Memiliki postur mungil untuk ukuran orang-orang Eropa, yaitu 165 cm, Juninho pernah menjadi fenomena di sepakbola Negeri Samba.
Osvaldo Giroldo Junior alias Juninho Paulista menjadi salah satu pesepakbola hebat Brasil yang tidak sukses di Eropa. Kegemilangannya di lapangan hijau hanya seumur jagung akibat tekel brutal Michel Salgado.
Memiliki postur mungil untuk ukuran orang-orang Eropa, yaitu 165 cm, Juninho pernah menjadi salah satu fenomena di sepakbola Negeri Samba. Bersinar bersama Middlesbrough dan Atletico Madrid dalam rentang waktu 1995-2000 serta 2002-2004, Juninho sempat disebut sebagai playmer terbaik Brasil pada era tersebut.
Kesialan nasib Juninho berawal pada 1995 saat ditransfer The Boro dari Sao Paulo dengan 4,5 juta pounds. Gaya mainnya yang lincah dengan mengandalkan kecepatan plus teknik tinggi membuat pemain-pemain Liga Premier terkejut.
Setelah bermain 1,5 tahun di Riverside Stadium, Juninho menjadi bintang di Inggris. Talentanya menarik minat Atletico Madrid. Pada awal musim 1997/1998, Los Colchoneros datang dengan proposal 13 juta pounds yang langsung disetujui para petinggi Middlesbrough.
Dengan pindah ke La Liga, Juninho berharap mendapatkan panggilan memperkuat Brasil pada PIala Dunia 1998. Apalagi, skenario awal yang disusun Juninho berjalan mulus. dia menjadi pelayan terbaik untuk Christian Vieri, yang juga baru bergabung dari Juventus.
Sayang, bencana datang pada 1 Februari 1998. Pada pertandingan La Liga melawan Celta Vigo, Juninho mendapatkan terjangan Salgado. Permainan kasar pemain yang di kemudian hari sukses bersama Real Madrid tersebut membuat tulang fibula Juninho patah.
Juninho harus absen 6 bulan sehingga gagal ke Piala Dunia 1998. "Jika bisa kembali ke masa lalu, saya tidak akan pernah meninggalkan Inggris seperti yang saya lakukan saat itu," kenang Juninho dalam sebuah kesempatan setelah pensiun, dilansir Liverpool Echo.
"Sebenarnya, saya punya kesempatan untuk pergi ke Liverpool pada 1997. Pelatih mereka (Roy Evans) berbicara kepada ayah saya (yang merangkap agen). Tapi, terjadi salah paham karena saya sudah terlanjur memberikan janji kepada Atletico untuk bermain di Spanyol," tambah pria kelahiran Sao Paulo, 22 Februari 1973, itu.
Sembuh dari cedera, Juninho memulai musim baru 1998/1999 dengan optimisme tinggi. Setelah laga-laga pramusim yang memuaskan, Los Colchoneros menjadi Juninho penghuni starting line-up di sejumlah laga awal.
Namun, trauma cedera patah kaki masih membayangi langkah Juninho. Meski tetap menjadi pemain berpengaruh untuk Los Colchoneros, dia memutuskan untuk kembali ke Inggris pada 1999/2000. Tujuan Juninho adalah Riverside Stadium. Kala itu, The Boro sedang berjibaku di Championship Division.
Bermain di Middlesbrough ibarat kembali ke rumah yang dirindukannya. Dengan status pinjaman, Juninho tampil sangat bagus di kasta kedua kompetisi Inggris pada musim tersebut. Dengan langkap mantap dan pasti, Juninho mengembalikan klub yang dicintainya itu ke Liga Premier.
Setelah misi dengan Middlesbrough selesai, Juninho kembali ke Atletico. Sayang, Los Colchoneros harus terdegradasi ke Segunda Division. Enggan main di kasta kedua lagi, Juninho memilih pulang kampung halaman untuk membela Vasco da Gama dan Flamengo.
"Saya tidak bisa mengeluh tentang karier saya di masa lalu. Tapi, jika saya bisa mengubah beberapa hal, saya akan senang bermain lebih lama di Inggris. Di tempat itu saya merasakan benar-benar menjadi pesepakbola. Saya mendapatkan perlakuan yang layak dari semua orang," ungkap Pemain Terbaik Liga Premier 1996/1997 itu.
Middlesbrough memang pantas untuk selalu berada di dalam hati Juninho. Meski setelah pensiun sempat bekerja sebagai salah satu staf pelatih di Akademi Flamengo, Juninho menganggap The Boro adalah rumah yang membuat dirinya betah. Oleh suporter The Boro, dia dijuluki The Little Fella.
Sebagai balasan, Juninho selalu bermain total untuk Middlesbrough. Bahkan, dengan gaji minim. Selain mengembalikan The Boro ke Premier League, dia juga membantu Middlesbrough memenangkan Piala Liga Inggris 2003/2004. Itu menjadi satu-satunya trofi Juninho di Inggris.
Setelah merumput untuk Middlesbrough di periode ketiga, Juninho bermain untuk Glasgow Celtic di Skotlandia. Hanya bertahan 14 laga, dia kembali ke Brasil membela Palmeiras dan Flamengo. Sempat ke Australia membela Sydney FC, Juninho pensiun pada 2020 sebagai pemain Ituano.
Juninho menghabiskan masa-masa pensiunnya sebagai salah satu staf pelatih di Akademi Flamengo. Dia bertanggung jawab mengajari anak-anak Brasil berusia di bawah 12 tahun cara bermain sepakbola yang benar.
Memiliki postur mungil untuk ukuran orang-orang Eropa, yaitu 165 cm, Juninho pernah menjadi salah satu fenomena di sepakbola Negeri Samba. Bersinar bersama Middlesbrough dan Atletico Madrid dalam rentang waktu 1995-2000 serta 2002-2004, Juninho sempat disebut sebagai playmer terbaik Brasil pada era tersebut.
BACA BERITA LAINNYA
Pakar Wasit: Messi Harusnya Kartu Merah
Pakar Wasit: Messi Harusnya Kartu Merah
Juninho harus absen 6 bulan sehingga gagal ke Piala Dunia 1998. "Jika bisa kembali ke masa lalu, saya tidak akan pernah meninggalkan Inggris seperti yang saya lakukan saat itu," kenang Juninho dalam sebuah kesempatan setelah pensiun, dilansir Liverpool Echo.
BACA BERITA LAINNYA
Menengok Hasil Milan-Juventus-Inter Ketika Tanpa Ibra, CR7, Lukaku di Serie A
Menengok Hasil Milan-Juventus-Inter Ketika Tanpa Ibra, CR7, Lukaku di Serie A
Sembuh dari cedera, Juninho memulai musim baru 1998/1999 dengan optimisme tinggi. Setelah laga-laga pramusim yang memuaskan, Los Colchoneros menjadi Juninho penghuni starting line-up di sejumlah laga awal.
Bermain di Middlesbrough ibarat kembali ke rumah yang dirindukannya. Dengan status pinjaman, Juninho tampil sangat bagus di kasta kedua kompetisi Inggris pada musim tersebut. Dengan langkap mantap dan pasti, Juninho mengembalikan klub yang dicintainya itu ke Liga Premier.
"Saya tidak bisa mengeluh tentang karier saya di masa lalu. Tapi, jika saya bisa mengubah beberapa hal, saya akan senang bermain lebih lama di Inggris. Di tempat itu saya merasakan benar-benar menjadi pesepakbola. Saya mendapatkan perlakuan yang layak dari semua orang," ungkap Pemain Terbaik Liga Premier 1996/1997 itu.
Middlesbrough memang pantas untuk selalu berada di dalam hati Juninho. Meski setelah pensiun sempat bekerja sebagai salah satu staf pelatih di Akademi Flamengo, Juninho menganggap The Boro adalah rumah yang membuat dirinya betah. Oleh suporter The Boro, dia dijuluki The Little Fella.
Sebagai balasan, Juninho selalu bermain total untuk Middlesbrough. Bahkan, dengan gaji minim. Selain mengembalikan The Boro ke Premier League, dia juga membantu Middlesbrough memenangkan Piala Liga Inggris 2003/2004. Itu menjadi satu-satunya trofi Juninho di Inggris.
Setelah merumput untuk Middlesbrough di periode ketiga, Juninho bermain untuk Glasgow Celtic di Skotlandia. Hanya bertahan 14 laga, dia kembali ke Brasil membela Palmeiras dan Flamengo. Sempat ke Australia membela Sydney FC, Juninho pensiun pada 2020 sebagai pemain Ituano.
Juninho menghabiskan masa-masa pensiunnya sebagai salah satu staf pelatih di Akademi Flamengo. Dia bertanggung jawab mengajari anak-anak Brasil berusia di bawah 12 tahun cara bermain sepakbola yang benar.