Libero.id - Meski bukan pemain Iran pertama yang mencoba peruntungan di Bundesliga bersama Bayern Muenchen, Ali Karimi mungkin yang paling banyak diketahui publik. Karier profesional-nya berlangsung hampir selama 20 tahun, ia bermain di empat negara berbeda di berbagai klub, sementara untuk level tim nasional Ali Karimi mampu mencatatkan 38 gol dari 127 caps untuk timnas Iran.
Catatan itu membuat Karimi menjadi salah satu pesepakbola Iran yang paling tersohor.
Lahir di Karaj, Iran, pada tahun 1978, Ali Karimi menandatangani kontrak profesional pertamanya untuk klub divisi kedua Iran, Fath Tehran, di sana ia menghabiskan dua tahun masa bermain.
Kemudian dari situ, Ali Karimi diboyong oleh Persepolis, salah satu tim papan atas di Iran. Setelah tiga tahun bersama Persepolis dengan catatan 11 gol dari 42 penampilan Ali hijrah ke liga Uni Emirat Arab, Al Ahli.
Tapi uniknya sebelum benar-benar bergabung ke Al Ahli, jalan Karimi untuk berkarier di Eropa hampir saja terbuka. Saat itu, Ali ikut Persepolis dalam gelaran pra musim di Eropa, klub asal Italia yakni Perugia sempat tertarik untuk meminang jasa Ali. Tapi Al Ahli datang lebih dulu, dan selama dua musim disana, Ali punya andil besar dalam raihan Piala liga Uni Emirat Arab (UEA).
Jalan Ali ke benua Eropa mulai terbuka kembali pada Oktober 2004, Iran menjadi tuan rumah bagi Jerman dalam pertandingan persahabatan internasional. Meski Iran takluk dua gol, Ali Karimi bermain bagus dan penampilannya tak luput dari perhatian pemandu bakat.
Tak lama dari itu, tahun berganti dan pada bulan Mei 2005, raksasa Bundesliga, Bayern Munich, mengumumkan penandatanganan Karimi. Ia jadi orang Iran ketiga yang bermain untuk Bayern Munich. Sebelumnya Die Roten sempat dibela oleh dua orang Iran lainnya, mereka adalah Ali Daei dan Vahid Hashemian.
Karimi adalah Karimi bukan yang lain. Dia adalah seorang gelandang serang yang serba bisa, tak jarang ia kerap di plot sebagai penyerang. Posturnya yang tidak terlalu tinggi dan kekar tampak cocok dengan kemampuannya dalam menemukan ruang dan membaca situasi permainan.
Sisi Kontroversial Ali Karimi
Selama dua musim, Karimi bermain lebih dari empat puluh kali untuk Bayern Munich, meskipun dia hanya mencetak beberapa gol, kontribusi Karimi untuk De Bavaria tak perlu diragukan lagi.
Karimi mempersembahkan dua gelar juara, pertama Bundesliga musim 2005-06 dan kedua DFB Pokal di musim yang sama. Namun, secara mengejutkan pada musim 2007, Karimi malah memutuskan kembali berkarier di kancah sepakbola Asia, ia begrabung ke Qatar Sports Club.
Lalu akibat perselisihan tentang kontraknya, Karimi kemudian balik ke negaranya dengan memperkuat Steel Azin. Karier Karimi di klub tersebut diwarnai kontroversi dan pada Agustus 2010 ia dikabarkan dipecat oleh klub karena diduga melanggar aturan puasa Ramadhan.
Tapi dengan enteng Karimi berujar, “Aku ini seorang muslim, aku tau dan aku masih percaya dengan norma-norma Agama.”
Tapi Karimi melunak dan mau tak mau harus membayar denda, setelah itu ia 'dipekerjakan' kembali tetapi hanya bertahan enam bulan.
Di sela-sela itu, Ali Karimi sempat kembali ke Liga Jerman dengan membela Schalke 04, dimana Ali Karimi sebetulnya hanya menandatangani kontrak jangka pendek di Bundesliga, meski begitu ia sempat mempersembahkan gelar DFB Pokal untuk klub itu.
Dan lagi-lagi, musim-musim berikutnya, Karimi balik ke Iran, kali ini ia melepas rindu dengan klub yang membesarkan namanya yakni Persepolis diikuti, di mana Karimi membuat 50 penampilan dan mencetak hampir satu gol dalam 3 laga
Lalu ia hengkang ke Tractor Sazi, Karimi pensiun pada musim panas 2014 setelah membantu klubnya merengkuh Piala liga Iran.
Tapi beberapa orang akan mengenang Karimi dengan ingatan yang kurang menyenangkan. Pada saat ia masih aktif memperkuat Iran, pada babak kualifikasi Piala Dunia 2010, Karimi yang ditunjuk sebagai kapten saat melawan Korea Selatan dengan sengaja menggunakan ban kapten berwarna hijau.
Dalam konteks Iran, tahun-tahun itu, hijau bagi publik Iran adalah simbol politik, yang itu artinya menunjukkan dukungan Karimi kepada tokoh oposisi Hossein Mousavi.
Hal itu membuat sebagian publik Iran membencinya. Karena penggunaan simbol politik adalah hal terlarang dalam aturan FIFA.
Padahal 1 tahun sebelum itu, pada 2008, Karimi sempat didepak dari tim nasional lantaran ia menyuarakan kritik pedas kepada federasi sepak bola Iran, IRIFFI dengan menyebut tim nasional Iran adalah yang terlemah dalam kurun waktu 10 tahun belakangan. Tak sampai disitu, Karimi juga menuding, para pengurus federasi tak becus dan tak tahu tentang sepakbola.
Tetapi dari semua reputasi yang Karimi bangun, publik sepakbola dunia masih menyisakan ruang memori untuk mantan Pemain Terbaik Asia Tahun 2004 itu, bahwa Ali Karimi adalah salah satu pesepakbola Asia terbaik pada masanya.
Kenalkan Kenzo Riedewald, Pemain Berdarah Suriname-Indonesia yang Siap Bela Timnas U-17
Bima Sakti berencana memasukan namanya ke timnas U-17.Profil Ellie Carpenter, Pemain yang Mampu Saingi Lemparan ke Dalam Pratama Arhan
Dia adalah pemain Timnas Wanita Australia...Profil Julian Schwarzer, Penjaga Gawang Filipina yang Kini Bermain Bersama Arema FC
Pernah bermain di Inggris bersama Fulham...Profil Amara Diouf, Pemain Muda Senegal yang Dianggap Sebagai The Next Sadio Mane
Pada Piala Dunia U-17 2023 Amara Diouf bisa jadi ancaman berbahaya...
Opini