tiger 1998, Mursyid sepenuhnya mengabdikan diri untuk Persebaya. Totalitas kepada Bajul Ijo ditunjukkan ketika menghadirkan gelar juara Liga Indonesia 2004. Saat itu, dengan sistem kompetisi murni, Persebaya juara setelah unggul selisih gol dari PSM dalam poin yang sama, 61.
10. Eduard Ivakdalam (Persipura 2005, 2008/2009)
Edu adalah pemain bernomor 10 sejati milik Persipura. Dia hadir ketika Boaz Solossa muda sedang merintis karier sebelum akhirnya diberikan tongkat estafet sebagai pemimpin Mutiara Hitam. Warisan berharga Edu adalah dua trofi Liga Indonesia. Pada 2005, Persipura juara setelah mengalahkan Persija di final. Sementara pada 2008/2009, Mutiara Hitam mengumpulkan poin terbanyak di Indonesia Super League.
11. Charis Yulianto (Sriwijaya 2007/2008)
Musim 2017/2008 menjadi salah satu era keemasan Sriwijaya. Dengan Charis sebagai pemimpin skuad, Laskar Wong Kito mampu mengakhiri kompetisi dengan dua gelar. Klub dari Palembang itu menjuarai Indonesia Super League sekaligus Copa Indonesia.
12. Pierre Njanka (Arema 2009/2010)
Njanka menjadi kapten asing pertama dan satu-satunya yang menjuarai kompetisi sepakbola kasta tertinggi di Indonesia. Mantan pemain belakang timnas Kamerun itu datang ke Malang ketika Singo Edan sedang berada dalam generasi emas. Ditukangi Robert Alberts dan diperkuat sejumlah pemain top, termasuk duo Singapura, Noh Alam Shah dan Muhamad Ridhuan. Saat itu, Arema unggul 5 poin dari Persipura selaku runner-up.
13. Boaz Solossa (Persipura 2010/2011, 2013)
Estafet kepemimpinan Persipura akhirnya beralih dari Eduard Ivakdalam kepada Boaz. Menyandang status bocah ajaib, Boaz tampil luar biasa untuk memimpin Mutiara Hitam menguasai kompetisi elite Indonesia. Tidak tanggung-tanggung, dua kali Boaz membawa Persipura juara, yaitu 2010/2011 dan 2013. Bahkan, jika dihitung dengan Indonesia Soccer Championship 2016, maka Boaz sudah tiga kali memimpin klub asal Papua itu juara. Itu menjadikan dia kapten tim yang paling sering juara di kompetisi Indonesia.
14. Elie Aiboy (Semen Padang IPL 2011/2012)
Elie adalah tulang punggung dan pemimpin Semen Padang saat menjuarai Indonesua Premier League 2011/2012. Kompetisi yang awalnya ilegal itu berubah menjadi legal dengan menggusur Indonesia Super League. Sebagai tim yang paling mapan diantara kontestan IPL lain, Kabau Sirah mengakhiri musim dengan gelar juara. Saat itu, liga hanya diikuti 12 peserta dan berjalan tertatih-tatih.
15. Ponaryo Astaman (Sriwijaya ISL 2011/2012)
Tidak terima menjadi kompetisi ilegal, Indonesia Super League 2011/2012 tetap nekad bergulir, meski tanpa sponsor utama. Hasilnya, Sriwijaya kembali menguasai puncak klasemen akhir. Dipimpin Ponaryo, Laskar Wong Kito mengalahkan Persipura dalam perburuan trofi juara. ISL musim itu tetap berlangsung dengan 18 peserta, meski beberapa diantaranya mengalami dualisme dengan klub IPL.
16. Firman Utina (Persib 2014)
Setelah menanti sangat lama, Persib akhirnya menjuarai kompetisi elite Indonesia lagi. Maung Bandung berhasil mengalahkan Persipura lewat adu penalti di Palembang lewat kepemimpinan Firman sebagai kapten tim. Pertandingan puncak berlangsung sangat ketat dan panas, yang ditandai kartu merah Bio Paulin serta Vladimir Vujovic. Kompetisi musim itu juga diwarnai kontroversi Persebaya dan Bhayangkara FC.
17. Indra Kahfi (Bhayangkara 2017)
Ketika Liga 1 digulirkan, kejutan muncul di edisi perdana. Bhayangkara yang penuh kontroversial dan menyandang status kuda hitam justru mampu menjadi juara dibawah kepemimpinan Indra sebagai kapten. Diwarnai masalah kesalahan administrasi yang melibatkan pertandingan Mitra Kukar, The Guardian dinobatkan sebagai pemenang setelah unggul head to head dari Bali United. Regulasi yang abu-abu membuat tudingan miring mengarah kepada klub milik Polri tersebut. Apalagi, Bhayangkara tidak mendapatkan lisensi tampil di kompetisi Asia karena tidak memiliki fasilitas penunjang yang memadai.
18. Ismed Sofyan (Persija 2018)
Loyalitas Ismed untuk Persija terbayar lunas saat Liga 1 2018 berakhir. Bersama Bambang Pamungkas, pemain asal Aceh tersebut mengantarkan Macan Kemayoran juara liga lagi setelah puasa sejak 2001. Macan Kemayoran memuncaki klasemen akhir dengan keunggulan 1 poin dari PSM.
19. Fadil Sausu (Bali United 2019)
Setelah merasa dicurangi pada Liga 1 2017, Bali akhirnya menggelar pesta juara. Dengan Fadil berperan sebagai kapten, Serdadu Tridatu mendominasi kompetisi 2019. Mereka memastikan juara ketika kompetisi masih menyisakan banyak pertandingan. Di akhir musim, Bali unggul 10 poin dari Persebaya selaku runner-up. Bintang pada musim tersebut adalah Stefano Cugurra Teco. Pasalnya, pada musim sebelumnya dia membawa Persija juara.