Qarabag jadi satu-satunya klub dalam sejarah Liga Azerbaijan yang juara 7 musim beruntun. Pernah ke putaran grup Liga Champions.
Qarabag Futbol Klubu adalah salah satu klub sepakbola sukses di Azerbaijan. Bersama Neftchi Baku, The Horsemen adalah tim yang paling banyak menjuarai Liga Azerbaijan dengan 8 trofi. Bahkan, Qarabag jadi satu-satunya klub dalam sejarah Liga Azerbaijan yang juara 7 musim beruntun!
Namun, tahukah kalian bahwa Qarabag memiliki latar belakang yang unik. Berasal dari daerah konflik di Nagorno-Karabakh, klub berseragam hitam-hitam itu mengungsi ke Baku ketika perang meletus pertama kalinya pada 1990-an.
Cerita itu diawali pada 1951 ketika Qarabag didirikan dengan nama Mehsul di sebuah kota di Nagorno-Karabakh bernama Agdam. Itu adalah kota yang mayoritas penduduknya beretnis Azerbaijan di wilayah yang kebanyakan penduduknya merupakan etnis Armenia.
Ketika Uni Soviet bubar dan Azerbaijan serta Armenia merdeka, perang di Nagorno-Karabakh meletus. Berhubung lokasi yang strategis di ketinggian 396 meter di atas permukaan laut, Agdam menjadi medan pertempuran antara tentara Azerbaijan dengan Armenia.
Saat itu, tentara Azerbaijan menjadikan Agdam basis untuk menghujani wilayah-wilayah yang ditempati etnis Armenia dengan bom dan roket. Armenia membalas dengan menyerang Agdam mengunakan berbagai peralatan militar canggih warisan Uni Soviet. Hasilnya, Armenia berhasil menduduki Agdam setelah menjalani pertempuran sengit berhari-hari.
Ribuan nyawa dari kedua kubu meregang sia-sia. Salah satu korbannya diidentifikasi sebagai Allahverdi Bagirov. Dia adalah pelatih Qarabag yang mendadak menjadi komandan milisi lokal ketika tentara Armenia menyerbu Agdam.
Ada banyak kisah emosional tentang perang tersebut. Salah satunya yang diceritakan seorang reporter perang, Emin Eminbeyli, kepada The Guardian. "Peristiwa luar biasa terjadi saat terjadi pertukaran tawanan. Bagirov memeluk salah satu tahanan (etnis) Armenia, yang ternyata adalah rekannya bermain selama bertahun-tahun," ujar Eminbeyli.
Nyawa Bagirov direnggut oleh ranjau antitank pada 12 Juni 1992. Dia menjadi pahlawan nasional Azerbaijan. Saat itu, seorang komandan Armenia menghubungi tentara Azerbaijan di radio untuk mengkonfirmasi kematian Bagirov. "Bagaimana mungkin kamu tidak menyelamatkan orang seperti itu?" beber Eminbeyli.
Setelah menguasai Agdam, tentara Armenia menghancurkan semua bangunan yang berdiri. Kota itu tidak ditempati dan dibiarkan tanpa penduduk hingga hari ini. Mereka menjadikan Agdam buffer zone. Tentara Armenia meminta para penduduk Agdam, khususnya yang beretnis Azerbaijan, mengungsi, termasuk semua anggota skuad Qarabag.
Kehilangan tanah air membuat Qarabag mengungsi ke Baku. Mereka menjadikan Ibu Kota Azerbaijan tersebut sebagai home base yang baru. Qarabag menggunakan Tofig Bahramov National Stadium sebagai kandang di laga-laga domestik maupun internasional.
Awalnya, perpindahan itu sangat berat. Secara psikologi, banyak pemain Qarabag terpukul karena kehilangan sanak saudara. Dari aspek finansial, mengungsi ke Baku membuat kas klub terkuras sangat dalam. Masalah keuangan akut melanda selama 1998-2001, meski sempat menjadi tim Azerbaijan pertama yang menang di laga tandang kompetisi Eropa dengan mengalahkan Maccabi Haifa di Piala Intertoto 1999.
Akibat perjuangan pantang menyerah dan semangat membara, manajemen Qarabag terus berusaha mendapatkan investor. Masalah akhirnya teratasi pada 2001. Ketika itu, salah satu perusahaan konglomerasi terbesar di Azerbaijan, Azersun Holding, mulai menjadi sponsor tim.
Dengan kesepakatan tersebut, klub berganti nama. Demi kepentingan komersial, mereka menggunakan nama Qarabag-Azersun selama dua musim. Tapi, atas pertimbangan historis dan tradisi, Qarabag kembali ke nama awal pada 2004.
Menggunakan kucuran dana dari perusahaan raksasa dan investor Turki, Qarabag mulai membangun skuad yang kompetitif. Pada 2008, mereka menunjuk Gurban Gurbanov sebagai pengganti Rasim Kara yang hijrah ke Khazar Lankaran satu minggu sebelum dimulainya musim 2008/2009. Di Azerbaijan, Gurbanov dikenal sebagai penyerang legendaris.
Dipimpin Gurbanov, Qarabag telah mengabaikan strategi umum di sepakbola Azerbaijan pada masa itu. Dia menghindari perekrutan pemain asing demi mengembangkan bakat lokal. Gurbanov membawa serta gaya permainan tiki-taka, yang ditandai dengan operan pendek dikombinasikan umpan panjang, membangun serangan dari belakang, dan pertukaran posisi pemain di lapangan.
Menggunakan pendekatan yang unik, Gurbanov mengubah Qarabag menjadi salah satu klub sepakbola Azerbaijan yang sukses di Eropa. Mereka menjadi langganan bermain di Liga Eropa, meski harus melalui kualifikasi.
Sejarah kemudian diciptakan Qarabag pada akhir musim 2013/2014. Untuk pertama kalinya setelah puasa 21 tahun, The Horsemen menjuarai Liga Azerbaijan. Hebatnya, gelar itu mampu mereka pertahankan pada 2014/2015, 2015/2016, 2016/2017, 2017/2018, 2018/2019, dan 2019/2020.
Prestasi Qarabag berlanjut di Benua Biru. Pada 2017/2018, mereka menjadi klub Azerbaijan pertama yang bermain di fase grup Liga Champions. Qarabag mencapai babak utama setelah mengalahkan FC Copenhagen dari Denmark di play-off lewat keuntungan gol tandang dalam agregat imbang 2-2.
Sayang, ketika tampil di Grup C, Qarabag tidak dapat berbuat banyak. Tergabung bersama AS Roma, Chelsea, dan Atletico Madrid, mereka hanya mampu finish sebagai juru kunci. Qarabag mengoleksi 2 poin dari 2 skor imbang dan 4 kekalahan. Mereka mencetak 2 gol dan menderita 14 gol alias minus 12.
Saat perang di Nagorno-Karabakh kembali meletus bulan lalu dan masih berlangsung hingga saat ini, Qarabag tidak berharap banyak. Mereka hanya menginginkan perdamaian abadi tercipta antara Armenia dan Azerbaijan sehingga kehidupan normal dapat terwujud.
Hal yang sama diungkapkan pemain Roma asal Armenia, Henrikh Mkhitaryan. "Dari hati saya yang palin dalam, saya memanggil negara-negara lain untuk membantu mengatasi tragedi kemanusiaan ini dengan medesak kedua pihak untuk kembali ke meja negosiasi perdamaian," kata Mkhitaryan, dikutip Football Italia.
BACA BIOGRAFI LAINNYA
Kazuyoshi Miura Mitos dan Legenda Jepang, Masih Aktif di Liga Pro Usia 53
Kazuyoshi Miura Mitos dan Legenda Jepang, Masih Aktif di Liga Pro Usia 53
Ribuan nyawa dari kedua kubu meregang sia-sia. Salah satu korbannya diidentifikasi sebagai Allahverdi Bagirov. Dia adalah pelatih Qarabag yang mendadak menjadi komandan milisi lokal ketika tentara Armenia menyerbu Agdam.
BACA BIOGRAFI LAINNYA
Sering Disamakan dengan Pele, Begini Kabar Freddy Adu Sekarang
Sering Disamakan dengan Pele, Begini Kabar Freddy Adu Sekarang
Nyawa Bagirov direnggut oleh ranjau antitank pada 12 Juni 1992. Dia menjadi pahlawan nasional Azerbaijan. Saat itu, seorang komandan Armenia menghubungi tentara Azerbaijan di radio untuk mengkonfirmasi kematian Bagirov. "Bagaimana mungkin kamu tidak menyelamatkan orang seperti itu?" beber Eminbeyli.
Kehilangan tanah air membuat Qarabag mengungsi ke Baku. Mereka menjadikan Ibu Kota Azerbaijan tersebut sebagai home base yang baru. Qarabag menggunakan Tofig Bahramov National Stadium sebagai kandang di laga-laga domestik maupun internasional.
Akibat perjuangan pantang menyerah dan semangat membara, manajemen Qarabag terus berusaha mendapatkan investor. Masalah akhirnya teratasi pada 2001. Ketika itu, salah satu perusahaan konglomerasi terbesar di Azerbaijan, Azersun Holding, mulai menjadi sponsor tim.
Dengan kesepakatan tersebut, klub berganti nama. Demi kepentingan komersial, mereka menggunakan nama Qarabag-Azersun selama dua musim. Tapi, atas pertimbangan historis dan tradisi, Qarabag kembali ke nama awal pada 2004.
Menggunakan kucuran dana dari perusahaan raksasa dan investor Turki, Qarabag mulai membangun skuad yang kompetitif. Pada 2008, mereka menunjuk Gurban Gurbanov sebagai pengganti Rasim Kara yang hijrah ke Khazar Lankaran satu minggu sebelum dimulainya musim 2008/2009. Di Azerbaijan, Gurbanov dikenal sebagai penyerang legendaris.
Dipimpin Gurbanov, Qarabag telah mengabaikan strategi umum di sepakbola Azerbaijan pada masa itu. Dia menghindari perekrutan pemain asing demi mengembangkan bakat lokal. Gurbanov membawa serta gaya permainan tiki-taka, yang ditandai dengan operan pendek dikombinasikan umpan panjang, membangun serangan dari belakang, dan pertukaran posisi pemain di lapangan.
Menggunakan pendekatan yang unik, Gurbanov mengubah Qarabag menjadi salah satu klub sepakbola Azerbaijan yang sukses di Eropa. Mereka menjadi langganan bermain di Liga Eropa, meski harus melalui kualifikasi.
Sejarah kemudian diciptakan Qarabag pada akhir musim 2013/2014. Untuk pertama kalinya setelah puasa 21 tahun, The Horsemen menjuarai Liga Azerbaijan. Hebatnya, gelar itu mampu mereka pertahankan pada 2014/2015, 2015/2016, 2016/2017, 2017/2018, 2018/2019, dan 2019/2020.
Prestasi Qarabag berlanjut di Benua Biru. Pada 2017/2018, mereka menjadi klub Azerbaijan pertama yang bermain di fase grup Liga Champions. Qarabag mencapai babak utama setelah mengalahkan FC Copenhagen dari Denmark di play-off lewat keuntungan gol tandang dalam agregat imbang 2-2.
Sayang, ketika tampil di Grup C, Qarabag tidak dapat berbuat banyak. Tergabung bersama AS Roma, Chelsea, dan Atletico Madrid, mereka hanya mampu finish sebagai juru kunci. Qarabag mengoleksi 2 poin dari 2 skor imbang dan 4 kekalahan. Mereka mencetak 2 gol dan menderita 14 gol alias minus 12.
Saat perang di Nagorno-Karabakh kembali meletus bulan lalu dan masih berlangsung hingga saat ini, Qarabag tidak berharap banyak. Mereka hanya menginginkan perdamaian abadi tercipta antara Armenia dan Azerbaijan sehingga kehidupan normal dapat terwujud.
Hal yang sama diungkapkan pemain Roma asal Armenia, Henrikh Mkhitaryan. "Dari hati saya yang palin dalam, saya memanggil negara-negara lain untuk membantu mengatasi tragedi kemanusiaan ini dengan medesak kedua pihak untuk kembali ke meja negosiasi perdamaian," kata Mkhitaryan, dikutip Football Italia.