PSMS Medan pernah ke semifinal Piala Champions ala Asia. KTB malah pernah sampai posisi juara tiga.
Sebelum menjadi Liga Champions Asia (LCA), kompetisi sepakbola antarklub paling bergengsi di Konfederasi Sepakbola Asia (AFC) berlabel Asian Club Championship. Beda dengan masa kini, dulu klub Indonesia punya prestasi bagus.
Kompetisi yang mempertemukan juara-juara liga di Asia itu terinspirasi dari Piala Champions di Eropa. Dibentuk pada 1967, ajang ini dimulai dengan nama Asian Champions Club Tournament dan berlangsung hingga 1972 menggunakan sejumlah format yang berganti-ganti.
Pada awal-awal pendirianya, klub-klub Israel mendominasi karena penolakan tim-tim Arab untuk menghadapi mereka. Pada 1970, klub Lebanon, Homenetmen, menolak bermain melawan Hapoel Tel Aviv di semifinal. Begitu pula Al-Shorta (Irak) pada 1971, yang menolak melawan Maccabi Tel Aviv. Akibatnya, kompetisi 1971 dibatalkan Israel dikeluarkan dari AFC.
Sempat vakum lama, kompetisi kembali digulirkan pada 1985/1986 dengan tajuk Asian Club Championship. Lalu, pada 1990 AFC memperkenalkan Piala Winners Asia yang mempertemukan juara-juara competitions cup di tiap negara. Penyelenggaraan kompetisi itu dilanjutkan dengan Piala Super Asia.
Namun, ketika Liga Champions di Eropa menjadi kompetisi yang menghasilkan banyak uang, AFC mulai menirunya lagi. Pada 2002/2003, AFC meleburkan Asian Club Championship, Piala Winners Asia, dan Piala Super Asia menjadi Liga Champions Asia. Format LCA sama persis dengan Liga Champions dengan sedikit modifikasi terkair pembagian zona.
Menariknya, di masa sebelum LCA bergulir, klub-klub Indonesia memiliki pencapaian yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Juara Perserikatan atau Galatama yang dikirim sering tampil bagus dan mencatatkan prestasi membanggakan. Meski belum ada yang juara, penampilan mereka tidak seburuk tim-tim era Liga Indonesia.
Berikut ini 3 klub Indonesia yang mampu mencapai semifinal di Asian Champions Club Tournament maupun Asian Club Championship:
1. PSMS Medan (1970)
Setelah tidak mengirimkan wakil pada 1967 dan 1969, PSSI menyodorkan PSMS Medan sebagai peserta 1970. Saat itu, Ayam Kinantan berstatus juara Perserikatan 1969. Tim dari Perserikatan sengaja dikirimkan karena PSSI belum menggelar Galatama. Saat itu, status PSMS adalah klub amatir.
Tahun tersebut, kompetisi diikuti 8 klub dari 8 negara berbeda. Semuanya berstatus juara liga masing-masing negara. Menggunakan sistem home tournament, semua pertandingan digelar di Amjadieh Stadium, Teheran. Saat itu, di Iran belum terjadi revolusi sehingga klub dari Israel bisa datang dengan mudah.
Di Grup A terdapat Taj Tehran (Iran), Homenetmen (Lebanon), Selangor FA (Malaysia), dan Saunders SC (Srilanka). Lalu, di Grup B bercokol Hapoel Tel Aviv (Israel), PSMS, West Bengal (India), dan Royal Thai Police FC (Thailand).
PSMS mengawali turnamen dengan mengalahkan West Bengal 1-0. Lalu, Royal Thai Police dihajar 4 gol tanpa balas. Di pertandingan terakhir, PSMS harus mengakui keunggulan Hapoel 1-3. Denga 6 poin dari 3 pertandingan, Ayam Kinantan menjadi runner-up Grup B.
Sebagai tim peringkat 2, PSMS harus bertemu juara Grup A, Taj Tehran. Sementara Hapoel menang WO atas Homenetmen. PSMS dikalahkan tuan rumah sehingga harus menghadapi Homenetmen di play-off perebutan posisi 3. Sayang, Ayam Kinantan menyerah 0-1. PSMS baru kembali bermain di Asia lagi pada 2009 saat menjadi runner-up Liga Indonesia 2007/2008.
2. Krama Yudha Tiga Berlian (1985/1986)
Ketika Asian Club Championship digulirkan pada 1985/1986 menggantikan Asian Champions Club Tournament yang vakum sejak 1972, Indonesia langsung mengirimkan tim. Saat itu, juara Galatama 1984/1985, Krama Yudha Tiga Berlian (KTB), yang dikirim.
Masih menggunakan sistem home tournament di satu tempat, KTB harus menjalani kualifikasi dari zona ASEAN. Tergabung bersama Bangkok Bank FC (Thailand), Tiong Bahru (Singapura), Malacca FA (Malaysia), dan ADP FC (Brinei Darussalam), KTB memuncaki klasemen akhir diikuti Bangkok di posisi 2 dengan sama-sama mengemas 7 poin. Keduanya mewakili ASEAN di fase utama.
Pada fase utama yang diselenggarakan di Arab Saudi, KTB masuk Grup A bersama Al-Ahli (Arab Saudi) dan Esat Bengal (India). Sementara di grup B terdapat Daewoo Royals (Korea Selatan), Al-Ittihad Aleppo (Suriah), dan Bangkok Bank FC (Thailand). Hasilnya, KTB dikalahkan Al-Ahli dan dan mengalahkan East Bengal. Mereka lolos ke semifinal sebagi runner-up Grup A untuk menghadapi Daewoo selaku juara Grup B. KTP dihajar 0-3.
Gagal melaju ke final, KTB mendapatkan kesempatan melawan Al-Ittihad dalam pertandingan perebutan posisi 3. Tidak menyia-nyiakan kesempatan itu, klub yang ketika itu berbasis di Palembang tersebut unggul 1-0 lewat gol semata wayang Zulkarnaen Lubis.
Setelah musim tersebut, KTB ikut lagi pada 1986 dan 1987. Sayang, hasilnya tidak sebagus 1985/1986. Pada 1986, mereka terhenti di fase grup kedua. Sementara pada 1987 terhenti di fase grup. Saat ini KTB sudah tinggal nama.
3. Pelita Jaya (peringkat 3 1990/1991)
Sukses KTB pada 1985/1986 coba diikuti Pelita Jaya saat mendapatkan kesempatan mewakili Indonesia pada 1990/1991. Itu menjadi kesempatan kedua mereka setelah 1989/1990. Saat itu, klub dari Jakarta tersebut hanya mampu menjadi juru kunci di fase grup kedua.
Kegagalan itu membuat Pelita berbenah pada 1990/1991. Digawangi Bambang Nurdiansyah dan Rully Nere, pelita tergabung bersama Bangkok Bank FC (Thailand) dan Geylang International (Singapura) di fase grup pertama. Laga digelar di Dingapura. Pelita menjadi juara grup setelah mengalahkan Bangkok dan bermain imbang dengan Geylang.
Di fase grup kedua, Pelita bertemu Liaoning FC (China) dan Al-Nasr (Oman) di Grup A. Semua pertandingan berlangsung di Bangladesh. Hasilnya, mengalahkan Al-Nasr dan dikalahkan Liaoning. Pelita menjadi runner-up dan harus menantang Esteghlal (Iran) di semifinal.
Namun, Pelita tidak mampu berbuat banyak melawan Esteghlal. Mereka menyerah 0-2. Pelita harus bertemu 25 April FC (Korea Utara) pada perebutan posisi 3. Laga berlangsung ketat. Pelita unggul adu penalti 7-6 setelah selama 90 menit plus 30 menit extra time menciptakan kedudukan imbang 2-2.
Setelah musim itu, Pelita kembali ambil bagian pada musim selanjutnya. Tapi, mereka kandas di penyisihan. Mereka kembali menjadi wakil Indonesia pada 1994/1995 atau ketika Liga Indonesia digulirkan. Pelita kandas di putaran kedua. Selanjutnya, mereka tidak pernah tampil di LCA hingga sekarang berganti nama menjadi Madura United.
Kompetisi yang mempertemukan juara-juara liga di Asia itu terinspirasi dari Piala Champions di Eropa. Dibentuk pada 1967, ajang ini dimulai dengan nama Asian Champions Club Tournament dan berlangsung hingga 1972 menggunakan sejumlah format yang berganti-ganti.
BACA BERITA LAINNYA
Starting XI Tim Impian Sepanjang Masa Ballon d’Or, Trio Strikernya Dahsyat!
Starting XI Tim Impian Sepanjang Masa Ballon d’Or, Trio Strikernya Dahsyat!
Berikut ini 3 klub Indonesia yang mampu mencapai semifinal di Asian Champions Club Tournament maupun Asian Club Championship:
BACA FEATURE LAINNYA
5 Pemain yang Tidak Punya Masa Depan di Manchester United
5 Pemain yang Tidak Punya Masa Depan di Manchester United
Setelah tidak mengirimkan wakil pada 1967 dan 1969, PSSI menyodorkan PSMS Medan sebagai peserta 1970. Saat itu, Ayam Kinantan berstatus juara Perserikatan 1969. Tim dari Perserikatan sengaja dikirimkan karena PSSI belum menggelar Galatama. Saat itu, status PSMS adalah klub amatir.
Tahun tersebut, kompetisi diikuti 8 klub dari 8 negara berbeda. Semuanya berstatus juara liga masing-masing negara. Menggunakan sistem home tournament, semua pertandingan digelar di Amjadieh Stadium, Teheran. Saat itu, di Iran belum terjadi revolusi sehingga klub dari Israel bisa datang dengan mudah.
PSMS mengawali turnamen dengan mengalahkan West Bengal 1-0. Lalu, Royal Thai Police dihajar 4 gol tanpa balas. Di pertandingan terakhir, PSMS harus mengakui keunggulan Hapoel 1-3. Denga 6 poin dari 3 pertandingan, Ayam Kinantan menjadi runner-up Grup B.
2. Krama Yudha Tiga Berlian (1985/1986)
Ketika Asian Club Championship digulirkan pada 1985/1986 menggantikan Asian Champions Club Tournament yang vakum sejak 1972, Indonesia langsung mengirimkan tim. Saat itu, juara Galatama 1984/1985, Krama Yudha Tiga Berlian (KTB), yang dikirim.
Masih menggunakan sistem home tournament di satu tempat, KTB harus menjalani kualifikasi dari zona ASEAN. Tergabung bersama Bangkok Bank FC (Thailand), Tiong Bahru (Singapura), Malacca FA (Malaysia), dan ADP FC (Brinei Darussalam), KTB memuncaki klasemen akhir diikuti Bangkok di posisi 2 dengan sama-sama mengemas 7 poin. Keduanya mewakili ASEAN di fase utama.
Pada fase utama yang diselenggarakan di Arab Saudi, KTB masuk Grup A bersama Al-Ahli (Arab Saudi) dan Esat Bengal (India). Sementara di grup B terdapat Daewoo Royals (Korea Selatan), Al-Ittihad Aleppo (Suriah), dan Bangkok Bank FC (Thailand). Hasilnya, KTB dikalahkan Al-Ahli dan dan mengalahkan East Bengal. Mereka lolos ke semifinal sebagi runner-up Grup A untuk menghadapi Daewoo selaku juara Grup B. KTP dihajar 0-3.
Gagal melaju ke final, KTB mendapatkan kesempatan melawan Al-Ittihad dalam pertandingan perebutan posisi 3. Tidak menyia-nyiakan kesempatan itu, klub yang ketika itu berbasis di Palembang tersebut unggul 1-0 lewat gol semata wayang Zulkarnaen Lubis.
Setelah musim tersebut, KTB ikut lagi pada 1986 dan 1987. Sayang, hasilnya tidak sebagus 1985/1986. Pada 1986, mereka terhenti di fase grup kedua. Sementara pada 1987 terhenti di fase grup. Saat ini KTB sudah tinggal nama.
3. Pelita Jaya (peringkat 3 1990/1991)
Sukses KTB pada 1985/1986 coba diikuti Pelita Jaya saat mendapatkan kesempatan mewakili Indonesia pada 1990/1991. Itu menjadi kesempatan kedua mereka setelah 1989/1990. Saat itu, klub dari Jakarta tersebut hanya mampu menjadi juru kunci di fase grup kedua.
Kegagalan itu membuat Pelita berbenah pada 1990/1991. Digawangi Bambang Nurdiansyah dan Rully Nere, pelita tergabung bersama Bangkok Bank FC (Thailand) dan Geylang International (Singapura) di fase grup pertama. Laga digelar di Dingapura. Pelita menjadi juara grup setelah mengalahkan Bangkok dan bermain imbang dengan Geylang.
Di fase grup kedua, Pelita bertemu Liaoning FC (China) dan Al-Nasr (Oman) di Grup A. Semua pertandingan berlangsung di Bangladesh. Hasilnya, mengalahkan Al-Nasr dan dikalahkan Liaoning. Pelita menjadi runner-up dan harus menantang Esteghlal (Iran) di semifinal.
Namun, Pelita tidak mampu berbuat banyak melawan Esteghlal. Mereka menyerah 0-2. Pelita harus bertemu 25 April FC (Korea Utara) pada perebutan posisi 3. Laga berlangsung ketat. Pelita unggul adu penalti 7-6 setelah selama 90 menit plus 30 menit extra time menciptakan kedudukan imbang 2-2.
Setelah musim itu, Pelita kembali ambil bagian pada musim selanjutnya. Tapi, mereka kandas di penyisihan. Mereka kembali menjadi wakil Indonesia pada 1994/1995 atau ketika Liga Indonesia digulirkan. Pelita kandas di putaran kedua. Selanjutnya, mereka tidak pernah tampil di LCA hingga sekarang berganti nama menjadi Madura United.