Liga Indonesia menjadi magnet bagi banyak pesepakbola asing dari berbagai negara. Beberapa di antaranya sempat tampil di Piala Dunia.
Sebelum terhenti sangat lama akibat pandemi Covid-19, Liga Indonesia sempat menjadi kompetisi yang menjadi magnet banyak pesepakbola asing dari berbagai negara. Beberapa diantaranya sempat tampil di Piala Dunia.
Sejak era profesional diperkenalkan pada 1994, kompetisi sepakbola kasta tertinggi di Indonesia kedatangan sejumlah legiun import. Beberapa diantaranya sempat menjadi bintang di Piala Dunia. Mario Kempes contohnya. Penyerang legendaris Argentina itu tampil Piala Dunia 1974, 1978, dan 1982. Dia turut mengantarkan La Albiceleste juara pada 1978. Pada 1996 Kempes berlabuh ke Indonesia dan membela Pelita Jaya
Nama populer lainnya, Roger Milla. Penyerang legendaris Kamerun itu juga bermain untuk Pelita sebelum hengkang ke Putra Samarinda. Milla menjadi bintang Kamerun di Piala Dunia 1982, 1990, dan 1994. Milla terkenal dengan goyangan mautnya.
Selain Kempes dan Milla, bintang Piala Dunia lainnya yang sempat mengadu nasib di Indonesia adalah Michael Essien. Mantan gelandang Olympique Lyon, Chelsea, AC Milan, hingga Real Madrid itu tampil bersama Ghana di Piala Dunia 2006. Saat itu, The Black Stars mampu menembus babak 16 besar. Dia juga ambil bagian di Piala Dunia 2014, meski tidak secemerlang 2006.
Setelah puas di Eropa, Essien memutuskan bermain di Liga Indonesia bersama Persib Bandung. Dia bermain 30 kali untuk Maung Bandung dan menyumbang 5 gol dan 1 assist.
Uniknya, tiga nama di atas bukanlah pemain-pemain Liga Indonesia yang pernah mencicipi Piala Dunia. Berikut ini adalah 13 pesepakbola import yang sempat menikmati kompetisi sepakbola antarnegara paling bergengsi di kolong langit tersebut:
1. Bertin Ebwelle Ndingue (Kamerun)
Ebwelle adalah full back kiri Kamerun pada 1987-1992. Dia menjadi salah satu pemain yang tampil di Piala Dunia 1990 bersama Roger Milla, Emmanuel Maboang Kessack, dan Jules Onana. Keempat pemain tersebut pada akhirnya sempat mencicipi kompetisi di Indonesia di penghujung kariernya.
Bedanya, Ebwelle bermain sebelum Liga Indonesia digulirkan. Sosok kelahiran Yaounde, 11 September 1962, tersebut bermain di Putra Samarinda pada era Galatama. Dia merumput di Pusam pada 1991-1992.
2. Emmanuel Maboang Kessack (Kamerun)
Maboang merupakan pemain timnas Kamerun di Piala Dunia 1990 dan 1994 bersama dengan Milla. Pada 1997, dia datang ke Jakarta untuk membela Pelita. Bermain 24 kali di Liga Indonesia, gelandang serang berpostur 170 cm tersebut gantung sepatu sebagai pemain Pelita.
3. Pedro Pasculli (Argentina)
Saat Kempes meninggalkan Pelita, manajemen mendatangkan Pasculli. Pria Argentina itu adalah penyerang yang bertandem dengan Jorge Valdano di lini depan pada Piala Dunia 1986. Dia menjadi pemain yang menjadi saksi mata kehebatan Diego Maradona menaklukkan dunia.
Pada 1996, Pasculli datang ke Indonesia. Tapi, tidak bertahan lama. Bukan karena performa yang buruk, melainkan dugaan skandal suap yang terjadi. Pada laga Pelita vs Mataram Indocement, Pasculli tidak puas dengan permainan timnya. Dia memilih keluar saat pertandingan berlangsung dengan alasan cedera.
Saat itu, dia beralasan ada sindikat yang sudah mengatur jalannya pertandingan tersebut. Dia kecewa berat dan memutuskan hengkang dari Pelita pada akhir putaran I Liga Indonesia 1996/1997.
4. Jules Denis Onana (Kamerun)
Onana ambil bagian di Piala Dunia 1990. Dia bermain 3 kali dari 5 pertandingan Kamerun di Italia. Setelah itu, Onana memutuskan terbang ke Indonesia pada 1997 atas ajaka Milla dan Maboang. Klub pertama Onana di Indonesia adalah Persma Manado. Di Stadion Klabat, Onana bermukim 4 tahun.
Saat di Manado, Onana menciptakan trio Kamerun bersama Jean-Pierre Fiala dan Ernest-Lottin Ebongue. Hasilnya, Badai Biru menjadi salah satu klub yang disenagni para peserta Liga Indonesia era Divisi Utama, khususnya di Wilayah Timur.
Sempat membela Persis Solo dan Palita Krakatau Steel, pria kelahiran 12 Juni 1964 itu akhirnya pensiun. Onana menetap di Indonesia dan berkarier sebagai agen pemain berlisesnsi FIFA. Dia memiliki tempat penampungan di Tangerang, yang digunakan sebagai save house ketika ada pemain-pemain dari Kamerun yang datang ke Indonesia untuk menjalani seleksi di klub.
5. Ernest-Lottin Ebongue (Kamerun)
Ebogue bermain di Piala Dunia 1982 sebagai penyerang. Dia bermain tiga kali di fase grup dengan mengenakan nomor punggung 21. Ketika Liga Indonesia digelar pada 1994, Ebongue datang untuk membela Persma bersama Onana dan Fiala. Dia meninggalkan Manado pada 1996. Dia juga sempat membela PKT Bontang pada 1997 sebelum meninggalkan Indonesia saat Reformasi 1998.
6. Jean-Pierre Fiala (Kamerun)
Berposisi sebagai gelandang, Fiala membela Kamerun di Piala Dunia 1994. Setelah bermain di Liga Yunani bersama AEL Larissa pada 1995/1996, Fiala tertarik datang ke Indonesia mengikuti jejak rekan-rekannya. Dia membela Persma pada 1996-1998. Lalu, Fiala kembali ke Eropa untuk merumput di Stade Brestois. Dia pensiun pada 2000 setelah menyelesaikan kontrak dengan US Avrances.
7. Marcel Mahouve (Kamerun)
Mahouve punya pengalaman unik di karier sepakbola profesionalnya. Beda dengan kebanyakan pemain jebolan Piala Dunia yang datang ke Indonesia, Mahouve justru dipanggil ke kompetisi sepakbola paling bergengsi di kolong langit tersebut setelah tampil bersama Putra Samarinda pada 1995-1997.
Performa di Pusam juga membuat Mahouve mendapatkan kesempatan bermain di Ligue 1 bersama Montpellier. Setelah itu, dia memperkuat Clermont, Inter Turku, Hamilton Academical, FC Saarbruecken, dan SS Capricorne sebelum kembali ke Indonesia untuk membela Persita Tangerang pada 2008-2009.
Pemain yang datang ke Pusam karena rekomendasi Milla itu tampil di Piala Dunia 1998. Mahouve juga ambil bagian di Piala Afrika 1996 dan 2000. Hebatnya, pada 2000, dia membantu Les Lions Indomitables menjadi yang terbaik di Benua Hitam.
8. Pierre Djaka Njanka-Beyaka (Kamerun)
Jika parameternya trofi, Njanka bisa mengklaim sebagai pemain Kamerun lulusan Piala Dunia yang paling sukses di Liga Indonesia. Mantan bek tengah itu adalah satu-satunya yang berhasil menjuarai Liga Indonesia. Njanka melakukan aksi gemilang saat membela Arema Indonesia di Indonesia Super League (ISL) 2009/2010. Saat itu, pelatihnya Robert Alberts.
Arema bukan satu-satunya klub Indonesia yang dibela lulusan Piala Dunia 1998 dan 2002 tersebut. Sebelum ke Malang, Njangka sempat membela Persija Jakarta pada 2008. Dia juga sempat merumput di Liga Primer Indonesia (LPI) bersama Aceh United. Ada lagi Mitra Kukar dan Persisam Putra Samarinda.
9. Natsja Ceh (Slovenia)
Ceh datang ke Indonesia pada 1 April 2012 untuk menandatangani kontrak dengan PSMS Medan di ISL. Dia menjalani debut 9 April 2012 menggantikan Muhammad Antoni pada menit 53. Di laga yang sama, Ceh langsung mendapatkan kartu kuning dari sang pengadil lapangan karena pelanggaran yang dilakukannya.
Sayang, perbedaan kultur dan cuaca Eropa dengan Indonesia membuat Ceh loyo. Dia hanya bertahan 14 pertandingan sebelum meninggalkan Stadion Teladan untuk menuju Vietnam membela Thanh Hoa.
Terlepas dari kegagalannya di Indonesia, Ceh adalah pemain yang bagus pada eranya. Puncak penampilan Ceh terjadi saat membela Club Brugge di Liga Belgia pada 2001-2005. Berkat penampilan bagus, dia dipilih Srecko Katanec untuk tampil di Piala Dunia 2002. Di Korea-Jepang, Ceh bermain dua kali sebagai pemain pengganti di babak II.
10. Ivan Bosnjak (Kroasia)
Petualangan Bosnjak di Indonesia berlangsung sangat singkat. Dia bergabung dengan Persija Jakarta setelah datang dari klub Brunei Darussalam, DPPM, pada 29 Januari 2014. Mengenakan nomor punggung 10, Bosnjak diharapkan membawa Macan Kemayoran juara ISL 2014.
"Ini pertama kali saya datang ke Indonesia dan bermain di sini. Saya sangat senang dan tidak sabar bermain. Target saya tentunya bisa bermain bagus demi Persija dan bawa Persija ke puncak klasemen," ujar Bosnjak saat itu, dilansir situs resmi Liga Indonesia.
Sayang, keinginan tidak seusai kenyataan. Winger yang tampil di Piala Dunia 2006 bersama Kroasia itu hanya bertahan 14 pertandingan. Pemain yang hanya tampil 4 menit saat Kroasia melawan Jepang itu lalu meninggalkan Macan Kemayoran di akhir musim. Bosnjak memutuskan pensiun setelah tidak memiliki klub pada awal 2015.
11. Shane Smeltz (Selandia Baru)
Smeltz adalah bintang yang meloloskan Selandia Baru ke Piala Dunia 2010. Di Afrika Selatan, dia mencetak gol saat Selandia Baru menahan imbang Italia 1-1 di Nelspruit. Tujuh tahun setelah gol bersejarah tersebut, Borneo FC mendatangkan Smeltz dari Wellington Phoenix. Hanya bermain 20 kali dan mencetak 5 gol di Liga 1 2017, Smeltz akhirnya pergi. Saat ini, dia tercatat sebagai pemain Gold Coast United di Australia.
12. Didier Zokora (Pantai Gading)
Pada masanya, Zokora adalah pemain terbaik yang dimiliki Pantai Gading selain Didier Drogba. Tampil di Piala Dunia 2006, 2010, dan 2014, mantan pemain Saint-Etienne, Tottenham Hotspur, serta Sevilla tersebut datang ke Liga 1 2017 untuk membela Semen Padang.
Kedatangan Zokora ke Padang disambut meriah suporter Kabau Sirah. Reputasi sebagai mantan bintang Liga Premier dan La Liga membuat banyak orang optimistis dengan masa depan Padang di kompetisi sepakbola kasta tertinggi Indonesia.
Sayang, Zokora datang di penghujung karier. Cedera dan kondisi fisik yang tidak prima membuat kariernya di Padang hanya berlangsung singkat. Setelah bermain 11 kali dan bermukim 4 bulan, manajemen Kabau Sirah memutuskan kontrak Zokora. Dia kembali ke Eropa dan memutuskan gantung sepatu.
13. Peter Osaze Odemwingie (Nigeria)
Memiliki darah Rusia dan lahir di Uzbekistan era Uni Soviet, Odemwingie memilih membela Nigeria di level senior. Karier yang bagus di Eropa membuat dirinya dipilih masuk skuad The Super Eagles di Piala Dunia 2010 dan 2014. Pada dua event akbar tersebut, Odemwingie menjadi bintang.
Setelah karier di Benua Biru meredup, Odemwingie memutuskan datang ke Indonesia. Pada 3 April 2017, dia dikontrak Madura United. Dia bermain 1 musim sebelum memutuskan pensiun pada 3 April 2019 setelah tidak ada klub yang bersedia mengontraknya. Saat ini, Odemwingie beralih profesi menjadi pemain golf profesional. Dia ikut PGA Tour.
Sejak era profesional diperkenalkan pada 1994, kompetisi sepakbola kasta tertinggi di Indonesia kedatangan sejumlah legiun import. Beberapa diantaranya sempat menjadi bintang di Piala Dunia. Mario Kempes contohnya. Penyerang legendaris Argentina itu tampil Piala Dunia 1974, 1978, dan 1982. Dia turut mengantarkan La Albiceleste juara pada 1978. Pada 1996 Kempes berlabuh ke Indonesia dan membela Pelita Jaya
BACA ANALISIS LAINNYA
Bedah 4 Sayap Kelas Dunia Bayern Muenchen, Saling Melengkapi
Bedah 4 Sayap Kelas Dunia Bayern Muenchen, Saling Melengkapi
1. Bertin Ebwelle Ndingue (Kamerun)
Ebwelle adalah full back kiri Kamerun pada 1987-1992. Dia menjadi salah satu pemain yang tampil di Piala Dunia 1990 bersama Roger Milla, Emmanuel Maboang Kessack, dan Jules Onana. Keempat pemain tersebut pada akhirnya sempat mencicipi kompetisi di Indonesia di penghujung kariernya.
BACA BERITA LAINNYA
Juventus Dapat 3 Poin Gratisan, Tapi Giliran Mereka Kini Mengisolasikan Diri
Juventus Dapat 3 Poin Gratisan, Tapi Giliran Mereka Kini Mengisolasikan Diri
2. Emmanuel Maboang Kessack (Kamerun)
Maboang merupakan pemain timnas Kamerun di Piala Dunia 1990 dan 1994 bersama dengan Milla. Pada 1997, dia datang ke Jakarta untuk membela Pelita. Bermain 24 kali di Liga Indonesia, gelandang serang berpostur 170 cm tersebut gantung sepatu sebagai pemain Pelita.
Saat Kempes meninggalkan Pelita, manajemen mendatangkan Pasculli. Pria Argentina itu adalah penyerang yang bertandem dengan Jorge Valdano di lini depan pada Piala Dunia 1986. Dia menjadi pemain yang menjadi saksi mata kehebatan Diego Maradona menaklukkan dunia.
Pada 1996, Pasculli datang ke Indonesia. Tapi, tidak bertahan lama. Bukan karena performa yang buruk, melainkan dugaan skandal suap yang terjadi. Pada laga Pelita vs Mataram Indocement, Pasculli tidak puas dengan permainan timnya. Dia memilih keluar saat pertandingan berlangsung dengan alasan cedera.
4. Jules Denis Onana (Kamerun)
Onana ambil bagian di Piala Dunia 1990. Dia bermain 3 kali dari 5 pertandingan Kamerun di Italia. Setelah itu, Onana memutuskan terbang ke Indonesia pada 1997 atas ajaka Milla dan Maboang. Klub pertama Onana di Indonesia adalah Persma Manado. Di Stadion Klabat, Onana bermukim 4 tahun.
Saat di Manado, Onana menciptakan trio Kamerun bersama Jean-Pierre Fiala dan Ernest-Lottin Ebongue. Hasilnya, Badai Biru menjadi salah satu klub yang disenagni para peserta Liga Indonesia era Divisi Utama, khususnya di Wilayah Timur.
Sempat membela Persis Solo dan Palita Krakatau Steel, pria kelahiran 12 Juni 1964 itu akhirnya pensiun. Onana menetap di Indonesia dan berkarier sebagai agen pemain berlisesnsi FIFA. Dia memiliki tempat penampungan di Tangerang, yang digunakan sebagai save house ketika ada pemain-pemain dari Kamerun yang datang ke Indonesia untuk menjalani seleksi di klub.
5. Ernest-Lottin Ebongue (Kamerun)
Ebogue bermain di Piala Dunia 1982 sebagai penyerang. Dia bermain tiga kali di fase grup dengan mengenakan nomor punggung 21. Ketika Liga Indonesia digelar pada 1994, Ebongue datang untuk membela Persma bersama Onana dan Fiala. Dia meninggalkan Manado pada 1996. Dia juga sempat membela PKT Bontang pada 1997 sebelum meninggalkan Indonesia saat Reformasi 1998.
6. Jean-Pierre Fiala (Kamerun)
Berposisi sebagai gelandang, Fiala membela Kamerun di Piala Dunia 1994. Setelah bermain di Liga Yunani bersama AEL Larissa pada 1995/1996, Fiala tertarik datang ke Indonesia mengikuti jejak rekan-rekannya. Dia membela Persma pada 1996-1998. Lalu, Fiala kembali ke Eropa untuk merumput di Stade Brestois. Dia pensiun pada 2000 setelah menyelesaikan kontrak dengan US Avrances.
7. Marcel Mahouve (Kamerun)
Mahouve punya pengalaman unik di karier sepakbola profesionalnya. Beda dengan kebanyakan pemain jebolan Piala Dunia yang datang ke Indonesia, Mahouve justru dipanggil ke kompetisi sepakbola paling bergengsi di kolong langit tersebut setelah tampil bersama Putra Samarinda pada 1995-1997.
Performa di Pusam juga membuat Mahouve mendapatkan kesempatan bermain di Ligue 1 bersama Montpellier. Setelah itu, dia memperkuat Clermont, Inter Turku, Hamilton Academical, FC Saarbruecken, dan SS Capricorne sebelum kembali ke Indonesia untuk membela Persita Tangerang pada 2008-2009.
Pemain yang datang ke Pusam karena rekomendasi Milla itu tampil di Piala Dunia 1998. Mahouve juga ambil bagian di Piala Afrika 1996 dan 2000. Hebatnya, pada 2000, dia membantu Les Lions Indomitables menjadi yang terbaik di Benua Hitam.
8. Pierre Djaka Njanka-Beyaka (Kamerun)
Jika parameternya trofi, Njanka bisa mengklaim sebagai pemain Kamerun lulusan Piala Dunia yang paling sukses di Liga Indonesia. Mantan bek tengah itu adalah satu-satunya yang berhasil menjuarai Liga Indonesia. Njanka melakukan aksi gemilang saat membela Arema Indonesia di Indonesia Super League (ISL) 2009/2010. Saat itu, pelatihnya Robert Alberts.
Arema bukan satu-satunya klub Indonesia yang dibela lulusan Piala Dunia 1998 dan 2002 tersebut. Sebelum ke Malang, Njangka sempat membela Persija Jakarta pada 2008. Dia juga sempat merumput di Liga Primer Indonesia (LPI) bersama Aceh United. Ada lagi Mitra Kukar dan Persisam Putra Samarinda.
9. Natsja Ceh (Slovenia)
Ceh datang ke Indonesia pada 1 April 2012 untuk menandatangani kontrak dengan PSMS Medan di ISL. Dia menjalani debut 9 April 2012 menggantikan Muhammad Antoni pada menit 53. Di laga yang sama, Ceh langsung mendapatkan kartu kuning dari sang pengadil lapangan karena pelanggaran yang dilakukannya.
Sayang, perbedaan kultur dan cuaca Eropa dengan Indonesia membuat Ceh loyo. Dia hanya bertahan 14 pertandingan sebelum meninggalkan Stadion Teladan untuk menuju Vietnam membela Thanh Hoa.
Terlepas dari kegagalannya di Indonesia, Ceh adalah pemain yang bagus pada eranya. Puncak penampilan Ceh terjadi saat membela Club Brugge di Liga Belgia pada 2001-2005. Berkat penampilan bagus, dia dipilih Srecko Katanec untuk tampil di Piala Dunia 2002. Di Korea-Jepang, Ceh bermain dua kali sebagai pemain pengganti di babak II.
10. Ivan Bosnjak (Kroasia)
Petualangan Bosnjak di Indonesia berlangsung sangat singkat. Dia bergabung dengan Persija Jakarta setelah datang dari klub Brunei Darussalam, DPPM, pada 29 Januari 2014. Mengenakan nomor punggung 10, Bosnjak diharapkan membawa Macan Kemayoran juara ISL 2014.
"Ini pertama kali saya datang ke Indonesia dan bermain di sini. Saya sangat senang dan tidak sabar bermain. Target saya tentunya bisa bermain bagus demi Persija dan bawa Persija ke puncak klasemen," ujar Bosnjak saat itu, dilansir situs resmi Liga Indonesia.
Sayang, keinginan tidak seusai kenyataan. Winger yang tampil di Piala Dunia 2006 bersama Kroasia itu hanya bertahan 14 pertandingan. Pemain yang hanya tampil 4 menit saat Kroasia melawan Jepang itu lalu meninggalkan Macan Kemayoran di akhir musim. Bosnjak memutuskan pensiun setelah tidak memiliki klub pada awal 2015.
11. Shane Smeltz (Selandia Baru)
Smeltz adalah bintang yang meloloskan Selandia Baru ke Piala Dunia 2010. Di Afrika Selatan, dia mencetak gol saat Selandia Baru menahan imbang Italia 1-1 di Nelspruit. Tujuh tahun setelah gol bersejarah tersebut, Borneo FC mendatangkan Smeltz dari Wellington Phoenix. Hanya bermain 20 kali dan mencetak 5 gol di Liga 1 2017, Smeltz akhirnya pergi. Saat ini, dia tercatat sebagai pemain Gold Coast United di Australia.
12. Didier Zokora (Pantai Gading)
Pada masanya, Zokora adalah pemain terbaik yang dimiliki Pantai Gading selain Didier Drogba. Tampil di Piala Dunia 2006, 2010, dan 2014, mantan pemain Saint-Etienne, Tottenham Hotspur, serta Sevilla tersebut datang ke Liga 1 2017 untuk membela Semen Padang.
Kedatangan Zokora ke Padang disambut meriah suporter Kabau Sirah. Reputasi sebagai mantan bintang Liga Premier dan La Liga membuat banyak orang optimistis dengan masa depan Padang di kompetisi sepakbola kasta tertinggi Indonesia.
Sayang, Zokora datang di penghujung karier. Cedera dan kondisi fisik yang tidak prima membuat kariernya di Padang hanya berlangsung singkat. Setelah bermain 11 kali dan bermukim 4 bulan, manajemen Kabau Sirah memutuskan kontrak Zokora. Dia kembali ke Eropa dan memutuskan gantung sepatu.
13. Peter Osaze Odemwingie (Nigeria)
Memiliki darah Rusia dan lahir di Uzbekistan era Uni Soviet, Odemwingie memilih membela Nigeria di level senior. Karier yang bagus di Eropa membuat dirinya dipilih masuk skuad The Super Eagles di Piala Dunia 2010 dan 2014. Pada dua event akbar tersebut, Odemwingie menjadi bintang.
Setelah karier di Benua Biru meredup, Odemwingie memutuskan datang ke Indonesia. Pada 3 April 2017, dia dikontrak Madura United. Dia bermain 1 musim sebelum memutuskan pensiun pada 3 April 2019 setelah tidak ada klub yang bersedia mengontraknya. Saat ini, Odemwingie beralih profesi menjadi pemain golf profesional. Dia ikut PGA Tour.